logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 Kegaduhan

Jam istirahat tiba, Rana dan ketiga sahabatnya berjalan menyusuri lorong sekolah beberapa orang sibuk mempermasalahkan kemenangan Rana. Walaupun sesekali dia juga tersenyum tipis pada mereka yang mengucapkan selamat atas kemenangannya.
Gadis itu merasa tidak nyaman atas pencapaiannya dan masih saja bermuka datar. Tatapan matanya kosong, tidak terlihat seperti orang yang baru saja memenangkan lomba.
Kejadian di panggung pagi tadi, membuat Rana merasa iba, sedih dan kecewa. Walaupun kenyataannya ia berhasil menjadi juara pertama, kedua sudah pasti Alif. Stela dinyatakan gugur. Akibat kejadian yang menimpa Stela, banyak yang merasa kemenangannya seolah palsu.
Gadis berjilbab itu, masih bertanya-tanya. Apa yang terjadi dengan Stela, apakah dia benar-benar pingsan? Ini bukan kali pertama untuknya bicara di depan umum. Stela sering menjadi pembawa acara bahkan beberapa kali menjadi bintang tamu di sebuah radio.
“Rana, kok mukanya datar gitu sih? Senyum dong, kemenangan itu, hal yang patut disyukuri!” Amoy protes, bibirnya cemberut karena merasa ada yang aneh dengan saabatnya.
“Kamu pasti mikirin Stela, iya kan?” Sarah menebak, dia paham betul sifat Rana yang baik hati, peduli pada sesama dan pemaaf.
“Nenek Sihir itu gak usah dipikirin. Dia itu takut kalah dan gak mau nanggung malu, Na!” Pele menambahkan.
“Aku bukannya tidak bersyukur atau tidak senang dengan kemenangan ini. Tapi ada yang mengganjal di pikiranku. Tadi Stela beneran pingsan gak yah? Kalian udah liat dia di ruang unit kesehatan?”
“Ya ampun, Na. Udah lah, gak usah dipikirin. Paling dia pura-pura! By the way, aku ke kantin dulu!” sahut Sarah kemudian pergi seraya melambaikan tangan.
“Ikut-ikut!” Pele mengejarnya.
Rana dan Amoy maso berjalan menelusuri koridor, kelas mereka cukup jauh dari aula sekolah. Setiap jam istirahat memang selalu ramai. Beberapa orang berlalu-lalang menjinjing makan dari arah kantin. Ada yang duduk di pinggiran lapangan basket. Ada yang hanya berdiri mematung di depan Lobi, ada juga yang memilih berdiam diri di ruang kelas.
Stela muncul dari balik kerumunan. Sasa mengikuti di belakangnya. Sesekali gadis berkepang dua itu mengibaskan kipas, ke arah Stela.
“Temen-temen, udah ngucapin selamat belum sama princess Rana?”
Stela menunjukkan ekspresi bahagia yang berlebihan di hadapan anak-anak yang sedang bergerombol. Beberapa siswi perempuan ada yang tertarik dengan ocehannya, ada juga yang mengabaikan dan memilih pergi.
“Princess Abu-Abu.” Sasa membetulkan perkataan Stela.
“Rana, selamat yah! cuma ini yang bisa Gue bantu biar Lo menang. Gimana, seneng gak? Acting Gue bagus kan? Jangan lupa bahagia yah, sama pialanya.”
Stela mengulurkan tangan. Gadis dihadapannya diam tidak berkutik.
“Baru jadi tukang mie aja, songong!”
Stela kesal, melihat Rana yang tidak membalas jabatan tangannya.
“Ya, ampun jahat banget kamu! Stela udah ngulurin tangannya, Loh.”
Sasa berkomentar sinis, dia mengibaskan kipasnya tepat di depan muka Rana.
Rana meletakan piala setinggi satu meter itu di atas kursi yang ada di depan ruang kelas, lalu mengulurkan tangannya dan mencoba tersenyum selebar mungkin.
“Terima kasih Stela, Sasa!”
Muka Stela merah terbakar melihat ekspresi Rana yang datar-datar saja.
“Sombong banget, Lo! Baru kali ini yah bisa dapet piala segede gitu.” Stela mendorong bahu Rana dengan jari telunjuknya. Rna masih diam, dia benar-benar heran dengan tingkah Stela.
“Oh iya, Lo kan, gak mungkin bisa beli piala itu. Apa lagi cuma dari hasil jualan mie yang rasanya gak karuan. Jangan - jangan Lo nambahin pelet atau apa di mie-nya. Mana mungkin tiba-tiba orang mau beli mie jalanan yang gak jelas kayak gitu.”
Ucapan Stela membuat Amoy naik pitam, dia tidak bisa hanya diam, melihat Rana dipermalukan seperti itu. Tangannya yang gempal mendorong bahu stela. Hampir saja tubuh gadis berambut ikal itu akan terjatuh. Bahkan Amoy sudah siap memberikan pukulan untuk mulut Stela yang menurutnya mesti diberikan pelajaran.
Ucapan Stela tadi, tidak hanya menghina Rana, tapi menghina Michan yang merupakan usahanya juga.
Rana tidak bisa tinggal diam melihat kemarahan Amoy, gadis itu berusaha melerai.
Naas, baru memegang pundak Amoy, dirinya tersenggol tubuh sahabatnya yang gempal sampai jatuh. Amoy segera berbalik menolong Rana dan meminta maaf.
Gadis cantik itu membersihkan tangannya dari debu. Dia sedikit meringis karena ada darah yang keluar akibat tergores. Stela masih berdiri menonton.
“Rana Ayo, aku bantu.” Amoy membangunkannya.
Kini puluhan mata tertuju pada sumber keributan. Rana mendekat pada Stela dan mulai bicara pelan.
“Mau kamu apa Stela?”
“Gue cuma mau bilang Aamiin.. buat mimpi-mimpi Lo. Tadi waktu sambutan, Gue denger katanya Lo pengen pergi ke Jepang ya? By The Way mau kuliah atau mau cari sosok ayah si penjahat yang tidak bertanggung jawab itu. Laki-laki berengsek. Ayah yang udah ninggalin keluarga sama menipu Mama lo?”
Amoy sudah tidak bisa meredam emosinya.
“Cukup Stela, kamu mau tangan ini mendarat di mulutmu?”
Dia mendorong tubuh Stela sampai terduduk di kursi. Rana maju menghalangi tubuh Amoy yang masih berusaha ingin memukul Stela.
“Stela, kamu boleh mencaci maki atau menghina aku, tapi jangan bawa orang tua. Apalagi sampai fitnah ayah sama ibuku!”
Rana berusaha menghadang tangan Amoy yang mencari celah untuk menjambak rambut Stela.
Sasa sibuk memukul-mukul tangan Amoy yang gempal dengan kipasnya.
“Siapa yang fitnah, Mama Lo itu cewek murahan. Dia telah menghalalkan segala cara biar bisa nikah sama orang kaya. Denger yah Rana, Gue dapet informasi itu lengkap. Langsung dari sumber terpercaya. Secara, Ibu Loe kan dulu Sekretaris ganjen. Dia itu babunya Papa gue di kantor. Dasar anak haram.“
“Beneran Stela? Wah parah itu!” Sasa ikut berkomentar.
Rana beristigfar.
"Kamu keterlaluan, Stela. Aku akan buktikan, apa yang kamu katakan itu tidak benar!”
Dia tidak menyangka, Stela berani menghina ibunya, bahkan bicara sekasar itu di depan umum. Sebenarnya apa yang dia inginkan sampai berani berkata seperti itu?
“Eh, Stela. Justru kamu yang menghalalkan segala cara demi apa pun yang kamu mau. Termasuk cara licik kamu buat masuk final di lomba tadi. Sasa, Kue Love Story itu milik mama kamu, kan?”
Amoy tidak mau kalah, dia tidak rela melihat sahabatnya di permalukan di depan umum. Matanya memandang dengan penuh keyakinan ke arah Sasa.
“Betul-betul-betul! Temen-temen jangan lupa mampir ke kafe, ya!” sahut Sasa dengan polosnya.
Stela berdiri lalu menginjak kaki Sasa hingga gadis berkuncir itu meringik.
“Sakit tau!”
Sasa memonyongkan bibir. Dia cemberut tidak terima.
“Kamu sudah mencuri resep rahasia keluarga lewat tangan Sasa, bahkan kamu berani membocorkan laporan keuangan yang sudah Tante Michel tutup rapat. Padahal itu semua privasi yang tidak boleh diketahui umum. Bisa -bisa, Tante Michel marah besar.”
“Diem ya Lo gendut, gak usah fitnah-fitnah Gue.”
“Siapa yang Fitnah, aku tau semuanya dari Sisi kembarannya Sasa. Dia sendiri yang cerita. Sisi itu langganan Michan. Iya kan, Sasa?”
Amoy kembali menatap tajam ke arah Sasa.
Sasa hanya garuk-garuk kepala lalu dengan terpaksa tersenyum ke arah Stela.
“Ada apa ini ribut-ribut?”
Suara Bu Fatma yang lantang memecah keheningan. Dia salah satu guru yang paling ditakuti di sekolah. Raut mukanya sangar. Cukup dengan melihatnya saja, seluruh siswa siswi yang sedang bergerombol segera berhamburan.
Stela angkat bicara,
“engak ada apa-apa Bu, kita cuma ngucapin selamat sama Rana.”
“Iya kan, Rana?”
Stela melotot ke arah gadis di hadapannya. Rana mengabaikan, dia memilih tersenyum ke arah Bu Fatma.
“Bubar semuanya!”
Sasa menarik tangan Stela dan membawanya ke arah kantin, Rana dan Amoy mencium tangan bu Fatma, mengucapkan salam dan pergi ke arah kelas.
“Momoy!”
Tiba-tiba langkah kaki gadis betjilbab putih itu terhenti. Gadis bertubuh gempal pun ikut menghentikan langkahnya.
“Ada apa?”
“Mau, Aku beri tahu satu hal?”
“Boleh!”
“Sesungguhnya orang yang kuat itu bukanlah orang yang kuat dalam bergulat, tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang bisa menahan dirinya ketika marah. Momoy paham kan, maksud aku?”
“Iya, terima kasih Rana, kamu sudah mengingatkan. Habisnya aku sebel banget sama si nenek sirhir itu. Aku gak suka liat kamu dipermalukan kayak gitu.”
Rana tersenyum.
“Lain kali, kalo Stela kayak gitu lagi, kamu abaikan saja. Banyak Istigfar!”
“Siap!”
Amoy memasang kuda-kuda seperti keadaan siap menyerang dalam olah raga pencak silat.
“Luka di tangan kamu, aku minta maaf ya Rana. Tadi enggak sengaja."
“Iya, gak apa -apa. Aku bawa plester kok, di kelas.”
Rana telah berusaha sesabar mungkin hari itu, walaupun sebenarnya perkataan Stela tadi telah menyakiti hatinya.
Kata-kata kasarnya, kini terngiang-ngiang di telinga, mengganjal di pikiran. Menciptakan masalah baru, yang mesti dia cari tau kebenarannya.

Comentário do Livro (111)

  • avatar
    Niko

    bagus ceritanya

    20d

      0
  • avatar
    MichelleYan

    beautiful story

    19/08

      0
  • avatar
    AzahraPutri

    terlalu panjang

    18/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes