logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Status Hoaks

Itulah status yang aku kirim menggunakan akun Mas Adnan sambil kuberi gambar saat kami berlibur di Puncak.
.
.
Pagi hari ….
Semua berkumpul di meja makan untuk sarapan. Sebelum suamiku berangkat kerja, aku menunjukkan chat yang ada di ponsel Mas Adnan.
“Pa, ini chat dari siapa?” tanyaku padanya sembari menunjukkan chat antara dia dan Khamila. Sebenarnya aku tahu bahwa itu chat dari Khamila, tetapi aku pura -pura bertanya.
“Oh, itu chat dari istrinya Si Burhan,” balas suamiku sambi menikmati sarapan pagi.
“Kenapa diladenin sih, Pa,” ucapku kesal.
“Apa-apaan sih, Ma, itukan chat lama,” elak suamiku sambil mengunyah nasi goreng.
“Iya, tapi ngapain Papa ngeladenin dia, diakan udah bersuami,” jawabku sewot.
“Papa tahu, tapi apa salahnya kalau Papa bantu.”
“Kok setiap hari sih, Pa,” cecarku penasaran karena memang hampir setiap hari nebeng.
“Iya memang setiap hari karena arahnya sama dengan arah tempat kerja Papa. Suaminya tahu, kok.”
Oalah, lha kenapa dia posting di facebooknya seperti itu? Apakah suaminya tidak membaca? Wah, dasar wanita gatel.
“Lha itu pas dia minta bareng sama pulangnya, itu pas dari mana, Pa?”
Aku masih penasaran, akan kucecar terus Mas Adnan hingga aku tahu masalahnya. Sejauh ini aku percaya dengan lelakinyang sudah menikahi tujuh tahun lebih itu.
“Owh, itu,” jawab lelaki tampan yang kini menjadi pendamping hidupku, lalu menyesap kopi susu di hadapannya seusai makan.
“Dia itu habis dari rumah saudaranya, kebetulan rumahnya dekat dengan kantor Papa, lalu dia nebeng,” lanjutnya.
“Lha itu nebeng sama Papa tiap hari ke mana?” cecarku. Kukorek keterangan dari Mas Adnan. Awas kamu Khamila, bikin status hoax.
“Ya itu yang tadi Papa jelaskan. Tiap hari dia ke tempat saudaranya karena saudaranya itu habis lahiran. Saudaranya itu sendiri di rumah, suaminya kerja di luar negeri,” ungkap Suamiku.
Setelah itu dia berdiri dan mengambil tas yang telah aku sediakan serta bersiap ke kantor.
“Tunggu, Pa, kenapa dia tidak bareng sama suaminya? Lalu apakah Papa pernah beli bakso dengannya?”
Aku kembali bertanya pada Mas Adnan. Aku bertanya padanya sesuai dengan status di facebooknya Khamila.
“Nanya apaan sih, Ma, kayak gitu aja di tanyain.”
“Pa, ini terkait dengan statusnya Mama Azzah—Si Khamila itu. Setiap apapun, dia itu selalu update status termasuk ketika bareng sama Papa, termasuk ketika beli bakso,” jawabku kesal dan sedikit marah. Kulihat Mas Adnan kurang suka dengan pertanyaanku.
“Memang dia bikin status apa?”
“Dia bilang makasih atas traktirannya sembari mengupload foto bakso rudal,” ucapku ngegas.
Mas Adnan menggelengkan kepalanya, “Ya Allah, kayak gitu aja marah,” ucapnya.
“Ya iyalah, Pa, enak aja, makan bakso sama suami orang,” ujarku menahan emosi.
“Sini, deh, Papa jelasin. Memang iya Papa yang bayarin. Pas waktu itu dia nebeng Papa pulang dari rumah saudaranya, kebetulan di jalan, Si Azzah—anaknya itu minta dibelikan bakso. Dia bilang uangnya ketinggalan, ya sudah Papa bayarin.
Kenapa dia selalu nebeng sama Papa, karena arah tempat kerja Pak Burhan—suaminya Khamila itu berlawanan dengan rumah sudaranya, jelas?”
Wah, berarti memang Si Khamila-nya saja yang kegatelan. Kurang ajar sekali dia, sudah bikin status tidak jelas. Awas kamu, akan kubalas.
“Udah, ya, Papa berangkat,” pamit suamiku dengan buru-buru.
“Eh, Pa, tunggu!” cegahku.
“Ada apa lagi, sudah jelas, kan? Udah, ah, nanti Papa telat.”
“Itu, Pa, chat terkhir dari Khamila, katanya ia bilang terimakasih atas uangnya.”
“Ooo, itu? Itu Papa ngasih ke yayasan anak yatim. Katanya dia panitianya, dia ngajuin proposal,” ujar Mas Adnan sambil menggelengkan kepalanya. “Dasar wanita, mulutnya gak bisa dijaga. Sudah! Papa mau berangkat. Uh,” ujar Mas Adnan sedikit kesal. Mungkin karena kuinterogasi juga karena ulah Khamila yang setiap hari upload status di facebook. Akupun tersenyum lega mendengar pejelasan suamiku tercinta. Jadi, Khamila hanya mengada-ada dan cari sensasi. Aku di blokir agar tidak melihat statusnya yang mengada-ada itu, ha ha ha.
“Iya, Pa, hati-hati di jalan, ya.”
Aku menyalaminya dengan ta’zim, kucium punggung tangannya dan ia mencium keningku mesra.
Setelah mas Adnan ke kantor dan Adit—putraku berangkat sekolah, kubereskan semua piring kotor dan sisa sayur serta nasi yang ada di meja makan. Kucuci piring dan gelas bekas makan serta semua perkakas untuk memasak.
Hari ini rencanaya ada rapat emak-emak komplek sekaligus arisan RT. Acanya habis Dhuhur, jadi aku harus menyelesaikan semua pekerjaan rumahku. Aku orang yang tidak suka berantakan--ketika rumah aku tinggalkan, semua harus dalam keadaan rapi.
‘Ok, sebelum melakukan pekerjaan rutin, bikin status dulu, ah.
“Hoaks, jangan suka bikin hoaks, ya! Nanti kena akibatnya!.”
Bodo amat Si Khamila lihat statusku apa enggak, yang penting aku sudah lega.
Waktunya beberes.
Kali ini aku menyapu kemudian mengepel lantai dari lantai bawah sampai lantai atas. Rumahku memang besar dan lebar, tetapi aku kerjakan sendiri itung-itung olah raga. Sembari menyapu dan mengepel, aku mencuci pakaian dengan mesin cuci. Jadi dua pekerjaan dapat diselesaikan sekaligus.
Setelah beres mengepel lantai, aku lanjutkan mencuci pakaian yang tadi sudah aku masukkan ke mesin cuci. Mencuci dengan mesin cuci memang praktis, tinggal giling--langsung selesai dan sekaligus dikeringkan.
Setelah kujemur, aku langsung mandi. Hari ini aku tidak masak karena nanti ada arisan emak-emak. Biasanya dapat nasi kotak.
Sembari menunggu dhuhur, aku rebahan di ruang tengah sembari membuka chat whatsapp.
Rupanya banyak chat masuk, aku tidak sempat membukanya karena tadi sibuk urusan rumah tangga.
[Mama Adit, jangan lupa nanti ada arisan RT sekaligus meeting emak-emak komplek, datang, ya ….] Begitu isi chat Mama Ais—tetangga depan rumah.
[Ok] balasku.
Tak lupa aku membuka chat di WA grup emak-emak komplek yang chatnya sudah ratusan. ‘Waduh, manjatnya capek, nih,' batinku. Karena memang banyak sekali obrolan.
Aku scroll ke atas, rupanya ada chat dari Khamila—Mama Azzah.
[Emak-emak, jangan lupa nanti habis Duhur arisan serta meeting di tempat saya, ya]
‘Oalah, rupanya di tempat Khamila, to, bukankah kemarin katanya di rumah Mama Kinan? Tapi Kebetulan, aku pingin lihat kayak apa rumahnya, karena selama ini sombong sekali.’
[Ok] balas Mama Ais.
[Sediakan yang enak-enak ya, Ma,] balas Mama Kinan serta beberapa ibu-ibu yang lain.
Aku cukup nyimak saja.
Setelah itu, aku melihat-lihat story WA.
“Emak-emak cantik bin modis, nanti arisan di rumahku, ya.”
Itu status Khamila. ‘Rupanya nomerku sudah di buka blokirannya,' batinku.
“Sudah kinclong.”
Status selanjutnya sembari mengupload suasana di dalam rumahnya. Sepertinya di ruang tamu. Kulihat di gambar telah di gelar karpet bermotif batik membentang di ruangan yang kira-kira luasnya tiga kali lima. Jajanan kering telah tersaji di tengah karpet.
“Masih lebar rumahku,” ucapku lirih.
Aku teringat penjelasan Papa tadi, ternyata apa yang di posting Khamila itu hanya hoak. Mungkin ia hanya ingin mendapat pengakuan dari followernya, kasihan sekali, sampai segitunya ia membuat berita hoak.
“Bikin status, ah,” gumamku lirih.
Ku foto lantai ruang tamu yang tadi ku pel.
“Alhamdulillah, semua bersih dan rapi meski ruangannya lebar dan berlantai dua. Istri yang baik adalah yang selalu memperhatikan kebersihan rumahnya agar suami betah.”
Ku uplaod foto ruang tamu yang bersih dan kinclong dengan tatanan sofa manis berwarna krem berjajar rapi dan lemari hias yang di dalamnya terdapat hiasan-hiasan cantik serta koleksi piring serta gelas hias.
Hmmm.
Tak lama ada notifikasi masuk dengan balasan chat atas statusku di story WA.
[Mantul] Dari Mama Ais.
[Wauw] Dari Mama Kinan.
[Tidak ada yang mampu menandingi Mama Adit] Balas Mama Rena.
Aku tersenyum sendiri membaca balasan mereka lalu ku balas satu per satu.
[Terimakasih, say]
Sudah jam setengah satu, aku harus bersiap.
Sebelum aku melangkah ke kamar untuk berganti pakaian, aku lihat kembali story WA.
Hehe, sudah ada dua puluh lima orang yang melihat statusku termasuk Mama Azzah.
Eh, dia bikin status baru.
“Sombong dan suka pamer itu nggak baik, ya.”
Begitu statusnya Khamila, akupun tertawa terbahak-bahak.
‘Hoy, itu, kan kamu!’ batinku.
Udah, ah, ngeladeni dia tidak ada habisnya, tetapi aku ingin membalas setiap statusnya karena memang dia itu menyebalkan. Apalagi kemarin bikin status yang melibatkan suamiku. Bikin gara-gara saja sama aku. Awas!
================

Comentário do Livro (23)

  • avatar
    HitamPellar

    setelah saya mengunduh aplikasi ini saya bisa mendapatkan uang dan saya lebih rajin lagi membacanya

    27/06

      0
  • avatar
    TasyaAnnass

    bagusssssssss

    17/06

      0
  • avatar
    Irham Jihh

    500

    13/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes