logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 Salam Perpisahan

"Lo beneran pindah?" tanya seorang remaja laki-laki dengan jersey yang masih melekat pada tubuh tingginya.
Baru saja ia selesai latihan basket dan malah mendapatkan kabar bahwa sang pujaan hati akan meninggalkannya sebelum membalas perasaannya.
Ia pun langsung berlari menuju kelas Anaya dan membawanya ke belakang sekolah dan di sinilah mereka, duduk di kursi putih bawah pohon yang rindang.
Matanya menatap lurus ke arah langit yang sangat cerah, tapi berbeda dengan perasaannya yang sangat suram.
"Maaf, maaf karena gue belum bisa balas perasaan lo," ucapnya dengan menunduk. Ferry sudah sangat baik kepadanya dan keluarganya.
Laki-laki ini hanya tersenyum ia menoleh ke samping dan mendapati Anaya tengah tertunduk di sana. Tangannya lalu bergerak menarik dagu gadis itu agar menghadap ke arahnya.
"Liat gue, gue gak papa ya walaupun perasaan gue selama ini gak ada balasan, tapi gue mau lo tau kalau perasaan gue tulus sama lo dan gue gak akan maksain itu. Kalau lo bisa bahagia sama yang lain dan orang itu lebih baik dari gue, maka gue ikhlas." Ia berucap dengan lembut, meski kini hatinya terasa tercabik-cabik. Perjuangannya ... perjuangannya belum mendapatkan balasan sama sekali, dan kini ia harus ditinggalkan.
Hati Anaya seperti tersayat benda tak kasat mata, sebegitu jahatnya kah ia tak menerima rasa cinta tulus dari laki-laki didepannya ini? Ia tak tega melihat laki-laki yang sudah ia anggap sebagai kakaknya ini terluka, sebenarnya ada rasa di hati Anaya tapi rasa itu hanya sebatas rasa adik dan kakak ... tidak lebih.
"Makasih, makasih udah baik sama gue, gue akan selalu anggap lo sebagai kakak gue. Makasih udah selalu ada buat Aya," ucap Anaya dengan mata yang berkaca-kaca, ia sudah sering menolak cinta seorang cowok, tapi kenapa saat ia menolak Ferry hatinya seperti hancur?!
Tangan Ferry terulur meraih tubuh kecil Anaya kemudian memeluk erat, "Shutt ... don't cry Ay, i'm fine." Ia mengusap pundak Anaya dengan lembut.
"But I have hurt your heart," ucapnya dengan air mata yang masih mengalir.
"Don't worry, I'm fine," balasnya dengan mengusap air mata Anaya.
Bolehkan ia jujur? Sebenarnya hatinya sakit, saat lagi-lagi ia harus ditolak oleh gadis kesayangan, tapi ia juga harus menghargai keputusan dari Anaya.
"Udahlah jangan mewek, mana katanya Anaya yang gak pernah nangis di depan orang?" goda Ferry dengan terkekeh kecil.
"Eh! Gue lagi sedih karena kita bakal susah buat ketemu dan lo malah nyebelin!" ketus Anaya dengan memukul lengan Ferry, sedangkan Ferry hanya terkekeh melihat Anaya.
"Udah-udah, gimana kalo nanti sore gue ajak lo jalan-jalan deh gimana?" tanya Ferry yang langsung membuat Anaya tersenyum manis.
"Ayo! Nanti lo yang bayar ya!" balas Anaya dengan cengiran khasnya.
"Iya nanti gue yang bayar, dah sini peluk lagi!"
Ferry kembali mendekap erat tubuh Anaya sebagai salam perpisahan. Tuhan! Bolehkah aku meminta tolong, jaga gadisku dan buatlah dia untuk selalu tersenyum, karena saat ini aku tak bisa selalu ada didekatnya dan menghiburnya, carikan dia pendamping yang bisa selalu membuatnya tersenyum, karena senyuman sangat berharga bagi orang lain–batin Ferry dengan tersenyum miris, apa perjuangannya selama ini akan sia-sia?
***
Sesuai janjinya, kini Ferry telah berdiri di depan pintu rumah Anaya. Tangannya terulur untuk memencet bel rumah gadis itu.
Tak lama pintu terbuka dan menampilkan sosok remaja laki-laki yang tingginya tak jauh dari Ferry.
"Hai kak, mau cari kak Aya?" sapanya begitu melihat Ferry.
"Hai boy. Iya kak Aya mana?"
Kevin sedikit menyingkirkan badannya dari pintu, seakan mempersilahkan tamunya untuk masuk.
"Ada di dalem, kuy masuk dulu biar Kevin panggilin," ucapnya kemudian berjalan ke dalam dan di ikuti oleh teman dari kakaknya.
Kevin berlarian kecil menaiki anak tangga, sampai di pintu bercat putih ia mengetukkan kepalan tangannya pada pintu kayu tersebut.
"Sis, open the door!" teriak Kevin.
"Come on in! Not locked!"
Mendengar jawaban dari sang kakak Kevin langsung masuk begitu saja, "What are you doing? Ayo turun di cariin orang kamu kak."
"Packing, who?" Anaya berhenti melakukan pekerjaannya lalu menatap sang adik.
"Your boyfriend maybe."
Sontak gadis ini langsung melempari adiknya menggunakan boneka, "I don't have boyfriend stupid."
Kevin terbahak, "Hahahaha ... just kidding sis, ada kak Ferry di bawah."
Anaya menepuk jidatnya, "Oh iya lupa! Bilangin ke kak Ferry five minutes again."
Kevin hanya mengangguk lalu keluar begitu saja. Sampai di bawah ia langsung mendudukan tubuhnya di singgel sofa samping Ferry.
"My sis said, five minutes again." Laki-laki itu hanya mengangguk.
Sesuai perkataannya, kini Anaya berjalan menghampiri kakak kelasnya dan adiknya.
"Ayo kak!"
"Udah? Oke ayo, Kevin mau ikut?" tanyanya.
"No, nanti Kevin jadi obat nyamuk lagi. Kevin titip takoyaki sama dorayaki aja deh," ucap Kevin dengan senyum manisnya.
"Aman, ayo Ay!" Ia langsung menggandeng tangan Anaya menuju mobilnya yang sudah terparkir di luar.
"Kasian, perjuangan bertahun-tahun gak dapet hasil malah mau ditinggal pindah," gumam Kevin lalu kembali fokus pada gamenya.
Hari ini Ferry benar-benar mengajak Anaya untuk berkeliling sesuai dengan keinginannya gadisnya itu.
Sekarang mereka tengah menikmati kelapa muda seraya memandangi matahari yang seperti ditelan oleh laut dan menghasilkan semburat jingga di sekelilingnya.
"Are you happy?"
Anaya menoleh ke samping, ia tersenyum lalu menggerakkan kepalanya, "Hum, i'm so happy! Thank you ...."
"It was nothing, sebagai memori terakhir lo disini harus happy pokoknya," katanya dengan terkekeh.
Anaya ikut terkekeh, "Apaan coba, lagian gue cuma pindah kota bukan mau pindah alam. Gue pindah kek mau pindah alam aja, alay lo semua ah!"
"Bukannya alay, kita-kita sayang sama lo. Kita sedih lo mau pindah apalagi temen-temen lo, mereka udah anggep lo kayak sodara sendiri jadi wajar kalo mereka kayak gitu," jelas laki-laki tadi lalu kembali menyesap es kelapanya.
"Bener, gue beruntung banget bisa ketemu kalian. Gue bisa ngerasain punya kakak, selalu dijaga, kayak benar-benar di istimewakan hahaha ...," celetuknya dengan terkekeh kecil.
"Makannya lo harusnya bersyukur banget bisa ketemu mereka, dah ayo pulang udah mau malem ni. Bisa-bisa dihajar om Arga gue kalo bawa lo pergi sampe malem." Ia mengulurkan tangannya pada sang gadis dan disambut antusias oleh gadisnya, eh gadisnya?
Anaya hanya mengangguk, "Ayo!"
Sekarang kenangannya di kota ini sudah berakhir. Ia akan kembali mengukir cerita di kota barunya.
Terimakasih Bandung! Terimakasih atas segala kebahagiaan dan kenangannya, terimakasih sudah mendatangkan orang-orang baik! –batin Anaya berseru.

Comentário do Livro (105)

  • avatar
    Arif Karisma

    Ceritanya sangat menarik dan menghibur saya suka sekali dengan alur ceritanya semangat

    14/06/2022

      0
  • avatar
    YanaKadek tisna

    sangat luarbiasa

    15/08

      0
  • avatar
    suharmin

    tingi

    12/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes