logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

TAKDIR NURMA

TAKDIR NURMA

Bunga Sakura


1. Nurma Kirani

Namaku Nurma Kirani atau biasa di panggil Nurma. Aku adalah putri bungsu dari dua bersaudara. Kakakku bernama Mas Widi yang memiliki bengkel dan warung kecil-kecilan di desa tempat kami tinggal. Mas Widi memiliki 3 orang anak dari pernikahannya dengan Mbak Nana. Mbak Nana sendiri adalah wanita dari kampung sebelah. Bapak dan ibuku adalah seorang petani. Ibuku juga nyambi buka warung sederhana yang menjual kebutuhan rumah tangga di rumah. Meskipun hanya sebagai petani, tetapi bisa dikatakan keluarga kami hidup berkecukupan. Aku tinggal di sebuah desa yang bisa dibilang masih terpelosok dan letaknya cukup jauh dari wilayah perkotaan.
Di kampungku ini masyarakat masih memiliki sifat primitif, terutama tentang kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan. Istilah perempuan yang hanya di kasur, sumur, dan dapur sudah melekat di pikiran warga disini terutama para ibu-ibu yang suka mengomentari hidup orang lain. Bagi mereka, perempuan berpendidikan dan berkarir adalah perempuan yang melanggar kodrat wanita versi mereka sendiri yaitu kasur, sumur, dan dapur. Sungguh pemikiran yang kolot kalau di pikir-pikir. Tetapi itulah yang terjadi padaku, lika liku kehidupanku tidak lepas dari keprimitifan terhadap kaum perempuan. Meskipun para warga disini memiliki sifat membeda-bedakan tersebut, tetapi ada beberapa orang yang tetap menjunjung kesetaraan antara kaum perempuan dan laki-laki, salah satunya adalah kedua orangtuaku.
Jam 4 sore aku baru sampai di halaman rumah di kampung setelah menempuh kurang lebih 3 jam perjalanan dari kota. Suasana sekitar kampung cukup sepi, biasanya di jam segini warga warga akan pergi ke kebun karena mayoritas penduduk disini adalah petani. Sudah hampir 6 bulan aku meninggalkan rumah ini karena aku sedang menempuh bangku perkuliahan di salah satu universitas negeri di kota. Dulu waktu SMA bisa dibilang aku juga jarang dirumah karena jarak antara kampungku dan SMA tempatku belajar jaraknya cukup jauh, belum lagi harus melewati jalan yang sisi kanan kirinya hanya hutan yang lebat sehingga waktu SMA aku sudah kost. Jika kalian berpikir kenapa tidak sekolah di SMA terdekat saja, sudah aku katakan bahwa kampungku ini letaknya cukup terpencil sehingga sekolah SMA ku lah sekolah menengah atas yang terdekat.
Aku terdiam sejenak mengamati lingkungan sekitar rumah, tidak ada yang berubah kecuali adanya bangunan baru yang kulihat seperti rumah. Letakkan tiga rumah dari rumahku. Setelah terdiam cukup lama aku pun melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam rumah. Rumah tampak sepi, aku tidak mengucapkan salam atau teriakan selamat datang karena bapak dan ibu sedang berada di kebun. Aku sudah mengabari mereka tadi dan mereka bilang mereka masih di kebun dan akan pulang sekitar 2 jam lagi. Aku hanya tinggal bertiga dengan bapak dan ibu. Aku lupa berapa tahun tepatnya Mas Widi memilih membangun rumah sendiri dan tinggal terpisah dengan bapak dan ibu, kalau aku tidak salah itu terjadi sekitar aku mulai memasuki bangku SMA. Sekarang Mas Widi tinggal di rumahnya sendiri yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah ini.
Keadaan rumah masih sama seperti terakhir kali aku melihatnya. Kursi kayu yang memanjang yang dilapisi dengan kain tebal sehingga akan terlihat seperti sofa dan meja kayu yang dilapisi dengan taplak meja bermotif wayang. Tidak lupa diatasnya ada sebuah vas bunga kecil yang terbuat dari batok bambu dan bunga dari kain flanel. Aku masih ingat, vas dan bunga kain flanel ini aku yang membuatnya ketika ada tugas prakarya semasa SMA. Wah ini ternyata awet juga pikirku.
Di dinding ruang keluarga tidak lupa bapak menghiaskan dengan jam dinding besar dan beberapa figura foto, foto keluarga yang kalau dihitung berjumlah lebih dari 7 buah. Ada lukisan besar yang bapak tempatkan di samping kamar tidurku, lukisan itu adalah lukisan yang bapak buat sendiri ketika masih muda jadi maklum kalau lukisannya sudah cukup usang. Aku segera bergegas masuk ke kamar. Kamarku tampak bersih dan tidak ada yang berubah letak barangnya. Aku mengeluarkan tas yang berisi beberapa pakaian yang aku bawa dari kota kemudian merapikannya. Setelah semua rapi aku segera mandi. Setelah mandi aku melaksanakan kewajiban umat beragama sambal menunggu bapak dan ibu pulang.
Sekitar pukul 6 sore, bapak dan ibu sudah pulang. Aku menyambut kedatangan mereka sambil menghangatkan makanan. Setelah bapak dan ibu mandi, kita memutuskan untuk makan malam bersama. Aku merasa perutku sangat full sekali tetapi tetap lanjut makan. Maklum anak rantauan yang sebelumnya harus makan irit di kost, dan kemudian disambut dengan berbegai makanan pedesaan yang sudah lama aku rindukan. Perut ini sudah full tetapi mulut tidak berhenti untuk mengunyah. Hari ini memasak berbagai makanan kesukaan ku mulai dari pentol bakso, ikan goreng, tumis kangkung, sayur bayam ditambah sambal buatan ibu yang rasanya juara. Rasanya aku tidak mau berhenti untuk mengunyah sebelum makanan diatas meja ini habis. Bapak dan ibu hanya bisa tersenyum melihat betapa lahapnya aku makan.
Setelah selesai makan dan membersihkan alat makan, aku mengobrol dengan bapak dan ibu sambal menonton televisi.
“Gimana tadi perjalanannya dek?”
“Seperti biasa pak dan penumpang di bus itu cukup rame pak, mungkin tadi banyak yang ke kota jadi banyak yang numpang. Tapi tadi aku lihat penumpangnya banyakan dari kampung sebelah sih, Cuma aku melihat beberapa orang saja dari kampung kita. Tapi pak aku melihat banyak banget yang berubah, banyak Gedung- Gedung yang dibangun di sepanjang jalan”
“Pembangunannya sudah dimulai dari beberapa bulan yang lalu. Ya katanya pemerintah sudah mulai memperhatikan desa kita ini, apalagi di dekat sini ada dua objek wisata yang mulai dilirik wisatawan lokal maupun mancanegara makanya mulai dibangun gedung-gedung. Mungkin nanti jadi penginapan atau rumah makan”
“Wah makin maju ya kampung kita pak. Aku tidak sabar untuk bisa kerja disini atau bisa ngembangin bisnis heheh”
“Semangat dulu kuliahnya biar selesai dik, setelah itu bapak tidak melarang kamu kerja apa yang penting masih dalam hal yang positif dan sesuai dengan minat kamu”
Ini yang aku suka dari bapak. Selain tidak membeda-bedakan gender anak, bapak juga orangnya sangat pengertian dan memahami karakter anaknya. Meskipun bapak hanya lulusan sekolah dasar tetapi menurutku kemampuan bapak lebih hebat dari Mas Widi dan aku yang lulusan sarjana.
Setelah cukup lama berbincang pada bapak dan ibu, aku memutuskan untuk tidur. Sebelum tidur salah satu rutinitas yang selalu aku lakukan yaitu membaca novel atau buku motivasi hidup. Aku suka sekali membaca tetapi tidak semua buku aku sukai. Malam ini aku memutuskan untuk membaca lanjutan novel yang sebelumnya sudah aku baca. Dan ya selamat tidur semuanya dan sampai bertemu di hari berikutnya.

Comentário do Livro (247)

  • avatar
    SyahfitriSyifa

    untuk melakukan hubungan seks pada usia max Payne pada wanita maupun padat penduduk pada tahun depan rumahnya tidak maka panggung sebagai bahan bakar fosil tersebut dilakukan untuk mendapatkan hasil foto kamera digital Canon PIXMA iP2770 tidak maka panggung sebagai bahan bakar fosil tersebut mengungkap bybgd pada wanita maupun padat penduduk pada tahun depan rumahnya tidak maka panggung sebagai bahan bakar fosil tersebut dilakukan untuk mendapatkan penawaran terbaikmu pada tahun depan rumahnya u

    29/12

      0
  • avatar
    ButarbutarYeremia

    sangat bagus dan cerita nya sangat menarik

    25/09

      0
  • avatar
    Nurul Fadila

    Wow keren bngt

    24/09

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes