logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 3 - Pilihan Bunda

Pagi hari di hari senin, seorang gadis berusia delapan belas tahun tampak sedang merapikan seragam, gadis itu sedang bersiap untuk berangkat ke sekolah. Merasa sudah rapih Vanessa mengambil tas berwarna cokelat miliknya.
Di ruang makan, Vanessa senang bukan main karena bisa sarapan dengan Papa.
"Pagi paaa," Vanessa menyapa Papa dengan ceria.
"Pagi, Sa. Ayo sarapan."
"Okay Papa, oh iya Kak Vano mana Pa?" Vanessa mencari Kakak berisiknya itu. Kok nggak ada yaa?
Handy meletakan cangkir teh hangatnya. “Udah berangkat tadi."
“Kakak sekarang sibuk ya, Pa.” Vanessa cemberut.
Hana tersenyum melihat raut sedih Vanessa. “Kalau ada juga ribut terus kok.”
“Ngobrolnya lanjutin nanti, sekarang sarapan hari senin berangkatnya lebih awal kan?”
“Iya, Mama.”
Di keluarga Winata selalu membiasakan untuk makan nasi di pagi hari. Pagi ini untuk pelengkap nasi Hana memasak sayur sup.
“Sasa, berangkat sekarang ya. Asaalamu'alaikum,” pamit Vanessa, ia telah menyelesaikan sarapan paginya, lalu menyalami tangan Mama dan Papa.
“Wa'alaikumussalam,” jawab  Handy dan Hana.
Setelah berpamitan, Vanessa berjalan ke halaman rumah. Disana sudah ada Mang Fendi yang siap mengantar Vanessa ke sekolah.
“Berangkat sekarang, Neng?” tanya Mang Fendi ketika Vanessa sudah memasuki Mobil Alphard Putih.
“Iya, Mang berangkat sekarang hari ini senin, jadi agak awal."
“Siap Neng, berangkat sekarang.”    
* * *
Vanessa menyipitkan mata ketika mobil yang di tumpangi melewati Toko toy's story yang cukup ramai walau masih pagi. Ada seorang anak berusia sekitar 7 tahun duduk di pinggir trotoar sambil menangis.
“Berhenti Mang!” Vanessa menyuruh mang Fendi menghentikan laju mobil.
“Astaghfirullah. Neng kenapa tiba tiba minta berhenti?” tanya Mang Fendi bingung. Kenapa Vanessa tiba-tiba minta berhenti di tengah jalan? Untunglah belum terlalu macet, dan jalanan masih lenggang jadi tidak banyak yang terganggu mobil yang di tumpangi Vanessa berhenti di tengah jalan.
“Sebentar Mang, ada anak kecil nangis sendirian, Sasa enggak tega. Sasa samperin sebentar ya, Mang." usai berpamitan kepada Mang Fendi, Vanessa bergegas turun dari mobil, menghampiri anak  yang sedang menangis di pinggir trotoar.
“Halo, Adek sendirian?” tanya Vanessa ketika sudah ada di samping anak kecil yang tadi ia lihat.
Anak kecil itu menatap Vanessa dengan air mata yang masih mengalir deras.
“Ha-halo..” jawab anak kecil itu. Suara nya agak tersendat karena menangis.
Vanessa tak tega melihat anak kecil itu menangis, langsung membawa anak kecil itu ke dalam pelukanya.
“Cup..cup..cup. Sayang sudah yah, jangan menangis, disini udah ada Kakak.” Vanessa mengelus punggung anak kecil itu, guna meredakan tangis nya.
Beberapa menit berlalu, tangisnya mulai mereda tidak separah tadi. Vanessa memutuskan membawa anak laki-laki itu ke Taman terdekat. Kebetulan di dekat Toko toy's story ada taman yang tidak terlalu jauh.
Di taman Vanessa duduk di bangku yang tersedia, sambil memangku anak laki-laki yang menangis tadi.
“Nama kamu siapa, sayang?” tanya Vanessa.
"Rey," jawab anak kecil itu sambil sesekali menyeka air matanya yang masih mengalir.
'Rey' nama yang tidak asing. Ia mencoba mengingat kembali, sepertinya nama 'Rey' pernah ia dengar, dan wajahnya pun tampak familier. 
“Rey kenapa sendirian, di trotoar kan bahaya. Mana Mama sama Papa kamu?”
“Mommy? Kata Daddy Mommy ada di tempat yang indah, namanya Surga, nggak tahu kapan pulangnya. Daddy sekarang ada di mana Rey juga nggak tahu, tadi Rey jalan duluan. Daddy telepon terus bikin kesel."
Surga? Berarti Ibunya sudah meninggal. Vanessa menatap anak itu lekat, ia sudah ingat dimana ia pernah melihat dan mendengar nama 'Rey'.
Vanessa meminta Rey untuk menceritakan kenapa dia bisa terpisah dengan Daddy dan kenapa bisa sendirian di trotoar, sesekali anak kecil itu mengusap air matanya yang mengalir.
"Rey sayang udah ya tenang, sekarang udah ada Kakak." Vanessa mengusap air mata Rey.
Cukup lama Venessa menemani Rey menangis, sampai tangis Rey mereda dan bertanya hal yang tidak Vanessa duga.
"Kak, temen Rey semua pada punya Mommy. Dari Rey kecil, Rey belum pernah ketemu sama Mommy. Paling di temenin Kak Kinan sama Oma. Kira-kira.. kapan Mommy pulang ya, Kak?"
Vanessa diam. Apa Rey belum tahu kalau Ibunya sudah meninggal? Dia bingung sebenarnya. Takut kalau-kalau memberi jawaban yang salah alih-alih menenangkan.
"Mommy Rey udah ada di surga. Jadi nggak bisa pulang, Rey."
"Nggak bisa pulang apa nggak mau pulang Kak, Mommy?"
"Nggak bisa sayang, surga itu jauh. Nanti pasti Rey ketemu kok sama Mommy di surga."
"Kapan, Kak?"
'Nanti sayang kalau sudah waktunya.'
"Suatu hari nanti, Rey."
"Masih lama berarti ya, Kak? Apa cuman Rey yang nggak bisa ketemu Mommy? Semua pada punya Mommy cuman Rey doang yang nggak. Daddy juga sibuk, jarang di rumah. Semua pada nggak sayang Rey huwa.." Rey menangis lagi.
"Shut.. Rey. Semua sayang Rey kok, Kakak juga sayang sama kamu Rey." Vanessa jujur, walau baru pertama bertemu, rasa sayang itu sudah muncul. Dia juga suka anak kecil.
"Kakak sayang sama Rey?"
"Iya, Kakak sayang sama Rey."
"Kalau gitu Kakak aja yang jadi Mommy Rey, mau? Rey pengin punya Mommy."
Mommy? Dia di panggil Mommy secepat ini?
Perlahan wajah Rey kembali keruh, melihat Vanessa diam tidak merespon. “Kakak nggak mau ya?”
Mendengar suara bergetar Rey, Vanessa tidak kusa jika menolak di panggil Mommy. “Rey boleh kok panggil Mommy Jangan menangis lagi ya.”
Baiklah, mungkin ini sudah takdir. Dia dipanggil Mommy secepat ini. Kalau benar orang tua Rey adalah dia. Berarti benar mereka akan berjodoh.
'Ya Allah. Benar ini rencanamu?'
* * *
Sean sedang panik bukan main, Rey tidak berjalan di sampingnya.
Sudah setengah jam Sean berkeliling di toko ini belum ketemu juga, sialan. Kenapa toko ini luas sekali. Sean sempat mendatangi manager toko untuk mengerahkan karyawanya ikut mencari Rey, bahkan dengan kekuasaan yang dimiliki Sean menutup toko ini agar Rey bisa ketemu.
Sean melihat taman tidak jauh dari toko ini, ia berjalan ke arah taman, siapa tahu Sean bisa menemukan Rey di sana? Who know?
Sean terus bertanya pada orang yang dia temui di jalan dan hasilnyapun sama.
Ketika sampai, Sean menyapukan pandangannya ke segala arah. Alisnya menyatu ketika melihat anak kecil yang mirip dengan Rey.
Sepertinya anak kecil itu tertidur dan pakaian yang anak kecil itu mirip dengan yang digunakan Rey pagi ini. Setelah seperkian menit memastikan bahwa anak itu benar Rey, Sean memutuskan untuk menghampiri mereka.
“Maaf boleh bertanya?”
"Ya?" Perempuan berseragam osis itu menatap Laki-laki di depanya dengan tatapan was-was.
“Boleh bicara sebentar?”
"Boleh, silakan."
"Anak itu... tidur ya?"
"Iya, tadi nangis terus pas tiduran malah tidur."
"Ketemu sama dia dimana?"
"Di pinggir trotoar. Katanya lagi kesel Daddy main hape terus. Jadi dia mutusin buat pergi, kayanya kesasar deh."
Sean manggut-manggut. Memang, tadi dia sibuk menelpon Deas supaya mengatur ulang jadwal meeting. Sean tidak menyangka Rey akan nekat pergi sendiri.
"Tadi sudah sempet ngobrol berarti? Kalau sudah, pasti nama anak ini Rey kan? Reynand anak saya tepatnya."
"Nggak percaya saya."
"Saya bisa buktiin. Ini Foto saya sama Rey."
Vanessa melihat foto itu. Benar itu Rey dan laki-laki yang duduk di sampingnya. Vanessa bersyukur, karena pria ini ternyata Ayah dari anak kecil yang kini sedang tertidur dengan pulasnya.
"Boleh saya bangunin Rey? Kita harus pulang. Rey baru sembuh dari sakit jadi hari ini dia tidak sekolah. Kamu juga harus sekolah kan? Ini hari sen—astaga ini sudah jam 9 kamu pasti terlambat."
"Memang, baru kali ini saya bolos Om."
"Sean. Panggil saja Sean, saya belum setua itu untuk di panggil Om."
"Oke. Nggak sopan ah, Om—maksudnya Kak Sean lebih tua dari saya."
"Terserah kamu, yang penting jangan Om. Saya bukan Om kamu." Sean mencoba membangunkan Reynand. "Rey bangun sayang."
Rey langsung mengerjap, dia sangat sensitif kalau ada yang mengusik tidurnya.
"Daddy?"
"Iya ini Daddy, bangun sayang."
"Daddy kita lagi nggak temen. Lagian Rey lagi sama Mommy." Rey memeluk perut Vanessa. Posisi Rey sekarang masih tiduran di bangku taman dengan paha Vanessa sebagai bantal.
"Mommy?" alis Sean terangkat.
"Anu.... itu Kak, tadi Rey minta manggil saya Mommy."
Meski bingung Sean mengiyakan saja. Tumben Rey cepat akrab dengan orang baru, manggil Mommy pula.
"Sorry.... Kak, apa Kakak ini Sean yang itu yaa?"
"Yang itu maksudnya?"
"Itu.. maksud saya, Sean Prasaja?"
Untuk beberapa saat Sean terdiam, benar, gadis ini.. Bagaimana bisa tahu nama lengkapnya?
Merasa ada yang janggal Sean mengambil ponsel dari saku jas. Sean membuka pesan Bundanya, melihat foto yang Bunda kirim. Sean menyamakan foto yang ada di layar ponselnya dengan gadis yang ada di sampingnya. Mereka sama persis, jadi gadis yang sedang duduk di sampinya adalah Vanessa?
“Vanessa Winata," ucap Sean tanpa sadar. Suaranya lirih tapi masih bisa Vanesaa dengar.
Kebetulan apa kali ini Tuhan? Jadi gadis ini yang Bunda pilih?
* * *
Bab 3 Married with cold man sudah update!
Ekhem pertemuan pertama Rey udah punya Mommy nih.
Gimana Sean udah ketemu sama calon istri pilihan Bunda nih.
See yaa di bab depan ya guys yaa.
Follow Instagram : @fellicyamahendra

Comentário do Livro (68)

  • avatar
    SaadahNursaadah

    masih penasaran dengan cinta Sean dan Vanessa....apalagi kalo LG dikamar...PGN ada season berikutnya...yg lebih romantis lagi...Karna sy sgt suka novel percintaan...

    21d

      0
  • avatar
    DeliaFahira

    aku sudah menjawab semua yang di sini dan aku bisa menjawab

    03/08

      0
  • avatar
    Sriyanti Andes

    aku suka yo membaca

    28/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes