logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

BAB 5

18.00
Karena hari ini Luna mulai bekerja jam 13.00 maka ia akan pulang di jam 18.00. Dan sekarang shif kerjanya sudah selesai. Tidak jarang juga biasanya Luna pulang jam 22.00 bersamaan tutupnya coffee shop tersebut jika ia sedang ada kuliah siang atau sore. Setelah dirasa semua beres, Luna pun bergegas pulang dengan jalan kaki lagi, sebenarnya hampir setiap hari juga Luna ditawarkan Bu Laras untuk diantar, tapi Luna menolak. Rasanya, bisa bekerja disini dengan bebas mengatur jamnya sendiri saja sudah sangat membuat Luna tidak enak. Belum lagi kebaikan – kebaikan lain yang ia terima dari Bu Laras.
Belum juga satu menit ia menempuh perjalanan pulang, Luna sudah dikagetkan dengan suara klakson motor yang berbunyi 3 kali secara beruntun dengan keras. Dengan mata yang masih menyesuaikan cahaya motor yang terang di suasana gelapnya malam itu, Luna menyadari ada sebuah motor menepi dan mendekat ke arahnya
“Jalan tuh kepala ngadep depan bukan bawah, emangnya mata kamu pindah ke ubun – ubun apa”
Teriak seorang lelaki dari atas motor tersebut yang sudah berada tepat di samping Luna berdiri.
“Juan” seru Luna dengan senyum bahagianya melihat siapa yang ada di hadapannya sekarang. Tapi tak lama senyumnya tiba-tiba menghilang bergantikan raut wajah bingung.
“Kok kamu disini sih?” tanya Luna dengan lugu. Sekarang senyum Juan yang luntur.
“Bukannya bilang kangen atau apa, malah ditanya gitu. Keseringan ngelamun sih kamu tuh sama keseringan nahan laper jadinya kurang asupan otak kamu sampe jadi lupa kali ya aku itu pacar kamu”
Gerutu Juan pada Luna yang hanya membalasnya dengan gelak tawa kecil.
“Yaudah ayo naik” Ajak Juan menunjuk ke arah belakang motornya. Luna mengangguk setuju dan mengikuti ajakan Juan.
Sepanjang jalan, ada saja yang mereka bicarakan sambil disisipi sedikit gelak tawa di tengahnya. Untuk sesaat Luna terdiam menoleh sekitar jalan yang ia rasa aneh.
“Ehh kok gak belok sih malah lurus, rumah aku disana. Kamu mau kemana ini” Tanya Luna sedikit panik.
“Ck apaan sih. Kayak mau diculik aja, kita mau pergi makan dulu baru kamu boleh pulang” kata Juan menjawab.
Kurang dari 10 menit. Motor Juan sudah sampai membawa mereka ke sebuah warung tenda seafood yang memang sudah menjadi langganan mereka sejak SMA.
“Kayak biasa bang” ucap Juan yang langsung diangguki oleh si penjual. Juan kemudian menyusul Luna yang sudah duduk terlebih dahulu. Tak lama kemudian, makanan yang Juan pesan tiba. Selama makan, mereka tidak banyak bicara. Selesai makan pun Luna langsung mengajak untuk pulang. Juan mengerti, mungkin kekasihnya itu sudah lelah dengan kegiatannya hari ini.
Luna sadar akan sesuatu, ia bisa merasakan bahwa ada hal mengganjal dari Juan yang tampak sedang memendam sesuatu.
“Ada yang mau kamu bilang?” tanya Luna pada Juan yang sudah menaiki motornya yang belum menyala.
Juan masih tampak berpikir. Luna juga hanya diam menunggu.
“Juan?” Kata Luna lagi mencoba meretas keheningan antara mereka.
“Ck kalo gak ada yang mau dibilang atau belum mau kamu bilang yaudah anterin aku pulang aja dulu ya, udah lumayan ngantuk ini apalagi perut udah kenyang hihi” kata Luna sambil sedikit tertawa.
“Keluar dari neraka yang kamu sebut rumah itu Lun” suara Juan dengan serius tiba-tiba terdengar dan menghentikan langkah Luna untuk naik ke jok belakang motor Juan. Luna maju lagi sedikit untuk dapat kembali melihat wajah Juan yang sorot matanya tampak serius bercampur sedih dan amarah.
“Aku rasa kita bukan gak pernah deh ngebahas tentang ini” Jawabnya.
“Ya, dan selalu gak berakhir dengan yang aku mau” Kata Juan semakin serius.
“Dan gak selalu yang kamu mau itu terjadi”
Juan tersenyum sinis dengan menggoyangkan kepalanya acuh pada Luna.
“Terlalu banyak” sepotong kalimat Luna yang membuat mata Juan kembali padanya.
“Terlalu banyak alasan untuk aku bertahan disana. Ini bukan cuma tentang tempat tinggal Juan, ini tentang arti rumah yang sebenarnya, mereka adalah keluarga aku… orang tua aku… adik aku. 7 tahun yang aku lalui ini gak akan cukup dan gak akan bisa buat aku lupa dengan indahnya 15 tahun sebelumnya dari Ayah Bunda. Lagi pula masih ada Yana yang peduli dengan aku disana. Apapun yang terjadi aku harus cari tau apa penyebab berubahnya Ayah dan juga Bunda” tambah Luna yang tengah mencoba kembali meyakinkan Juan.
Ya. Juan tau itu, bukan sekali, dua kali, atau tiga kali Juan mendengar alasan seperti yang baru saja Luna tuturkan. Namun nurani dan kasih sayangnya membuat Juan tetap saja tidak rela melihat Luna terus menderita oleh kedua orang tuanya sendiri atas sesuatu yang seperti tanpa ada sebabnya, lalu ia hanya bisa berdiam diri saja begitu? Oh, memikirkan itu kepala Juan rasanya memanas. Menarik nafas dalam dan mencoba tenang, Juan lalu bicara.
“Oke, aku ngerti dan aku tau itu. Tapi tolong, setidaknya biarkan aku sedikit bantu kamu, kenapa kamu gak pernah mau terima uang dari aku? Tolong biarkan aku sedikit merasa berguna untuk kamu di saat seperti ini”
“Siapa yang bilang kamu gak berguna. Enak aja, kamu ada disini, di depan aku dalam keadaan sehat, selamat, dan ganteng (dengan wajah senyum menggoda) itu tuh udah berharga banget untuk aku” Kata Luna mencoba menghibur.
Tapi sepertinya tidak berhasil, air muka Juan masih belum berubah membuah Luna mendesah lelah.
“Bantu itu gak melulu tentang materi, aku serius saat bilang kehadiran kamu itu juga jauh lebih penting. Terus di samping aku dan dukung aku, itu adalah pertolongan yang luar biasa buat aku Juan. Kalau memang aku butuh sesuatu aku pasti bilang, tapi untuk saat ini aku masih bisa mengatasinya sendiri. Jangan merasa rendah dan bersalah atas hal – hal yang sebenarnya gak terjadi. Yang paling penting itu kan aku baik – baik aja. Iya kan?” tutur Luna mencoba memancing Juan untuk bicara.
Tapi Juan masih terdiam.
Luna kemudian berjalan menuju jok belakang motor Juan dan menaikinya.
“Daripada kamu diam mulu muka kusut begitu, aku kayak ngomong sama angina mending anterin aku pulang aja deh udah” katanya sambil mencoba menaiki motor Juan
“Ayok, ngantuk beneran ini, capek. Katanya mau nolongin, ya ayok anterin pulang, ketiduran disini loh aku entar” Ucap Luna lagi sambil menepuk kecil bahu Juan di depannya.
Menghela nafas malas, Juan pun tanpa bersuara mulai mengenakan helmnya kemdian menyalakan motor dan menjalankannya menuju rumah Luna. Rumah? Tidak! Juan muak menganggap tempat itu sebagai rumah bagi Luna.

Comentário do Livro (34)

  • avatar
    HongaRevanda

    sangat bagus

    16/08

      0
  • avatar
    Rangga Putra

    luar biasa

    02/08

      0
  • avatar
    dil666naon

    bagus

    29/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes