Sudah menjadi hukum alam ketika jam istirahat, lokasi nomor satu yang paling ramai adalah kantin sekolah. Disana semua murid saling bercengkrama sembari menghabiskan makan siangnya, ada juga yang hanya memakan cemilan, ada juga yang hanya nongkrong bersama teman-temannya. Tetapi ada satu murid perempuan yang duduk sendiri di meja menghabiskan makan siangnya. Dia adalah murid baru, masih satu minggu dia sekolah disini. Tak ada yang mau berteman dengannya karena kabar yang beredar murid baru itu tinggal di panti asuhan, sedangkan sekolah ini adalah salah satu sekolah elit dan terkenal. Tentu saja dia dipandang sebelah mata oleh hampir seluruh murid. "Awas, pergi sana." Usir Hanah, salah seorang murid perempuan yang berparas cantik bersama dua teman lainnya yang tak kalah cantiknya. Delota, nama anak baru itu mendongakkan kepala ketika mendengar suara yang sudah tak asing lagi karena seminggu ini mereka bertiga lah yang sering mem-bully-nya. Siswi favorit di sekolah ini. Yah, banyak yang mengagumi mereka bertiga, kecuali Delota. Ia pun menghela napas lalu memutuskan untuk mencari meja lain. Tanpa banyak bicara, Delota mengambil tas dan makanannya. Sementara, Juliet hanya menatap sinis kepergian murid baru itu. "Loser." Desisnya merendahkan Delota sebelum akhirnya duduk bersama teman-temannya dan bercanda gurau disana sembari menyantap makan siang mereka. Setelah beberapa menit kemudian mereka bertiga menyelesaikan makan siangnya. Amanda berbisik-bisik dengan dua sahabatnya itu sembari memandangi jahil Delota yang duduk di meja paling ujung sendirian. Tak lama setelahnya, Juliet memanggil Delota. Entah apa niat jahatnya kali ini. "Heh, anak baru!" Serunya tanpa bergerak sedikitpun dari meja. Awalnya Delota berlagak tidak mendengar panggilan itu. Tetapi ketika mendengar Hanah ganti memanggilnya dengan lebih lantang. "Heh, anak panti!!" Tentu, Delota cukup terkesiap ketika dirinya dipanggil dengan sebutan itu. Sehingga membuat murid yang mendengarnya ikut menatapnya. "Kemari!" Perintah Juliet bak ratu memanggil pelayan. Mau tidak mau, Delota lagi-lagi harus mengalah dan menuruti permintaan mereka bertiga. Dan Sekarang, ia sudah duduk dihadapan mereka. Dengan jantung yang berdetak cukup kencang, ia tertunduk dan menerka-nerka apa lagi yang akan terjadi. "Mana tas kamu?" Pinta Amanda. Delota tak langsung memberikan begitu saja, ia seakan tidak membiarkan tas nya direbut. Tetapi yang berkuasa lah yang menang. Dengan sigap Hanah merampasnya lalu diserahkan kepada Juliet. "Coba kita lihat, ada apa didalam sini." Juliet mulai merogoh dan mengeluarkan semua isi tas milik Delota. Ada beberapa buku, handphone, dan dompet yang membuat mereka bertiga saling melempar pandang sebab penasaran dengan isinya. "Juliet, kembalikan dompetku!" Delota mulai geram melihat tingkah mereka yang sudah keterlaluan. Bukannya dikembalikan, mereka justru menertawainya. "Kenapa? Apa kamu malu tidak bisa membayar makan siang kita?" "Juliet!" Delota berusaha merebutnya tetapi dihalangi oleh kedua temannya sementara Juliet dengan bebas bisa membobol dompet itu. Rahang Juliet terkatup ketika melihat isi dompet tersebut, bahkan matanya sesaat tidak berkedip. "Kenapa kamu sekejut itu? Apa isinya kosong?" Tanya Amanda penasaran. "Apa dia benar-benar tidak punya uang?" Tambal si Hannah. Juliet tidak langsung menjawab, ia pandang kedua temannya bergantian, lalu melihat Delota yang kesal disana. Pelan-pelan ia mengeluarkan beberapa lembar uang bernominal besar, satu kartu debit, dan yang tak kalah mengejutkan adalah ketika mendapati kartu American Express Centurion Card atau yang lebih dikenal dengan nama Black Card. Kartu tersebut merupakan kartu kredit yang paling diminati para miliader. Dan itu ada di dompet anak panti ini. Seriously? Tentu, mereka bertiga terheran-heran memandangi Delota. Tetapi sesaat kemudian mereka saling memandang lalu berteriak riang. "Shopping time!!!" Seru mereka kompak. * Tak butuh lama, sepulang sekolah mereka bertiga mengajak Delota untuk belanja. Oh tidak, tepatnya memaksa Delota untuk mentraktir belanja menggunakan black card tersebut. Tentu saja, dengan memakai kartu itu mereka bisa leluasa belanja di toko-toko merk terkenal. Oh, sungguh surga dunia. Dan dress mini berwarna hitam yang memamerkan bahunya itu terlihat sangat cocok dipakai Juliet. Tanpa malu-malu ia memakainya setelah dibayar oleh Delota berikut dengan tas bewarna silver yang menambah kesan sempurna pada penampilannya.
Begitu pula kedua temannya yang penampilannya tak kalah keren juga dengan Juliet. Entah sudah berapa banyak uang yang mereka bertiga habiskan dari kartu yang dimiliki Delota. Yang pasti barang yang dibeli bukanlah barang murahan. Dan sayangnya lagi, Delota tidak memiliki keberanian untuk memberontak. Ia hanya bisa menuruti permintaan mereka seperti pengasuhnya saja. "Astaga!" Kejut Juliet teringat sesuatu. "What's wrong?" Tanya Amanda yang sibuk memilah-milah pakaian yang masih ada di gantungan, sedangkan Hanah hanya memperhatikan Juliet. "Aku ada janji sama papi." Juliet memutuskan untuk mengakhiri semuanya. "Aku harus pergi, bye." Pamitnya keluar dari toko begitu saja tanpa mengucapkan terimakasih kepada Delota. * Turun dari taksi cepat-cepat Juliet menuju sebuah restoran dimana papi-nya sudah menunggu. Sembari berlari kecil ia menaiki beberapa anak tangga menuju pintu masuk restauran. Baru sampai didepan pintu, Juliet seakan terhipnotis seketika saat melihat seorang pria keluar dari sana. Entah kenapa melihat pria itu membuat seluruh saraf tubuh Juliet tak bergerak sama sekali kecuali matanya yang terpana oleh sesosok pria yang tak dikenal tersebut. Sementara pria itu begitu acuh ketika melewati Juliet. Seakan tidak memperdulikan sekitarnya. Dia terus saja berjalan bahkan tanpa melirik Juliet sedikitpun dan berlalu.
Sangking penasarannya, kepala Juliet menoleh kearah dimana pria itu berjalan sampai menuju mobilnya.
Who is he? Hatinya bertanya-tanya karena begitu terpesona pada pandangan pertama, seakan pria itu memiliki daya magnet yang mampu menarik Juliet dalam dekapannya. * Emmhh, belum genap satu bulan Delota sudah duduk di ruang bimbingan konseling dengan kondisi rambut cukup acak-acakan, dan rok yang panjangnya se-bawah paha terlihat kusut sedangkan bagian belakang hampir bolong karena kursi yang diduduki telah dilapisi lem. Untung saja tidak sampai tembus pandang. Tetapi tetap saja membuatnya malu, bahkan ia harus menutupi pantatnya dengan tas sembari jalan menuju ruangan tersebut. Seharusnya bukan hanya Delota yang dipanggil di ruang ini, tetapi Juliet dan teman-teman juga. Karena mereka lah yang membuat dirinya seperti ini. Sayangnya, tak ada satu pun yang membela Delota. Semuanya berpihak kepada tiga gadis menyebalkan itu dengan tuduhan menjambak dan menimpuk wajah Juliet dengan buku. Yah, memang benar begitu. Tetapi perbuatan Delota adalah salah satu bentuk dari pembelaan diri. Huufft, apalah daya. Tak ada satupun yang mau membantu menegakkan keadilan disini. Dan akhirnya, berakhirlah Delota di ruangan ini sendiri. Sementara di halaman sekolah, Hannah dan Amanda yang membantu merapikan dandanan Juliet, mereka berdua juga bersumpah serapah yang ditujukan untuk Delota. "Sepertinya kita harus tendang dia di sekolahan ini." Ketus Hannah. "Iya. Dengan adanya dia disini membuat reputasi sekolah kita turun." Timbal Amanda. "Yah... Meskipun dia memiliki black card yang entah berantah dapat dari mana anak yatim itu." Bibirnya sedikit mencibir karena tak menyangka anak panti memiliki kartu yang dimiliki maminya juga. "Kita harus buat perhitungan sama dia." Lanjut Juliet. "Kita kerahkan semua siswa sekolah ini dan..." Ia tidak melanjutkan lagi ucapannya ketika melihat seseorang di halaman parkir sekolah. Bahkan Juliet sampai terbengong dengan jantung yang berpacu kencang melihat pria itu berjalan mengarah kearahnya.
Dia...? Juliet yakin, pria itu adalah pria yang sama tempo hari yang tak sengaja berpapasan didepan restoran. "Juliet?!" Tegur Hannah dengan nada cukup kencang sehingga membubarkan alam bawah Juliet yang sedang terpesona. "Emh, ya?" "Kamu kenapa? Tiba-tiba berhenti bicara." Sahut Amanda. Sementara mata Juliet tidak fokus pada mereka berdua, ia justru memperhatikan pria itu yang berjalan begitu cool-nya disana dan lagi-lagi melewati dirinya begitu saja tanpa melirik sedikit pun.
Mata Juliet seakan tak bisa lepas dari sesosok pria tersebut. Ditambah lagi aroma maskulin yang memanjakan hidungnya seakan lebih memperkuat daya tariknya. Cepat-cepat Juliet menyadarkan diri dan memutar otak agar menemukan cara bisa berbicara dengan pria itu. "Kalian kembali lah ke kelas duluan. Ada sesuatu yang harus aku lakukan." Semangatnya seketika pergi begitu saja walaupun teman-temannya tidak setuju. Juliet berlari mengejar pria itu dan berusaha menghentikan langkahnya. "Hei, hallo!! Permisi!" Serunya kemudian berhasil menghentikan pria tersebut. Dengan napas yang lumayan ngos-ngosan, ia tetap berusaha menunjukkan senyum manisnya. "Wait. Aku atur napas dulu." Ucap Juliet meminta waktu sebentar yang sebenarnya bukan napas yang diatur tapi jantungnya yang berdetak tidak aturan. Setelah beberapa saat kemudian, barulah Juliet membuka pembicaraan. "Apa anda ada perlu?" Tanyanya. Pria itu tidak langsung menjawab, ia justru memperhatikan gadis didepannya ini dari bawah sampai atas. Cantik. Tentu, Derrick adalah pria normal yang tahu barang bagus. "Apa anda murid baru disini?" Pertanyaan konyol Juliet membuat pria itu menatap aneh dengan satu alis terangkat. "Apa aku terlalu cukup muda untuk sekolah lagi?" Jawab Derrick malah semakin membuat Juliet meleleh setengah hati dengan suara dingin itu. "Tentu saja. You look so hot." Ceplos Juliet langsung terbelalak dan menutup bibirnya dengan kedua tangan rapat-rapat. "Excuse me??" Derrick mengerutkan kening untuk meyakinkan diri bahwa yang didengar tadi bukan kata 'hot' yang ditujukan pada dirinya. Juliet yang begitu malu langsung geleng-geleng kepala. Betapa bodoh dirinya. Bisa-bisanya ia mengatakan hal semacam itu kepada pria yang tidak dikenal. Karena dirasa menanggapi gadis ini justru membuang-buang waktu, Derrick pun memutuskan untuk pergi. Sayangnya baru saja satu langkah, Juliet menahan lengannya. "Saya bisa mengantar anda ke tempat yang anda inginkan." Tawar gadis cantik ini kemudian melepas tangannya yang memegang lengan pria itu tanpa permisi. Derrick rasa tidak perlu, dan berniat menolaknya tetapi sepertinya gadis ini begitu bersemangat. "Anda mau kemana?" Tanyanya begitu menggebu-gebu. Sesaat suasana menjadi hening. Kemudian Derrick pun menghela napas lalu menjawab. "Ke ruang bimbi-" "Ok lewat sini." Potong Juliet yang kemudian mengarahkan ke jalan yang salah. Sesaat Derrick melihat arah lainnya kemudian mengikuti gadis itu. Mereka berdua pun berjalan beriringan. Dengan hati yang berbunga-bunga, Juliet tak henti-hentinya tersenyum disana. Bahkan ia terlihat tersipu malu berjalan berdua seperti ini, padahal Derrick disebelahnya sama sekali tidak menghiraukannya. Ia hanya diam mengikuti langkah Juliet. "Kenalin, namaku Juliet." Dengan senyum termanisnya, ia menoleh kearah Derrick yang hanya mengangguk sekali padanya. Tetapi tidak membuat Juliet patah semangat. "Nama anda siapa?" Melihat gadis itu sepertinya sangat percaya diri, tetapi Derrick tidak menjawab pertanyaannya. Ia hanya menatap sekilas kemudian kembali melihat kearah depan. Bukannya membawa Derrick ke ruangan yang dituju, Juliet justru membawanya ke lorong Mading yang mana disana banyak sekali foto-foto dirinya yang terpajang disana. Dari sebagai gadis terpopuler, kemudian menjuarai dance antar sekolah, memenangkan lomba cerdas cermat juga dan banyak lagi foto lainnya. Tak memungkiri, Derrick pasti melihat semua itu dan membuatnya berkomentar. "Gadis populer di sekolah, huh?" Ucapnya melempar pandang kearah Juliet yang terlihat bangga. "Lalu, apa maksud kamu membawa ku kesini?" Tanya Derrick membuat Juliet mati kutu dan tidak bisa menjawab kecuali dengan pipi tomat di paras cantiknya. Melihat tak ada respon lagi dari gadis ini, Derrick pun berkata. "Sudah cukup bermainnya. Kembali lah ke kelas. Aku tahu kemana aku harus pergi." Derrick berbalik badan kemudian beranjak pergi. Sedangkan Juliet menghempaskan rambut panjangnya sembari menatap kepergian pria yang belum tahu siapa namanya. Sepertinya ia harus berusaha lebih keras lagi untuk mengenal lebih dalam pria misterius itu. Tapi kapan bisa bertemu lagi? Huufft.
Obrigado
Apoie o autor para lhe trazer histórias maravilhosas
good novel
12/08
0Bagus👍
14/05
0keren
02/04
0Ver Todos