logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

5. Remaja Gotong Royong

Aku sedang membuat sambungan cerita yang akan aku publish nanti ketika aku mendengar percakapan antara bapak ibu dengan Mas Widi dan Mbak Nana. Akhirnya bapak memberikan uang buat keperluan usaha Mas Widi dengan syarat uang tersebut harus balik lagi 3 bulan. Bukan tanpa alasan bapak melakukan semua itu. Dulu-dulu bapak sering meminjamkan uang kepada Mas Widi, alasannya tetap sama yaitu untuk modal usaha, entah usaha ke berapa yang sudah bapak danai. Tetapi ujungnya uang nya entah kemana dan Mas Widi akan tetap meminjam uang kembali ke bapak. Tanpa melihat pun aku sudah tahu bagaimana ekspresi Mbak Nana saat ini, pastinya bibirnya maju 10 centi. Aku yakin nanti dia akan menyebarkan gosip yang tidak-tidak di luar sana. Mbak Nana ini tipe orang yang kalo kita cerita tentang semangka, lewat lima langkah dari rumah cerita tentang semangka tersebut sudah menjadi es buah.
Dari pada dengerin obrolan mereka, aku lebih memutuskan untuk focus menulis rangkaian kata demi kata supaya karya tulisku ini cepat selesai. Bunyi hp berdering pertanda ada pesan whatsapp yang masuk. Setelah ku cek ternyata pesan dari grup remaja di kampung ini yang mengajak remaja-remaja di desa ini untuk melakukan kegiatan kerja bakti. Kegiatan kerja bakti ini merupakan tradisi turun temurun yang sudah ada sejak jaman dahulu, dimana remaja-remaja akan berkumpul untuk bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar. Biasanya lingkungan yang di bersihkan lebih spesifik seperti jalan raya, tempat sembahyang, atau area-area yang lainnya. Jika ada remaja yang tidak bisa mengikuti kegiatan gotong royong ini maka akan dikenakan denda sebanyak 5 ribu rupiah per sekali kegiatan. Kegiatan ini biasanya dilakukan sebulan sekali. Meskipun kampungku bisa dibilang belum terlalu maju karena terletak di daerah pedalaman, tetapi gotong royong di sini masih kental sekali.
Jika diingat-ingat dendaku hampir lebih dari lima puluh ribu karena sudah berbulan-bulan aku tidak mengikuti kegiatan ini. Dari pesan yang disampaikan seluruh remaja-remaja diminta untuk berkumpul dilapangan karena bersih-bersih dilakukan di area sekitar lapangan. Pada pukul 16.00 kita semua harus sudah ada di lapangan sekaligus mencatat siapa saja yang tidak hadir. Aku pun menyudahi tugasku dan tidur siang sebentar. Pukul 15.20 aku memutuskan untuk berangkat. Dari rumahku ke lapangan itu membutuhkan sekitar 10 menitan dengan jalan kaki. Aku mengambil sapu di dapur dan mengunci seluruh pintu rumah
Sesampainya di lapangan bisa kulihat kumpulan remaja – remaja yang sudah asik mengobrol dengan anggota geng mereka. Di Kampungku ini tidak hanya ibuk-ibuk yang mempunyai geng, remaja-remaja disini juga membuat geng khususnya yang cewek-cewek. Aku cukup kesulitan untuk bergabung di geng yang mana karena rata-rata remaja -remaja perempuan disini hanya menamatkan sekolah mereka sampai sekolah dasar atau sekolah menengah pertama. Sepengalamanku apa yang aku dan mereka bicarakan kebanyakan tidak akan nyambung. Aku juga pernah masuk-masuk di setiap geng mereka, dan akhirnya aku memilih keluar karena obrolan mereka yang hanya seputaran gosip tentang orang, bukan aku banget yang suka obrolan tentang fakta. Bukannya aku tidak punya teman, tapi aku hanya bercerita sekedarnya saja dengan mereka. Aku tetap menjaga hubungan baik dengan mereka apalagi beberapa dari mereka adalah pelanggan setia ku.
Masih ada waktu 10 menit sebelum dilakukan pengecekan siapa saja yang tidak bisa hadir mengikuti kegiatan ini.
‘“Nur, ya ampun kapan kamu balik?”
Aku berbalik ke belakang dan melihat Sari teman sekolah dasarku dulu. Bisa dibilang Sari adalah teman yang paling deket yang aku miliki di kampung ini meskipun kita jarang berkomunikasi.
“Baru beberapa hari yang lalu Sar, kamu bukannya masih kerja di kota ya Sar?”
“Aku dirumah sudah hampir sebulan ini Nur, mau rehat dulu sebentar sambil nyari pekerjaan baru lagi. Oh ya gimana kuliahnya Nur?”
Ini yang aku suka dari Sari, meskipun dia hanya tamatan sekolah menengah pertama, dia tidak minder untuk bertanya tentang kuliahku. Dari puluhan gadis di desa ini Sari adalah gadis nomor tiga yang selalu menanyakan bagaimana kuliahku. Dua gadis lainnya yang sering menanyakan kuliahku adalah anak bapak kepada desa dan anak bapak anak saudagar sapi yang masih ada hubungan keluarga denganku. Dari yang aku ketahui hanya kami bertiga lah yang sekarang sedang mengenyam bangku perkuliahan.
“Untuk saat ini sih lancar - lancar Sar. Semoga kedepannya juga”
Aku melirik ke samping Sari dimana dia tidak sendiri. Ada seorang gadis remaja yang sepertinya belum pernah aku lihat dia di kampungku ini. Mungkin dia menyadari arah tatapan ku kepadanya sehingga dia memperkenalkan diri.
“Mbak Nurma saya Manik, tetangganya Mbak Sari. Mbak Sari sering cerita tentang Mbak Nurma. Saya pernah melihat Mbak Nurma waktu beberapa kali pulang ke kampung ini, cuma mungkin karena kita tidak pernah bertegur sapa karena saya dan keluarga yang jarang lama – lama kalau pulang ke kampung. Saya masih ada hubungan keluarga dengan Mbak Sari, rencananya saya dan keluarga memilih menetap di kampung halaman mbak”
“Aku Nurma, salam kenal ya. Maaf aku jarang di kampung makanya suka lupa sama orang-orang” cengirku. Dari tutur bahasanya Manik ini anak yang sopan, dan bisa ku tebak usianya dibawahku beberapa tahun.
Kami ingin kembali mengobrol tetapi sudah ada instruksi dari wakil ketua remaja untuk meminta kami mencatat nama di buku yang disediakan dan mulai membersihkan area sekitar. Aku, Sari, dan Manik mulai menyapu di sisi lapangan. Dapat kulihat remaja – remaja sudah berkumpung dengan geng-geng mereka sambil bergosip ria. Kalau dihitung ada lebih dari 5 geng-geng yang sudah membentuk lingkaran. Obrolan mereka tidak jauh berbeda dari geng satu dengan geng yang lainnya.
“Mbak Sar yang mana kata mbak Mas Agung itu, kan dia ketua remaja disini kok aku belum liat ya mbak”
“Belum dateng kayaknya, katanya sih dia sudah kemarin balik dari dinas di Papua dan mungkin dia ikut gotong royong atau mungkin Mas Agung tidak ikut. Mas agung itu tidak hanya bekerja sebagai polisi tapi dia katanya punya usaha diluaran sana, makanya super sibuk”
“Wah idaman sekali ya Mas Agung itu mbak, aduh kepo banget aku ini mbak. Semoga dia datang deh hari ini”
“Sudah-sudah lebih baik kita menyapu saja sampai bersih biar cepat pulang, udah capek nih”

Comentário do Livro (247)

  • avatar
    SyahfitriSyifa

    untuk melakukan hubungan seks pada usia max Payne pada wanita maupun padat penduduk pada tahun depan rumahnya tidak maka panggung sebagai bahan bakar fosil tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil foto kamera digital Canon PIXMA iP2770 tidak maka panggung sebagai bahan bakar fosil tersebut mengungkap bybgd pada wanita maupun padat penduduk pada tahun depan rumahnya tidak maka panggung sebagai bahan bakar fosil tersebut dilakukan untuk mendapatkan penawaran terbaikmu pada tahun depan rumahnya u

    29/12

      0
  • avatar
    ButarbutarYeremia

    sangat bagus dan cerita nya sangat menarik

    25/09

      0
  • avatar
    Nurul Fadila

    Wow keren bngt

    24/09

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes