logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Pengobat Rindu

“Ye…, yang punya istri idaman, selalu dibuatkan bekal makan siang. Mana masakannya enak lagi,” ucap Andi teman Akrab Dzaki semenjak pindah ke kota.
“Udah cantik, soleha, pintar masak, beruntung banget sih lho bro dapat istri kayak Syifa.” Puji Andi karena ia pernah melihat Syifa ketika menjemput berkas ke kontrakan Dzaki.
“Dasar teman gak ada akhlak lho Ndi, masak istri teman sendiri lho perhatiin, nikah sono biar merhatiin istri sendiri,” ucap teman kerja Dzaki yang lain.
“Cari jodoh itu gak gampang, harus jelas bibit, bobot serta bebetnya, iya gak Zak. Tapi kalau ada perempuan satu lagi kayak Syifa aku sih mau nikahin dia, adeknya si Syifa ada gak bro.” Andi menatap Dzaki dengan serius.
“Lho tu ya bikin gue kesel aja, yang seperti Syifa itu gak ada, dia juga putri tunggal, lho mau nikung gue ya?,” ucap Dzaki sambil memukul kepala Dzaki.
“Ya… awas aja Zak, si Andi kan bujang lapuk, jagain istrimu nanti beneran ditikung sama dia.”
“Ya… kalau Dzaki sia-siain perempuan kayak si Syifa, dengan 100% aku tu siap menggantikan posisinya,” Andi memperlihatkan wajah seriusnya.
“Udah-udah gak usah godain si Dzaki terus, nanti dia ngambek dan besok gak masuk kerja,” goda temannya yang lain.
“Emang gue cewek pake ngambek segala?,” ucap Dzaki sewot.
Dalam hati Dzaki membenarkan semua perkataan Andi, Syifa adalah perempuan yang cantik, rajin dan soleha. Ia begitu bodoh menyia-nyiakan bidadari yang ada di sampingnya. Hampir dua tahun ia menyia-nyiakan wanita sebaik Syifa.
Dzaki sudah menyadari bahwa dia sudah jatuh cinta pada istrinya, ia tidak mau kehilangan Syifa. Syifa berhak bahagia dan dialah yang akan memberikan kebahagiaan sepenuhnya kepada istrinya.
Dzaki sudah melupakan cintanya kepada Aulia, kini yang ada difikannya hanya wajah cantik Syifa.
“Syifa maafkan aku, aku membuatmu menunggu begitu lama, aku datang, aku akan membahagiakanmu sampai akhir hidupku, menjadi imam terbaik untukmu.”
Dzaki sudah tidak sabar ingin mengungkapkan cintanya kepada istrinya. Waktu berjalan begitu lambat, ditambah hari ini ada rapat guru membuat fokus Dzaki semakin tak menentu.
“Syifa…, Syifa…, nama itu terus ia panggil dalam hatinya.
Setelah selesai rapat hujan deras pun turun, namun karena ingin cepat bertemu dengan Syifa Dzaki pun tak peduli dan memutuskan untuk segera pulang.
“Hujannya deras banget Dzak, lho mau pulang sekarang?,” ucap Andi.
“Iya Ndi, takut hari makin malam, Syifa gak ada teman di rumah, trus kalau pulangnya kemalaman takut dia khawatir.”
“atau mau naik mobil bareng aku aja?, nanti aku antar,” tawar Andi.
Meskipun Andi suka mengganggu Dzaki tapi sebenarnya Andilah teman Dzaki yang paling baik.
“Gak usah Ndi, itu namanya ngerepotin, kan arah kita berlawanan.”
“Ya udah kalau gitu, hati-hati ya…”
“Ok…, makasih ya, kamu juga hati-hati bawa mobilnya.”
Akhirnya, meskipun hujan lebat tetap Dzaki tempuh untuk bertemu dengan istrinya, wanita yang kini menguasai hatinya.
===
Setiap malam Syifa tidak pernah lupa meminta pada sang Pencipta agar Allah memberikan hati Dzaki untuknya, namun sudah hampir dua tahun belum ada kata cinta yang terucap dari bibir suaminya itu.
“Ya Allah apakah suamiku belum merasakan arti keberadaanku?, apakah nama wanita itu masih ada di hatinya?, andai dulu aku meminta laki-laki terbaik kepadamu ya Allah, bukan meminta mas Dzaki, tentu Engkau akan memberikan yang terbaik untukku, maafkan aku ya Allah yang mendahului takdirmu, yang percaya bahwa Dzaki adalah laki-laki terbaik, padahal Engkaulah yang maha mengetahui segalanya,” lagi-lagi Syifa menangis di atas sajadahnya.
“Ya Allah, aku merindukan suamiku, padahal ia berada di dekatku. Aku ingin diperlakukan layaknya seorang istri ya Allah, ya Allah berikan kami kesempatan untuk mewujudkan keluarga bahagia yang selalu mencari ridho-Mu. Jangan biarkan kami terlalu lama berada dalam hubungan yang menyakitkan ini.”
Malam ini Dzaki terlambat pulang karena ada rapat penting di sekolah. Hujan di luar begitu deras, Syifa khawatir terjadi sesuatu pada suaminya, apalagi Dzaki berangkat kerja dengan menggunakan motor, tentu ia nanti akan basah dan kedinginan. Ia menunggu suaminya dengan hati yang gelisah.
Ia mencoba menghubungi nomor suaminya tapi tidak diangkat. “Mungkin mas Dzaki lagi di jalan,” batin Syifa.
Jam dua belas akhirnya Syifa mendengar suara motor suaminya. Ia berlari membuka pintu, hujan di luar masih belum reda. Suaminya datang dengan basah kuyup. Syifa menyambut suaminya dengan senyum merekah, karena meskipun basah Dzaki sampai dengan selamat.
“Assalamu alaikum dek, maaf…, mas bikin khawatir ya?.”
“Iya mas, tapi sekarang dah lega kok, mas sampai dengan selamat, adek siapkan air hangat ya mas biar mandinya enak,” Syifa mengambil tas kerja suaminya dan hendak berbalik meninggalkan Dzaki.
Tiba-tiba Dzaki memegang tangan Syifa dengan lembut, “makasih ya dek.”
Muka Syifa memerah, ada desiran dalam hati, baru kali ini Dzaki memperlakukannya seperti itu, sentuhan Dzaki seperti ada magnet cinta di dalamnya.
Dengan semangat dan hati berbunga-bunga Syifa mempersiapkan air hangat untuk mandi suaminya. Setelah selesai mandi Dzaki mendekati Syifa dan duduk di sampingnya.
Degup jantung Syifa semakin kencang.
“Mas-mas Sudah makan?,” ucap Syifa untuk menetralkan pacuan jantungnya.
“Udah tadi di sekolah, karena lembur jadi pihak sekolah menyediakan makan malam,” ucap Dzaki sambil terus memandang wajah Syifa.
Syifa jadi salah tingkah, sungguh ini adalah hal yang ia harapkan selama ini, mendapatkan perlakuan romantis dari sang suami.
“Syifa aku mencintaimu,” ucap Dzaki sambil memeluk erat tubuh istrinya.
Air mata bahagia Syifa kini pun jatuh membasahi wajah cantiknya. Akhirnya kata yang selama ini ia nantikan telah terucap dari bibir suaminya.
“Mas minta maaf telah mendzolimimu dan membiarkanmu menunggu sangat lama, mas benar-benar minta maaf.”
Tangis Syifa pun akhirnya pecah, ia memeluk suaminya dengan erat. “Terima kasih mas sudah mencintaiku.”
“Aku yang harusnya berterima kasih, karena cintamu yang begitu besarlah yang mampu membuat hubungan kita bertahan sampai saat ini, aku benar-benar sangat bodoh sampai-sampai tak menyadari ada bidadari berwujud manusia di sampingku.”
Syifa tersenyum mendengarkan perkataan suaminya.
“Ya Allah rinduku telah terobati,” batin Syifa.
Dzaki melepaskan pelukannya, dan bersimpuh dihadapan Syifa sambil menggenggam kedua tangan Syifa.
Dzaki memandang wajah Syifa penuh cinta.
“Syifa maukah kamu memaafkan laki-laki bodoh ini dan menjadi istrinya seutuhnya?.”
Syifa hanya mengangguk, ia sangat bahagia akhirnya hati Dzaki telah Allah bukakan untuknya. Tidak sia-sia ia sabar dan menunggu selama ini.
“Mas berjanji, mas tidak akan menyia-nyiakanmu lagi, mas akan berusaha sungguh-sungguh untuk membahagiakanmu.”
Lagi-lagi Syifa hanya mengangguk bahagia.
Kemudian Dzaki mengecup kening Syifa, dan keduanya pun hanyut dalam suasana, hingga Dzaki memberikan nafkah batin yang selama ini telah tertunda.
Karena rasa bahagia yang dialami Syifa, ia lupa bahwa ada hutang penjelasan yang harus ia bayar pada Dzaki, ia belum sempat memberitahukan aib masa lalunya kepada Dzaki.

Comentário do Livro (151)

  • avatar
    DamiaAlfiera

    good

    1h

      0
  • avatar
    hahamganteng

    mantap

    6d

      0
  • avatar
    Devi Framsisca

    👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼

    16d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes