logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Jadi Istriku

Pagi ini, Leon bangun lebih awal. Ia hendak mengantar Naya ke pasar dikarenakan Rendy masih tertidur selepas jaga malam.
"Tante, aku yang pergi ke pasar ya?" ucap Celine saat Naya baru saja hendak naik di boncengan sepeda motor milik Rendy.
"Benar kamu yang mau ke pasar?" tanya Naya sedikit tidak percaya.
Naya tahu, Celine adalah gadis yang manja. Ia adalah anak kesayangan dari kedua orang tuanya. Naya tak yakin Celine bisa berbelanja dengan baik.
"Benar, Tante. Aku bisa kok belanja."
"Ayolah, Ma. Kita jalan, tidak usah pedulikan dia. Aku tidak mau ke pasar sama Celine. Nanti merepotkan." Leon mulai protes.
"Kita buktiin, Leon. Aku bisa berbelanja. Kamu pasti tercengang melihat kepintaranku menawar harga!" ucap Celine yakin.
"Ya sudah, daripada berdebat panjang lebar, keburu siang. Celine, tante ijinkan kamu yang ke pasar bareng Leon," ucap Naya seraya memberikan tas jinjing pada Celine.
"Ma ... kalau gitu Mama aja yang ke pasar sama Celine. Aku ga mau!" Leon kembali protes.
"Dihh ... kenapa sih? Harusnya kamu bangga dong ya, nganterin cewek cantik gini ke pasar," ucap Celine penuh percaya diri. Gadis itu sudah naik ke jok motor di belakang Leon dan memeluk pinggang Leon posesif seraya terkekeh.
Sementara itu Naya tampak mengulum senyum menyaksikan pemandangan romantis di depannya. "Dita, sepertinya perjodohan ini akan berhasil," gumamnya dalam hati mengenang sang sahabat.
Celine dan Leon sampai di pasar. Pasar tampak begitu ramai. Beberapa pedagang terlihat sibuk melayani pembeli. Mata Celine tertuju pada sebuah warung yang terlihat lenggang. Namun, jelas apa yang dijual tampak beraneka ragam.
Gadis itu menarik tangan Leon dengan cepat. Memaksanya melangkah menuju warung yang ia pandang sedari tadi. Leon kaget, ia tak siap dengan tarikan tangan Celine yang begitu tiba-tiba membuatnya tersandung dan hampir terjatuh.
"Gila! Kamu kalau mau jalan kasi kode kah!" teriaknya pada Celine.
"Cowok kok kagetan gitu, udah ah ... ayo jalan ke sana!" tukas Celine yang menghentikan langkahnya sejenak lalu menoleh Leon dan menunjuk ke arah warung.
"Iya, iya, tapi pelan-pelan. Warungnya ga lari kok!" ucap Leon tak mau kalah.
Leon dan Celine sudah berdiri diantara pembeli. Keduanya memperhatikan secara bergantian beberapa bahan pangan yang disediakan oleh pedagang.
"Leon ya? Anaknya bu Naya yang suaminya polisi itu kan?" tanya penjual pada Leon.
"Benar, Bu," jawab Leon singkat.
"Wah ... kapan pulangnya? Bukannya lagi kuliah di Jakarta ya?"
"Lagi liburan, Bu."
"Eh ... ada Leon." Seorang gadis menyapa Leon seraya tersenyum lebar padanya.
"Hai, Lina. Apa kabar?" Leon melambaikan tangannya pada gadis itu.
"Baik, kamu gimana? Makin ganteng aja nih sejak jadi anak Jakarta." Lina memuji Leon.
"Kamu bisa aja deh!"
Celine tampak kesal, ia tak henti-hentinya memperhatikan Leon dan Lina yang asik mengobrol. Tangannya mengepal, dadanya bergemuruh, ada rasa tak suka yang timbul begitu saja.
"Leon! Kamu mau belanja apa ngobrol?" Celine mencubit lengan Leon.
"Auuuww ... apaan sih, ya sudah, kamu pilih-pilih. Mau beli apa? Bukannya tadi kamu yang maksa mau ke pasar!" ucap Leon seraya mengusap lengannya yang memerah akibat cubitan Celine.
"Dia siapa, Leon?" tanya Lina.
Lina adalah anak dari pemilik warung. Gadis itu dulu adalah teman SMA Leon. Mereka sudah berada dalam sekolah yang sama sejak duduk di bangku SMP.
"Aku calon istri Leon!" Celine malah menjawab dengan antusias.
"Hahaha ... hahahah ... sejak kapan kamu sepercaya diri itu mengaku sebagai calon istriku?" tanya Leon seraya terkekeh geli mendengar jawaban Celine.
"Lupakan!"
Celine mulai fokus, sibuk memilih beberapa sayur mayur, juga membeli ikan asin. Gadis itu merindukan abon ikan asin buatan sang mama.
"Berapa semua, Bu?" tanya Celine kepada penjual.
"150 ribu."
"Apa? Cuma beli begini saja 150 ribu?" pekik Celine kaget.
Leon bergegas menutup mulut Celine. Ia tak menyangka jika Celine akan se' terkejut itu mendengar harga yang disebutkan ibu Nunuk.
"Maaf, Bu. Dia baru di sini, jadi belum begitu bisa menyesuaikan diri dengan harga-harga di sini." ucap Leon pada penjual.
"Tidak apa-apa."
Sementara itu Celine berusaha melepaskan bungkaman tangan Leon dari mulutnya, ia meracau tak jelas. Leon membayar lalu bergegas menarik tangan Celine untuk pulang.
"Terima kasih, Bu!" teriak Leon seraya melangkah bersama Celine.
"Mahal amat sih! Cuma belanja segitu aja sampai habis 150 ribu. Kalau di Medan itu paling cuma 50 ribu aja!" Celine masih menggerutu.
"Tidak usah protes, Celine. Bayar juga pake uang mama," jawab Leon yang masih fokus mengendarai sepeda motornya.
Celine merengut, mereka telah sampai di rumah dan langsung menemui Naya yang sudah sibuk di dapur.
"Kenapa cemberut, Celine?" tany Naya seraya mengiris bawang.
"Tante, Celine beli begini saja kok mahal sekali sih?" tanya Celine seraya menyerahkan tas anyaman yang penuh dengan belanjaan.
Naya tersenyum mendengar ucapan Celine. Wanita itu menghentikan sejenak aktifitasnya lalu menatap lekat gadis manis di sebelahnya. "Celine, di sini memang serba mahal. Jadi, kamu jangan kaget."
"Dua kali lipat, Tante."
"Sudah ... ga usah dipikirin. Sekarang bantu tante masak ya?"
"Oke!"
Sarapan telah siap. Meja makan dipenuhi beraneka ragam hidangan yang menggugah selera. Celine sudah terlihat cantik, begitu pula dengan Leon yang sudah selesai dengan rutinitas paginya. Rendy dan Naya pun sama, keduanya sudah duduk di meja makan, disusul Celine dan Leon.
"Celine, hari ini jadi mau ke makam kedua orang tua kamu?" tanya Rendy, Papa Leon.
"Jadi, Om," jawab Celine singkat.
"Leon, antarkan Celine. Pakai sepeda motor papa. Sepeda motormu sudah diambil orang bengkel tadi pagi untuk diganti bannya."
"Iyo, Pa."
"Koe jang iyo iyo saja, Leon!" Naya menatap tajam anak semata wayangnya.
"Mama yo ... sa salah apa lagi kah?"
"Ikhlas ka ti?"
"Ikhlas, Ma."
Rendy dan Naya duduk di ruang utama seraya menonton televisi, sedangkan Leon dan Celine sudah melangkah ke luar rumah untuk pergi ke makam kedua orang tua Celine. Tak ada yang mengeluarkan sepatah kata pun dari keduanya. Mereka sama-sama diam membisu.
"Celine, kamu beneran mau jadi istriku?"
"Aku sudah punya pacar, Leon."
"Tadi di pasar?"
"Cuma omong kosong!"
"Ihh ... dasar ya, su pintar tipu!" pekik Leon.
"Apa kamu bilang? Kamu bilang aku penipu?" Dada Celine bergemuruh, ia tidak terima dengan ucapan Leon.
Beberapa kali gadis itu memukul pundak Leon yang tengah fokus mengendarai sepeda motor, sementara itu Leon berusaha mengelak pukulan Celine yang bisa dibilang lumayan membuat pedih.
"Sakit, Celine. Hentikan!"
Brukkk!! Karena hujan semalam membuat jalan basah dan merubah tanah menjadi lumpur yang cukup dalam. Leon susah menjaga keseimbangan, mereka jatuh terperosok. Tak bisa dielakkan, keduanya pun mandi lumpur.
"Leooonnnnnn!!" teriak Celine.

Comentário do Livro (130)

  • avatar
    RahmatianiNaila

    sangat baguss👍

    20d

      0
  • avatar
    KmuuuSayang

    asli

    26d

      0
  • avatar
    CeesRa

    sangat seru

    19/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes