logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 New Friends

"Get used to the mirror before criticizing because you may criticize even though you are worse!" — Mega Kurnia Dewi.
***
Jam kosong terus kelas gak rame apalagi gak ghibah sama temen satu circle? Wah kayaknya masa-masa sekolah kalian kurang seru.
Kalian gak akan ngerasain gimana serunya konser dadakan di kelas, main game sambil ngabsen kebun binatang, ghibahin topik hot di sekolah, atau lainnya dan itu seru banget!
Contohnya kayak IPA 1, yang katanya kelas teladan dan paling alim. Tapi ya tetep aja, namanya juga anak remaja mana bisa anteng dan terus-menerus taat peraturan. Seperti sekarang, kelas mereka ribut banget karena lagi jamkos, tapi tenang aja gak sampe ganggu pembelajaran kelas sebelah kok makannya didiemin aja sama guru BK.
Di belakang anak cowok udah pada ngerumpul buat main game ya bukan buat ngerumpi.
"Anj bantuin gue bego malah lari!"
"Monyet ini gue dikepung bantuin woy!"
Begitulah sekiranya teriakan-teriakan gak jelas dari arah belakang, mereka lagi mabar game online di belakang.
Selain mabar ada juga yang lagi tiktokan di pojokan, terus ada juga yang nyempetin waktunya buat tidur daripada ikut ribut, dan gak ketinggalan ada juga yang lagi pacaran.
Tapi beda sama tiga cewek ini, mereka udah puter bangku saling hadapan dan tentunya bersiap buat ngeghibah.
"Eh tau gak, guue dengar ada cewek pindahan dari Bandung," ucap seorang remaja putri pada temannya.
"Beneran? Masuk kelas mana? Cantik enggak?" tanya salah satu yang berambut cokelat.
Claire Ardhiani, Anichi Pustika Putri, dan Mega Kurnia Dewi termasuk pentolan siswa SMA Bima sakti. Mereka terkenal sebagai siswa yang pintar, bukan hanya pintar tapi mereka juga terkenal karena parasnya yang cantik.
Kata orang mah yang good looking pasti bakal jadi pentolan, dan itu gak sepenuhnya salah karena yah sekarang kalo gak good looking jarang dihargai.
"Masuk kelas kita, gue liat sih dia cantik," balas Ichi pada sahabatnya.
"Karena kita sama Vanya udah gak akur, gimana kalo kita ajak tu anak baru buat gabung sama circle kita aja?" tanya Claire dengan menaikkan alisnya, lumayan kan apalagi kalo dia juga pinter tambah famous pasti. Canda, mereka gak gila sama yang begituan kok mereka mah nyantui famous syukur kalau enggak ya bodo amat.
Mega dan Ichi saling pandang lalu mengangguk dengan serempak, tak ada salahnya juga jika murid baru itu bergabung dengan mereka.
Kelas mereka lumayan berisik karena tak ada guru yang mengajar. Para murid berhamburan ke sana-kemari, ada yang sedang bermain game di pojokan, ada yang sibuk matengin MV atau drama, ada juga yang sedang konser dadakan dengan sapu yang sudah berubah fungsi menjadi mikrofon. Dibilang kayak perahu Titanic mau tenggelem, ribut banget!
Suara ketukan pintu terdengar nyaring di telinga para murid. Mereka langsung berlarian menuju bangku masing-masing dan yang sedang konser di atas meja langsung melompati beberapa meja untuk menuju tempat duduknya, pada panik langsung.
Seorang remaja laki-laki memasuki ruang kelas, kelas yang tadinya seperti kapal Titanic yang akan tenggelam kini berubah menjadi hening seketika, persis kek kuburan ayem banget. Tak ada yang berbicara karena ada seorang ketua OSIS di depan mereka. Kalo sampe ada yang ribut bisa-bisa suruh push up nanti kalau enggak hormat ke tiang bendera.
"Gurunya gak masuk?" tanya Andrew, ya walaupun dia tau sih udahan kalo gurunya emang gak masuk cuma mau basa-basi aja, tapi basi banget.
"Enggak, Pak Made izin istrinya masuk rumah sakit," jawab ketua kelas 11 IPA1 sebagai perwakilan.
Andrew mengangguk kemudian memanggil seseorang yang sedari tadi berdiri di pintu. "Ay sini masuk!" titahnya dan dituruti oleh orang tersebut.
Seorang gadis dengan cardingan merah yang melapisi seragamnya berjalan memasuki ruang kelas. Anaya sedikit risih saat semua pasang mata menatap ke arahnya, bukan risih tapi agak gugup sih, tapi dia berusaha untuk bersikap biasa saja.
"Silahkan perkenalkan diri," ucap Andrew dan diangguki oleh Anaya.
"Hai kenalin gue Anaya pindahan dari Bandung, salken semoga bisa berteman dengan baik dan mohon bimbingannya ya," ucap Anaya dengan tersenyum.
Awalnya Anaya sedikit parno karena takut tak ada yang menyukainya, tetapi semua dugaan-dugaan itu sirna seketika saat semua menyambutnya dengan hangat.
Mereka membalas perkenalan Anaya dan tak sedikit pula yang ingin menjadikan Anaya sebagai teman sebangkunya. Pokoknya Anaya seolah kayak barang yang di rebutin sana-sini.
Anaya cuma bisa bales pakek senyaman aja, bingung dia mau apa. Mau ditolak gak enak, tapi kalo di terima ya bingung masa semua pengen dia jadi temen sebangku.
"Naya, duduk sama gue aja sini," teriak sosok laki-laki dari belakang.
"Di samping lo ada orang, mending sama gue aja, Nay," ucap laki-laki berambut sedikit kecokelatan mukanya keliatan kayak blasteran gitu, ganteng banget lah pokoknya.
Anaya hanya menanggapinya dengan kekehan, sedangkan Andrew sudah geleng-geleng kepala melihat tingkah laku para murid kelas ini. Kenapa pada bar-bar banget.
"Mending sama gue aja Ay, lebih aman dan terjamin dari pada sama para buaya tu! Jugaan bangku samping gue kosong kok," ucap Claire dengan tersenyum lalu menatap Andrew seolah meminta izin.
Andrew menatap ke arah Anaya. "Duduk di sana aja, lebih aman," ucap Andrew dan tentunya yang akhir di bisikin.
Anaya cuma bisa manggut-manggut saja lalu berjalan menuju meja di samping gadis tadi.
"Ya sudah, saya tinggal dan tolong jangan ribut! Ketua kelas harap mengontrol semua anggotanya!" peringat Andrew sebelum pergi meninggalkan tempat itu.
Tapi sepertinya peringatan itu hanya mereka hiraukan, peringatan dari sang ketua OSIS hanya seperti angin lalu aja. Buktinya sekarang mereka udah balik ke alamnya lagi, ribut lagi kek pasar Senen.
"Hai kenalin gue Claire dan yang dua orang di depan itu Ichi sama Mega," ucap Claire dengan memperkenalkan mereka pada Anaya.
Mereka benar-benar nyambut Anaya dengan hangat banget, Anaya kira dia bakal susah punya temen tapi ternyata mereka semua pada baik sama dia.
"Hai Anaya," ucap Mega dan Ichi serempak.
Anaya senyum manis. "Hai semua," balasnya sedikit canggung, ya gimana pun mereka kan orang asing masihan bagi Anaya.
"Btw, lo mau 'kan gabung sama kita-kita? Tenang kita wellcome kok sama siapa aja," tanya Claire dengan hati-hati karena takut Anaya akan menolaknya.
"Mau dong, kenapa enggak?" balas Anaya dengan semangat, sontak hal itu membuat ketiga gadis tadi tersenyum senang
"Aaaa akhirnya gue punya bestie lagi!" pekik Ichi kegirangan.
"Jangan sungkan sama kita, anggep aja kita kaya sodara lo sendiri ya," sahut Mega dengan senyumannya yang tersungging pada bibir ranumnya.
"Iya, makasih yaa!" ucap Anaya girang.
***
Bel istirahat sudah terdengar di seantero sekolah. Sudah menjadi rutinitas sehari-hari bagi seorang pelajar jika bel sudah bernyanyi mereka semua akan langsung berlarian keluar kelas, entah untuk ke kantin atau ke tempat-tempat favorit mereka.
Intinya mereka langsung berhamburan keluar dari penjara ilmu yang memusingkan itu.
Contohnya seperti Anaya dan teman-temannya, saat ini mereka sedang berjalan melewati koridor menuju kantin. Walaupun baru kenal beberapa jam yang lalu tapi mereka udah keliatan deket banget, bahkan beberapa murid iri liat dia yang langsung bisa dekat sama anak-anak famous di sekolah padahal dia masih anak baru.
Sepanjang perjalanan mereka banyak mengobrol bahkan tak jarang juga mereka tertawa karena lelucon atau cerita yang mereka ucapkan. Walaupun obrolan itu di dominasi oleh perdebatan Mega dan Ichi.
"Udah lah cuma pacar halu doang elah, lagian Haruto gak mungkin jadi cowok lo Ichi ocha," ejek Mega pada sahabatnya.
Ichi udah kesel banget langsung nyubit lengan Mega. "Ya gue tau itu cuma halu, tapi tetep aja dia nomor satu, dia juga support system terbaik gue." balas Ichi kesal. "dari pada husbu lo udah gak nyata, beda dimensi pula."
"Sialan ni bocah, sini lo!" Mega berteriak kesal terus ngejar Ichi sedangkan cewek itu udah lari sambil ketawa-ketawa.
Claire cuma bisa geleng-geleng doang liat kelakuan absurd kedua sahabatnya, sedangkan Anaya udah ketawa liat tingkah mereka yang menurutnya cukup menghibur.
"Maklum ya Nay, mereka emang kaya gitu," ucap Claire sambil senyum paksa. "Woy kalian jangan lari-larian dong!" teriak Claire dan langsung buat mereka balik badan, maungnya Claire udah mulai keluar mereka jadi ngeri sendiri.
Meraka akhirnya berjalan bareng-bareng lagi, tapi ya tentunya perdebatan Mega sama Ichi belum kelar-kelar.
Ditengah perjalanan mendadak ada yang menabrak bahu Anaya dengan keras, sontak hal itu menghentikan langkah mereka semua menuju kantin. Mereka langsung natap tajam ke arah orang yang udah nabrak Anaya. Mereka tau orang ini pasti sengaja.
"Kalo jalan liat-liat! Gak liat apa ada orang disitu?!" bentak Claire ke orang itu.
Ichi menatap tajam sang pelaku, dia benar-benar udah muak liat tingkah cewek yang menabrak Anaya barusan, sungguh tak ada bosan-bosannya dia membuat masalah dengan mereka. Cewek itu emang sering banget bikin masalah sama mereka.
"Ups, sorry gue gak sengaja," ucapnya dengan pura-pura merasa bersalah.
"Vanya! Gak ada bosan-bosannya ya lo cari gara-gara sama kita!" ucap Ichi dengan nada tinggi.
Vanya hanya memutar bola matanya malas kemudian menatap Anaya dari atas sampai bawah, seolah-olah sedang menilai penampilannya.
"Wah! Udah dapet temen baru ya? Lo gabung sama mereka? Mau apa, mau numpang tenar sama manfaatin kecerdasan mereka doang? Ck, enak banget ya lo," ucap Vanya dengan nada seakan-akan sedang merendahkan Anaya karena berteman dengan pentolan SMA Bima sakti.
Mega menatap Vanya remeh, "Get used to the mirror before criticizing because you may criticize even though you are worse!" sindir Mega pedas, ia sudah tak perduli jika kata-katanya melukai hati mantan sahabatnya.
"Go jump in the lake!" sambungnya seraya menatap Vanya tajam.
Claire dan Ichi menatapnya dengan senyum miring, sedangkan Vanya sedang meredam emosinya karena sindiran dari Mega.
Vanya langsung berlalu begitu saja meninggalkan keempat orang itu dengan perasaan kesal, niat ingin menjatuhkan cewek itu malah dia yang dijatuhkan.
Anaya hanya menatap mereka dengan bingung, siapa cewek itu? Dan kenapa mereka seakan-akan tak menyukainya?
"Tadi siapa?" tanya Anaya dengan bingung.
"Mantan temen, udahlah mendingan langsung ke kantin aja daripada bahas mak lampir itu," ucap Claire.
Anaya tersenyum setelah itu mereka melanjutkan perjalanan yang sempat terhambat gara-gara Vanya. Sesampainya di kantin mereka langsung mendudukkan diri di bangku yang tak terlalu jauh dari arah pintu masuk.
Ichi dan Mega pergi untuk memesankan makanan, sedangkan Claire dan Anaya menunggu di meja yang mereka pilih tadi.
Tak lama Mega dan Ichi kembali dengan nampan berisi makanan pesanan mereka. Mereka memakan makanannya dengan tenang, sampai suara bising dari para siswi yang meneriaki nama para most wanted membuat mereka langsung menoleh.
"Mereka siapa?" tanya Anaya.
"Itu anak-anak geng Raven! Mereka itu bad boy tapi ganteng-ganteng!" ucap Ichi dengan hesteris.
"Enam orang paling depan itu anggota intinya, kalo yang belakangnya itu anggota biasa, itu yang paling depan namanya Alvian, dia ketua raven. Nah, itu yang dua dibelakangnya, yang muka es namanya Dian, kalau yang muka soft boy itu Agung. Kalo yang tiga di belakang itu Radit, Deo, sama Raden," ucap Claire menjelaskan satu persatu anggota inti raven.
Anaya terperangah, jadi yang ia lempari sepatu kemaren ketua raven?! Semoga saja dia lupa padanya. sumpah malu banget Anaya tuh! siapapun tolong bawa Anaya pergi dari sini dong!
Anaya memalingkan wajahnya saat matanya bertubrukan dengan mata indah milik Alvian.
Tanpa Anaya sadari ternyata sedari tadi Alvian menatapnya dari awal mereka memasuki kawasan kantin hingga saat ini. Entah kenapa Alvian menjadi sangat bahagia karena ada gadis itu di sini.
"Lo kenapa, Al?" tanya Agung yang sejak tadi melihat Alvian menatap ke arah beberapa gadis.
"Gue keknya suka sama tu cewek," ucap Alvian begitu gamblangnya.
"Murid baru itu?" tanya Deo dan diangguki kecil oleh Alvian.
"Cantik sih, tapi siapa namanya? Terus emang dia mau sama lo?" tanya Raden dengan nada yang mengejek Alvian. "Sialan lo," umpat Alvian sembari melemparkan snack makanan pada Raden.
Mereka tertawa melihat wajah masam dari ketuanya, "Tapi ada kemungkinan sih cewek itu mau sama lo," ucap Radit.
"Emang namanya siapa?" sambung Radit ikut nimbrung.
"Gue gak tau, tapi cewek itu yang nimpuk gue pakek sepatu," ujarnya dan langsung disambut gelak tawa oleh teman-temannya. Sedangkan Alvian mukanya udah sepet buat di pandang, tapi walaupun begitu dia juga tetep seng karena bisa ketemu cewek itu lagi, artinya takdir emang baik banget sama dia.
"Mampus emang enak ditimpuk pakek sepatu," ujar Deo di sela-sela tertawanya.
"Anaya Tabitha murid pindahan dari Bandung dan masuk di kelas 11 IPA1," ucap Agung dan seketika menghentikan tawa teman-temannya.
"Tau dari mana lo? Udah ketularan ilmu cenayangnya si Dian?" tanya Radit dan dibalas tatapan tajam oleh Dian. "Gak usah bawa-bawa gue!" ketus Dian lalu dibalas cengiran lebar oleh Radit.
"Tadi gue dikasih tau sama Ichi," balas Agung. Ichi emang tadi udah bilang kalo ada anak baru yangasuk kelasnya.
"Yang pdkt-an mah beda," ujar Deo, namun tak dihiraukan oleh Agung. Bodo amat dia mah sama temen sengkleknya ini.

Comentário do Livro (105)

  • avatar
    Arif Karisma

    Ceritanya sangat menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya semangat

    14/06/2022

      0
  • avatar
    YanaKadek tisna

    sangat luarbiasa

    15/08

      0
  • avatar
    suharmin

    tingi

    12/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes