logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Cinta Pertama Dzaki

Waktu itu Dzaki berada di kelas XI, ketika sedang asyik bermain bola, bolanya menggelinding di hadapan seorang gadis yang sedang duduk sendirian. Saat Dzaki datang mengambil bola ternyata Aulia Terkejut.
“Astagfirullah,” ucap gadis itu spontan.
“Maaf, dikirain setan ya dek, pake istigfar segala?”, Tanya Dzaki sambil tersenyum.
“Gak kak, cuma karena terkejut saja,” ucap Aulia dengan suara lembut dan menundukkan pandangannya.
Dzaki pun meninggalkan gadis itu.
Namun setelah kejadian itu, Dzaki selalu teringat wajah lugu Aulia, dan ternyata Aulia adalah anak kelas X dan kebetulan satu jurusan dengannya.
Dzaki terus mencari tahu tentang Aulia, ternyata Aulia adalah gadis yang tidak mau dekat dengan laki-laki, apalagi dengan istilah pacaran.
Dzaki pun semakin tertantang untuk mendapatkan Aulia. Ia merasa bahwa Aulia adalah gadis yang sangat spesial, karena berbeda dengan gadis pada umumnya yang sudah berpacaran sejak masa SMP.
Berbagai macam cara ia lakukan agar bisa dekat dengan Aulia. Ia berusaha mengikuti segala jenis kegiatan yang diikuti oleh gadis itu. Selain itu ia juga menggunakan cara-cara yang berbeda dengan cara orang lain mendapatkan pacar.
Teman-temannya sering menyuruh Dzaki untuk menelpon Aulia dan memberikan perhatian penuh kepadanya, seperti bertanya sedang apa?, sudah makan?, lagi dimana? dan lain sebagainya. Namun Dzaki lebih memilih menulis surat yang ia semprotkan minyak wangi dan ia berikan kepada Aulia.
Selain itu Dzaki juga sering membawa teman-temannya ke kelas Aulia hanya untuk membuat gadis itu tertawa. Mereka membuat berbagai macam action, kadang bernyanyi, memainkan peran sinetron yang lagi tren, bahkan menirukan tingkah salah seorang guru yang mereka anggap lucu.
Bukan hanya Aulia, satu kelas Aulia juga terhibur dengan kedatangan Dzaki dan teman-temannya. Dari situ Dzaki mendapat dukungan dari teman-teman satu kelas Aulia agar Aulia menerima cintanya.
Sudah enam bulan Dzaki mendekati Aulia, namun tidak ada tanda-tanda Aulia akan menerima cintanya.
Dzaki pun mulai prustasi, malas masuk kelas dan sering bolos sekolah.
Teman-taman Dzaki terus mendekati Aulia.
“Dek masa kamu setega itu sama Dzaki?, tolong kasih ia kesempatan, lihatlah sekarang ia jadi malas sekolah dan belajar padahal ia anak yang pintar,” ucap Andi salah seorang teman Dzaki.
“Maaf kak, pacaran itu haram,”, jawab Aulia
“Itu kalau pacarannya yang aneh-aneh dek, kalian pacaran yang Islami aja,”
“Tidak ada pacaran yang Islami kak.”
“Apa kamu tega, cita-cita Dzaki hancur hanya karena kamu tidak menerima cintanya?, setidaknya terima dulu cintanya baru berikan dia pengertian bahwa kamu benar-benar tidak ingin pacaran, atau biar kamu dapat pahala ajarkan juga ia tentang pemahamanmu mengenai pacaran, bagaimana?.”
“Aku tidak tahu kak, imanku belum begitu kuat untuk melakukan yang kakak katakan,” Aulia pun pergi meninggalkan Andi.
Tidak hanya itu, malam hari pun teman-teman Dzaki mendatangai kos-kosan Aulia untuk membujuknya agar memberikan kesempatan kepada Dzaki meskipun hanya beberapa hari. Namun gadis itu belum juga merubah pendiriannya.
Dzaki pun mendapat peringatan dari sekolah karena terlalu banyak libur. Akhirnya teman-teman Dzaki memberanikan diri untuk menceritakan tentang Dzaki kepada wali kelas mereka.
Zaman memang aneh, setiap orang berbeda prinsip berbeda pemikiran. Meskipun dalam ajaran yang sama tidak semua orang memiliki pemahaman dan pengetahuan yang sama. Seperti wali kelas Dzaki, meskipun ia perempuan dan memeluk ajaran Islam ia berpendapat apa salahnya berpacaran, asal pada batas-batas yang wajar.
“Aulia, ibu mohon bujuklah Dzaki untuk sekolah. Masa SMA adalah masa dimana anak-anak merasakan cinta, tidak semua orang bisa sepertimu. Apa salahnya jika kamu menerima cintanya dan membantunya untuk semangat belajar lagi. Selama ini Dzaki adalah anak yang baik, baru kali ini ia membuat ulah seperti ini, mungkin kamu adalah cinta pertamanya sehingga ia tidak dapat membendung perasaannya padamu. Bantulah Dzaki demi keluarga dan masa depannya,” ucap wali kelas Dzaki
Aulia hanya tertunduk tidak berani beradu pendapat dengan seorang guru, ia tahu pemahamannya tentang agama masih dangkal itulah sebabnya ia menjauhi hal-hal yang ia takutkan mendatangkan dosa.
Apakah ia harus melakukan apa yang dikatakan wali kelas dan teman-temannya Dzaki? Aulia benar-benar bingung.
***
Sudah hampir sebulan Dzaki tidak masuk sekolah. Hari ini ia masuk dengan wajah yang sangat kusut. Ketika jam pelajaran sedang berlangsung Dzaki sedang di hukum di tengah lapangan. “Apakah Dzaki dihukum juga karenaku?,” batin Aulia.
Karena terus mendapat dorongan dari orang-orang di sekitarnya, akhirnya Aulia berubah fikiran, pertahanannya runtuh dan komitmennya pun berubah. Dengan ditemani oleh teman Dzaki Aulia datang menjenguk Dzaki di kosannya.
“Saya menerima cinta kakak,” ucap Aulia menunduk.
“Yang benar Aulia?”, tanpa sadar Dzaki memegang tangan Aulia. Aulia pun langsung menarik tangannya dengan cepat.
“Iya kak, tapi dengan syarat, tidak ada dua-duaan, tidak ada jalan-jalan, tidak ada pegangan tangan atau hal-hal lainnya. Dan satu lagi kakak harus semakin giat belajar,”.
“Iya, kakak janji akan menuruti semua sarat dari mu, yang penting kamu menerima cintaku,” Dzaki benar-benar sangat bahagia. Tidak apa-apa jika gaya pacarannya berbeda dengan orang lain yang terpenting Aulia adalah kekasihnya dan tidak ada laki-laki yang bisa mendekatinya.
Hari-hari pun berlalu, hubungan Aulia dan Dzaki pun semakin baik. Keduanya sama-sama meraih prestasi. Aulia juara di kelasnya begitu juga dengan Dzaki.
Satu bulan, dua bulan, tiga bulan, hingga beberapa bulan hubungan keduanya persis seperti apa yang dikatan Aulia di awal. Namun setelah beberapa bulan hubungan keduanya berubah.
Kini Dzaki sudah berani memegang tangan Aulia dan mengajaknya jalan-jalan. Aulia pun seperti nyaman dengan keadaan itu. Meskipun setiap Dzaki memegang tangannya ada desiran aneh pada tubuhnya, ia tidak tahu apakah itu penolakan atau karena ia menyukainya.
Aulia aktif mengikuti kegiatan pengajian yang dilaksanakan setiap jumat siang di sekolahnya. Dan pada siang itu pembahasannya adalah mengenai pacaran.
“tidak ada pacaran yang Islami, yakinlah siapa yang berani berpacaran maka ia akan semakin dekat dengan zina, pertama pacarannya tidak pernah berduaan, kemudian lama kelamaan pegangan tangan, setelah itu boncengan dan akan ada terus godaan-godaan syetan hingga kita akan sampai pada zina yang sesungguhnya. Ingat kalian masih muda, masa depan kalian masih panjang. Jadilah muslimah seutuhnya,” ucap kakak mentor yang memberikan materi pada siang itu.
Perkataan mentor benar-benar menusuk hati Aulia. Ia teringat akan dirinya dan kesalahan-kesalahannya.
***
“Astagfirullah…, ya Allah aku salah, aku sudah jauh darimu. Ampuni aku ya Allah,” di sepertiga malam Aulia menangis bersimpuh di atas sajadahnya.
Lafadz istighfar terus terucap dari bibirnya, air matanya terus mengalir, ia sesenggukan mengingat semua dosa-dosa yang ia lakukan.
Mungkin bagi orang-orang, pacaran yang dilakukan Aulia masih dalam hal yang wajar, karena tidak ada pelukan, ciuman atau hal-hal lainnya, namun bagi Aulia itu adalah dosa besar. Agama telah mengajarkannya tentang bagaimana berkomunikasi dan berinteraksi dengan laki-laki yang bukan mahromnya.
Keesokan paginya Aulia menemui Dzaki.

Comentário do Livro (151)

  • avatar
    DamiaAlfiera

    good

    1h

      0
  • avatar
    hahamganteng

    mantap

    6d

      0
  • avatar
    Devi Framsisca

    👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼👍🏼

    16d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes