logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Layaknya Pasangan Sempurna

Dzaki dan Syifa pun sampai di kontrakan yang sederhana, dua kamar tidur berukuran 3m x 4m satu ruang tamu, dua kamar mandi dan dapur dengan halaman juga yang tidak terlalu luas. Sebenarnya orangtua Syifa rela membelikan rumah untuk putrinya, namun Syifa menolak karena ia takut akan melukai harga diri suaminya.
Meski hanya beberapa minggu bersama suaminya, namun ia sudah lama kenal dengan Dzaki, laki-laki yang mandiri dan tidak terlalu suka jika urusan pribadinya dicampuri oleh orang lain.
Bekerja sebagai PNS Dzaki Dzaki berhasil mempunyai sedikit tabungan, namun katanya itu untuk biaya pendidikannya, Dzaki berniat mengambil S-2 agar mendapat pekerjaan lebih baik lagi. Dzaki sebenarnya ingin menjadi seorang dosen, sehingga ia harus meningkatkan kualifikasi pendidikannya.
Sebagai seorang istri tentu Syifa mendukung setiap keputusan suaminya, asal tidak bertentangan dengan agama.
Setelah beberapa bulan tinggal di kontrakan bu Lidia berkunjung ke rumah putrinya.
“Syifa…Syifa andai saja kamu menerima tawaran ibu pasti kamu akan tinggal di rumah yang lebih layak lagi,” ucap bu Lidia yang kecewa melihat tempat tinggal putrinya.
“Bu sekarang aku sudah menjadi tanggung jawab mas Dzaki, jadi tolong ibu berikan kepercayaan penuh padanya, ibu harus yakin bahwa mas Dzaki dapat membahagiakanku sepenuhnya.”
“Iya…, ibu yang memberikanmu pada Dzaki, tapi apa salahnya kalian menerima bantuan ibu, toh memberikannya juga ikhlas dank arena ibu sangat menyayangimu, ibu tidak mau kamu hidup susah.”
“Syifa tahu ibu sayang sama Syifa tapi sekarang Syifa sudah punya suami bu, jadi harus bisa menjaga kehormatannya. Berikanlah mas Dzaki kepercayaan seutuhnya agar ia merasa bahwa ibu menghargainya.”
“baiklah ibu tidak akan mengungkit masalah tentang rumah lagi, oh ya ibu mau Tanya apa kamu sudah jujur pada Dzaki tentang masa lalumu?,”
“Iya bu,” jawab Syifa berbohong.
“Tentu saja kamu sudah jujur, karena sebagai laki-laki normal ia akan tahu saat kalian malam pertama, apa ibu bilang Dzaki adalah laki-laki yang baik, ia pasti memaafkan dan menjaga marwahmu sebagai istrinya,” bu Lidia begitu yakin bahwa Dzaki telah memaafkan putrinya, ia yakin telah memilihkan laki-laki sempurna untuk putrinya.
“Iya bu,” jawab Syifa dengan terpaksa.
“Andai ibu tahu bagaimana hubunganku dan mas Dzaki saat ini tentu ia akan marah dan berhenti memuji-muji mas Dzaki, seorang laki-laki yang terlihat alim tapi sudah beberapa bulan belum memberikan nafkah batin kepada istrinya, dengan alasan ada nama wanita lain di hatinya, perih bu itu lah yang Syifa rasakan sekarang,” Syifa berbicara dalam hatinya.
Hampir saja air mata itu menetes kembali, namun Syifa berusaha memendamnya. Entah sampai kapan nama Aulia akan hilang dari hati suaminya.
“Baiklah Syifa, jika hubungan kamu dan Dzaki baik-baik saja ibu lega,”
Sebelum bu Lidia pulang datang sebuah mobil dengan membawa perabotan rumah. Syifa cukup terkejut ternyata ibunya sudah membelikan beberapa perabotan, seperti mesin cuci, Ac, kulkas, sofa dan TV.
“ganti semua perabotan kalian dengan yang ibu beli, yang ibu beli lebih bagus supaya kamu lebih nyaman di rumah ini.”
“Bu jangan seperti ini,” Syifa sangat takut melukai harga diri mas Dzaki.
“Ibu tidak mau tau, ibu pulang dulu, titip salam untuk Dzaki,” setelah itu bu Lidia pun pergi meninggalkan putrinya yang masih tidak terima dengan apa yang diberikannya.
Belum sampai Syifa memberesekan perabotan yang di bawa ibunya, tiba-tiba ia mendengar suara motor. Ternyata Dzaki sudah pulang.
“Assalamu alaikum,” ucap Dzaki sambil heran memperhatikan rumahnya yang penuh dengan perabotan baru.
“Waalaikum salam,” Syifa pun mencium tangan suaminya.
“Tadi ibu ke sini dan membawa semua perabotan ini mas, adek tidak minta tapi ibu ngotot memberikannya,” Syifa tahu kalau suaminya pasti merasa tak dihargai.
“Itu pasti karena ibu tidak percaya mas bisa membahagiakanmu, mas tahu kalau mas belum menjadi suami yang sempurna, belum bisa memenuhi kebutuhanmu sepenuhnya, tapi tidak bisakah ibu melihatnya kalau mas sedang berusaha?,”
“Syifa tahu ibu salah mas, tapi tolong maafkan ibu kali ini saja.”
“Bukan sekali ini saja ibu berbuat sesuka hatinya dek, tapi sudah sering. Mas merasa seperti laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan tidak berguna,” Dzaki berjalan meninggalkan Syifa.
Karena kecintaan bu Lidia pada putrinya ia selalu ikut campur dalam urusan rumah tangga Syifa, sebenarnya ia berniat membantu, namun terkadang dengan cara dan waktu yang tidak tepat. Tidak semua laki-laki bangga mendapatkan dukungan materi dari keluarga istrinya, seperti Dzaki. Memenerima perabotan mahal dan banyak seperti sekarang ini sungguh sangat menyakiti harga dirinya.
Kini hubungan Dzaki semakin renggang lagi karena ulah bu Lidia.
Syifa datang menghampiri suaminya.
“Adek minta maaf karena belum bisa memberikan pengartian kepada ibu. Maaf mas membuat merasa tidak berguna, tapi bagiku mas adalah suami yang sempurna, aku mencintaimu mas dan bahagia hidup bersamamu,” akhirnya Syifa mengutarakan perasaan yang ia pendam selama ini pada suaminya.
Dzaki menatap mata Syifa, dan benar ia melihat ada cinta di sana.
“Maaf kan mas jika membuatmu sakit,” lirih Dzaki.
“Apa yang harus aku lakukan mas, agar kamu mau memaafkan ibu, jujur aku tidak bisa menentang sifat keras kepala ibu dan aku juga mencintainya takut melukai perasaannya.”
Dzaki memandang wajah Syifa sambil berfikir.
“Baiklah, untuk kebaikan hubungan kita, kita akan pindah ke kota. Mas juga mau ambil S2 jadi kamu tetap berada di samping mas.”
Syifa senang mendengar bahwa suaminya menginginkan dirinya selalu berada didekatnya. Ada secercah harapan bahwa Dzaki mulai mencintainya.
Sebenarnya sudah ada setitik cinta untuk Syifa, Dzaki sudah tidak terlalu mengingat Aulia, tapi ia belum menyadarinya.
Dengan alasan kelanjutan pendidikan Dzaki, Dzaki dan Syifa pun berangkat ke kota. Awalnya bu Lidia dan bu Salamah menolak, namun setelah Dzaki dan Syifa memberikan pemahaman kepada keduanya dengan terpaksa mereka menyetujui permintaan putra-putrinya.
Sebenarnya Syifa juga seorang Sarjana, namun karena kesepakatannya dengan Dzaki ia menjadi seorang ibu rumah tangga. Meskipun terlahir dari keluarga kaya, Syifa tidak pernah memperlihatkan sikap manjanya pada Dzaki. Ia tidak pernah mengeluh melakukan pekerjaan rumah.
Di awal semua ini sungguh berat untuk Syifa, namun demi bakti kepada suami, ia belajar dan mulai menikmati perannya sebagai seorang istri.
Di kota keduanya mengontrak rumah yang satu tipe dengan kontrakan mereka di kampung, dengan alasan agar lebih menghemat biaya dan cepat memiliki rumah sendiri.
Menurut pandangan mata, hubungan keduanya sangat baik, Syifa selalu mengantarkan Dzaki ke teras rumah dan menyalamnya dengan takzim, dan Dzaki akan mengelus kepala istrinya ketika sedang mencium tangannya. Syifa juga selalu membuatkan bekal makan siang untuk suaminya.
“Pengantin baru ya neng?,” ucap salah seorang tetangga baru mereka di kota.
“Gak bu, sudah hampir satu tahun kami menikah,” jawab syifa dengan malu.
“Mesra amat?, mungkin karena belum dikasih momongan ya, jadi mesra-mesraan terus?.”
Syifa hanya membalas gurauan ibu-ibu itu dengan senyuman. Setiap ada yang menyinggung tentang anak, hati Syifa masih tetap sakit, karena sampai sekarang ia belum mendapatkan nafkah batin itu.
Sakit?, tentu saja sakit yang Sifa rasakan. Namun hanya itu kesalahan Dzaki terhadapnya, haruskah ia mundur atau bertahan sedikit lebih lama lagi?, tentu Syifa akan bertahan, ia akan bertahan sampai Dzaki yang memintanya mundur.
Sebagai seorang muslimah pantang bagi Syifa untuk meminta bercerai, ia akan bertahan sesakit apa pun perjalanan pernikahannya, bukankah Dzaki adalah nama yang langsung ia pinta untuk mendampingi hidupnya?, setelah Allah mengabulkan do’anya tentu ia harus berjuang untuk mempertahankan anugrah dari Allah.
===

Comentário do Livro (151)

  • avatar
    DamiaAlfiera

    good

    3h

      0
  • avatar
    hahamganteng

    mantap

    6d

      0
  • avatar
    Devi Framsisca

    👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼

    16d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes