logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Pemberian Tetangga

Pandemi masih berlangsung begitu
pula kemiskinan yang mendera Laila dan Ibunya yang seorang pemulung botol bekas.
Dia berjalan mengelilingi kompleks perumahan yang tidak begitu jauh dari rumahnya. Ketika usia tujuh belas disandingkan dengan kata sweet, maka berbeda bagi gadis itu.
Semua warga kompleks mengenal mereka karena warga selalu memberikan bantuan terutama pada bulan suci yang penuh berkah.
Gadis itu cukup manis hanya saja dia jarang sekali tersenyum. Ibunya hanya memiliki beras satu liter untuk dimasak tanpa lauk. Beruntung tetangganya yang baik terkadang memberinya lauk terutama pada bulan suci, banyak kiriman makanan dari warga kompleks.
Rasa senang juga terkadang sedih sering dialami mereka. Meskipun orang-orang tampak dermawan namun lisan nyatanya acapkali menyinggung perihal kemiskinan yang mendera mereka.
Sang Ayah yang baru saja meninggal seolah hanya sebuah mimpi yang tidak pernah mereka duga. Meskipun Ibunya percaya akan ketetapan Illahi namun rasanya sungguh terasa berat.
"Besok pagi Ibu bantu mencuci baju Bu Seno di kompleks, kamu harus cari botol, ya, Nak."
Laila mengangguk.
"Tidur sianglah dan jangan lupa kamu harus membersihkan botol-botol tadi yang kita ambil dari tempat sampah, karena Pak Salim selalu ingin botol itu dalam keadaan bersih."
"Iya, aku akan segera mencucinya, aku lapar mau masak mie instan dulu."
*****
Beberapa orang memberikan bingkisan berupa buah-buahan dan kue kering, meski lebaran masih lama.
Salah seorang wanita cantik dan gemuk tersenyum sambil menyodorkan sebuah amplop.
"Ini, ada sedikit rejeki buat Ibu Salimah, dari warga blok D, mohon diterima dan semoga bisa bermanfaat apalagi kondisi sekarang masih pandemi jadi ya harus bisa digunakan sebaik mungkin."
Salimah tersenyum sambil mengucapkan terima kasih.
Salah seorang wanita yang duduk dekatnya ikut menimpali.
"Iya, jangan boros-boros harus bisa ngatur, jangan sampai uang untuk makan digunakan untuk beli barang yang tidak bermanfaat."
Salimah mengangguk.
"Semoga kalian selalu diberi kesehatan dan rejeki. Terima kasih Ibu-ibu."
"Baiklah, Bu Salimah, kami pamit dulu, mau ada acara arisan."
"Iya, silakan, terima kasih sekali lagi atas kebaikan Ibu-Ibu sekalian."
*****
Laila menghampiri Ibunya.
"Mereka memberi tapi mulutnya mencibir!"
Salimah terdiam kemudian dia membuka bingkisan berisikan kue kering.
Ibunya meneliti tanggal kadaluarsa. Dan dia menemukan tanggal yang sudah berlalu. Kue tersebut sudah basi.
Laila melihat Ibunya terdiam mematung.
"Kenapa, Ibu pusing?"
"Ayo kita buang dan hancurkan lagi kue ini."
"Mereka lagi-lagi kirim kue kadaluarsa, semoga mereka mendapat balasan serupa!"
"Jangan menyumpahi mereka, sama saja dengan menyumpahi diri sendiri."
"Habis mereka kebiasaan, masak enggak ngecek tanggal kadaluarsa, masak begitu terus, mereka itu belinya di mana sih, kok udah tiga kali ngasih kue kadal!"
"Sabar, perbuatan baik atau buruk pasti akan kembali pada diri sendiri."
Laila langsung menuju ke luar dan memastikan tidak ada orang yang melihatnya membuang makanan.
*****
"Kita nanti sahur pertama, besok sama mie goreng pakai sayur saja ya, biar enggak panas perut saat puasa."
"Iya, terserah Ibu saja."
Limo juga ikut mengangguk dan segera menuju kamarnya.
Anak itu merebahkan tubuhnya dan menatap langit-langit kamar.
Laila membaca buku kesukaannya "The Surut Lake".
Dengan bacaan itu dia bisa sedikit rileks karena merasa jengkel terhadap perlakuan warga kompleks tadi siang. Bagi dirinya meski tidak semua warga seperti itu, tapi dia kadung membenci penghuni kompleks tersebut.
Lihat saja, suatu saat Allah akan balas perlakuan kalian yang buruk pada kami.
******
Sebelum tidur dia mengingat perkataan salah satu warga saat Ibu membantu di rumahnya.
"Bu Salimah emang enggak pernah salat, kok pergi memulung jam empat pagi?"
Laila yang kala itu ikut membantu merasa jengkel tapi dia menahan diri karena Ibunya terlihat santai dan menjawab dengan santun.
"Saya mampir ke masjid, lalu salat di sana, saya juga bawa mukena dari rumah."
"Oh, iya, padahal enggak usah pakai mukena, pakai syar'i jadi enggak berat harus bawa mukena."
"Enggak berat, Bu, yang berat itu bawaan karung saya."
Ibu tersebut langsung terdiam dan pamit kembali ke kamarnya.
Laila menangis mengingat banyak hal yang sering menimpa mereka. Nyatanya bukanlah kemiskinan yang membuat susah hati namun lisan yang buruklah yang menyesakkan dada.
*******
Pagi sekitar pukul sembilan ....
Guru Limo mendatangi rumahnya sambil membawa makanan untuk dirinya.
Limo senang sekaligus malu kalau ada gurunya tersebut. Selain baik juga ramah.
Kebetulan Laila sedang berada di rumah saat itu.
"Maaf, cuma air teh saja, silakan, Bu."
"Terima kasih Laila, oh ya, ini tugas untuk seminggu, biar Limo enggak bolak-balik ke rumah, suruh dia selesaikan semua, biar dia juga cepat hapal untuk ulangan nanti."
"Iya, terima kasih, maaf merepotkan."
"Tidak apa-apa, dan ini ada makanan juga vitamin biar dia sehat terus."
Laila tersenyum dan mengucapkan terima kasih berulang kali. Meski pun gurunya Limo non muslim tetapi dia selalu memperhatikan anak didiknya yang sudah terbiasa berpuasa. Dia sengaja mendatangi rumahnya karena khawatir Limo akan kelelahan saat mendatangi rumahnya dalam keadaan puasa nanti.
Limo senang mendapat makanan dari gurunya yang baik tersebut dan segera menyimpannya untuk berbuka nanti.
"Kamu dengar, tadi apa kata Bu guru?"
"Iya, nanti aku kerjakan, gampang kok, he-he."
"Ya sudah, kakak mau cari kerjaan lagi, kamu jangan ke mana-mana ya!"
"Iya, kakak, jangan marah dong, aku 'kan selalu main dekat rumah."
"Iya, tapi kamu pernah waktu itu main ke kebun singkong Pak Umar, itu 'kan jauh."
"Iya, itu aku diajak Fandi main di sana."
"Awas ya kalau dia datang terus ngajak main jauh lagi, kakak bakal kurung kamu di rumah kosong dekat pos ronda!"
"Ih, jahat banget kakak!"
Laila tertawa mendengar adiknya marah.
Limo memonyongkan bibirnya sambil melihat buku tugas dari gurunya.
*****
Sore hari sang Ibu sudah kembali ke rumah sambil membawa sayuran.
Salimah memanggil Laila agar segera memasak untuk berbuka nanti.
"Tahu sama daun sosin saja?"
"Iya, nanti malam Ibu masak kentang saja, nanti buka seadanya saja. Oh, ya itu kue dari siapa?"
"Oh, pagi ada gurunya Limo datang kasih tugas dan bawain dia makanan."
"Oh, syukur alhamdulillah. Dia guru yang baik."
"Iya, suka ngasih makanan."
"Nanti kalau ada rejeki kita buatkan makanan untuk Bu guru, dia selalu baik sama kita."
"Katanya sih ke semua orang baik, makanya dia juga suka diberi makanan sama orang lain, aku denger tuh waktu ambil rapot kelas satu dulu."
"Oh, gitu ya, baiklah mudah-mudahan besok kita bisa dapat botol yang banyak, nanti nanti Pagi jam delapan bantu Ibu beresin rumah Bu Ambar di Blok C."
"Iya, nanti aku nyusul aja, mau bantu Limo biar dia ngerjain tugas pertama karena gurunya kasih tugas untuk seminggu. Biar cepat selesai juga sih."
"Ya sudah, Ibu mau mandi dulu deh."
*****
Ketiganya makan dengan makanan seadanya.
"Kita tarawih pertama di masjid?" Tanya Laila pada sang Ibu.
"Enggak, Ibu capek kalian saja yang ke sana."
"Enggak jadi deh, aku malas nanti ketemu Ibu-Ibu blok D."
"Kamu enggak boleh begitu, sana salat."
"Enggak jadi deh, 'kan masih pandemi, pasti banyak yang salat. Sendiri aja deh," ujar Laila menambahkan.
"Terserah deh," timpal sang ibu yang sedang duduk berselonjor.

Comentário do Livro (24)

  • avatar
    MaulanaFiki

    bocil ml

    20/07

      0
  • avatar
    RamajbStok

    kawin dan buka LG g flex dan aku

    07/06

      0
  • avatar
    MaulanaRangga Lintan

    mantap

    31/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes