logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 6. Sopir Ganteng

 Bab 6. Sopir Ganteng
Dari kejauhan terlihat beberapa pasang mata pekerja wanita, juga Gladis menatap ke arah Mona dan Ahmad, mereka seperti penasaran dengan kehadiran Ahmad. Karena tak biasanya Mona datang bersama seorang pria.
Mona adalah wanita yang ambisius dan fokus dalam pekerjaannya, makanya dia bisa sesukses seperti sekarang. Namun kisah cintanya yang tidak berjalan sesuai dengan kemauannya.
"Kenapa mereka menatapku seperti itu? Jangan-jangan mereka sudah tahu, kalau aku sudah menikah dengan sopir ini!" batin Mona berspekulasi sendiri.
Dia takut jika pernikahan rahasia yang dia lakukan dengan Ahmad akan diketahui oleh orang lain, terutama para pekerja pabrik konveksi nya. Dia masih merasa malu, dengan status barunya yang terpaksa menikah dengan sopir pribadi ayahnya tersebut.
"Cepat turun! Aku sudah terlambat pergi ke kantor!" cetus Ahmad yang seketika membuyarkan lamunan Mona.
Dengan perasaan kesal, Mona menatap Ahmad dengan tatapan tajam seraya beranjak turun dari mobil.
"Iya bawel!" tukas Mona kemudian, dengan raut muka yang ditekuk.
Setelah Mona turun dari mobilnya. Gegas Ahmad pun segera melajukan mobilnya menuju kantor dan meninggalkan Mona di tempat itu.
"Semoga Gladis tidak menanyakan siapa si sopir itu!" batin Mona bermonolog.
Selepas kepergian Ahmad. Gladis yang merupakan sekertaris Mona pun segera menghampiri sang atasan untuk menyampaikan laporan kerjanya.
"Selamat pagi Mbak! Saya sudah mengecek semua baju yang di produksi hari ini, dan ini laporannya," kata Gladis menyerahkan map berwarna kuning.
Meski ada rasa penasaran dari dalam diri gadis itu, dia tidak berani untuk menanyakannya. Terlebih atasannya itu terkenal galak jika ada yang bertanya tentang masalah pribadinya, dan Gladis tahu benar akan hal itu.
"Iya, Gladis. Oh iya, ini sudah bagus semuanya. Dan semua sesuai target ya," ucap Mona membaca laporan itu dengan seksama.
Dia mengecek semua bagian dari kertas yang dipegangnya tanpa terlewat satu pun, seraya mengangguk-angguk.
"Iya Mbak!" jawab Gladis seraya mengangguk pelan.
"Bagus, bagus. Pekerjaan kamu bagus Gladis," puji Mona tulus.
Meskipun Mona adalah wanita yang terlihat angkuh, tapi dia profesional dalam pekerjaannya. Dia tidak akan segan memuji jika kerja karyawannya melaksanakan tugas sesuai dengan keinginannya, dan juga dia tlidak pelit memberi bonus. Maka dari itu karyawannya sangat menghormati Mona sebagai seorang atasan yang baik.
"Terimakasih, Mbak!" jawab Gladis seraya berjalan mengekor di belakang Mona.
Seperti biasa Mona berkeliling pabrik konveksi nya itu, bukan dia tidak percaya dengan para mandor yang dia tugaskan untuk mengawasi para pekerja di sana. Melainkan, dia ingin melihat secara langsung para pekerja menjahit karya-karyanya.
Mona berjalan melewati para pekerja yang kebanyakan perempuan itu, sesaat Mona mendengar mereka saling berbisik di belakang Mona yang sedang mengamati hasil kerja mereka.
"Siapa ya itu tadi? Apa sopir nya Mbak Mona ya?" celetuk Siti berbisik-bisik dengan temannya, meski suaranya masih terdengar ke telinga Mona.
"Iya kali, apa jangan-jangan pacarnya. Ganteng gitu!" tukas Eka menimpali.
"Kenapa mereka memuji-muji si sopir itu sih! Jangan sampai mereka tahu jika aku menikah dengan seorang sopir. Mau ditaruh mana mukaku ini!" batin Mona yang merasa tidak suka mendengar penuturan para pekerjanya itu.
Meski begitu. Ada rasa berbeda yang Mona rasakan, ketika para pekerja yang mayoritas wanita itu membicarakan Ahmad. Entah, perasaan apa itu. Apalagi mendengar penuturan para gadis-gadis yang terlihat tertarik dengan wajah tampan Ahmad.
"Mau deh, punya pacar seperti dia. Sopir pun boleh lah, kalau ganteng mah!" ucap Tina berkhayal.
"Ini lagi, malah pengen jadi pacarnya! Nggak tahu apa kalau aku ini istrinya!" tukas Mona membatin, dan tanpa sadar mengakui Ahmad sebagai suaminya.
Tanpa sadar Mona memikirkan Ahmad sebagai suaminya, juga kembali teringat dengan kejadian semalam saat wajah Ahmad begitu dekat dengan wajahnya dan yang membuat Mona membayangkan wajah Ahmad yang tampan.
"Heh, sudah-sudah kerja. Trio ceriwis ini!" tukas Gladis mengakhiri obrolan mereka.
Hal itu juga seketika membuyarkan lamunan Mona tentang Ahmad, dan tersadar bahwa tadi dia sempat menyebutnya sebagai suami.
"Bo-dohnya aku!" batin Mona merasa menyesal dengan apa yang ia bayangkan tadi.
Mona pun bergegas meninggalkan meja para karyawan yang membicarakan tentang Ahmad itu, dan sayup-sayup Mona masih dapat mendengar pembicaraan mereka.
"Ih Mbak Gladis nggak asik nih!" tukas mereka serempak sembari mengerucutkan bibir.
Gladis pun menggelengkan kepalanya, heran dengan kelakuan trio ceriwis itu. Kemudian, Gladis pun bergegas menyusul langkah kaki Mona yang terlebih dulu pergi dari tempat itu.
Kenapa mereka yang baru pertama kali bertemu Ahmad sudah begitu tertarik kepada pria yang kini telah menjadi suaminya itu. Sementara dia malah membuat perjanjian pernikahan dengan pria tersebut, dan mengharapkan perpisahan saat dia telah melahirkan kelak. Itulah yang kini ada di benak seorang Monalisa Permana.
Tapi memang sikap egonya yang menganggap dirinya memiliki status di atas Ahmad, membuatnya tidak dapat menerima Ahmad sedari dulu. Dia juga takut dengan pandangan orang lain, jika tahu status pernikahannya dengan seorang sopir.
"Maaf Mbak, atas ketidaknyamanannya. Mereka memang suka seperti itu!" ucap Gladis.
"Tidak apa-apa Gladis!" jawab Mona singkat.
"Mbak, apa sekarang kita langsung menuju butik?" tanya Gladis kemudian.
"Iya, tapi saya tidak bawa mobil!" ucap Mona menjelaskan.
Biasanya Mona selalu membawa mobil sendiri, dan akan pergi ke butik dengan dua mobil yang berbeda dengan Gladis. Karena biasanya di waktu yang tidak ditentukan mereka punya jadwal masing-masing untuk pergi ke tempat yang berbeda, dan itu berlalu setiap hari.
Tapi hari ini, Mona tidak membawa mobilnya. Karena permintaan sang ayah yang membuatnya harus terjebak bersama dengan suami sekaligus sopir pribadi ayahnya itu.
"Saya bawa Mbak, pakai mobil saya saja!" tukas Gladis kemudian.
"Baiklah kalau begitu, ayo kita berangkat ke butik sekarang!" ajak Mona yang beranjak menuju tempat parkir, bersamaan dengan Gladis yang berjalan mengikuti Mona dari belakang.
Akhirnya mereka segera berangkat ke butik setelah menyerahkan tugas pada mandor, sekaligus memberikan sedikit pengarahan untuk mengawasi pekerja di pabrik.
Setelah Mona dan Gladis masuk ke dalam mobil, mobil itu pun mulai melaju ke butik baju Mona yang paling besar dan megah. Butik itu berada di tengah kota, dan sering menjadi langganan para aktris-aktris ibukota.
Tak berapa lama mobil yang mereka kendarai pun sampai di tempat tujuan, dan Gladis pun segera memarkirkan mobilnya. Lalu, Mona dan Gladis segera berjalan menuju ruang kerja Mona yang berada tepat di lantai tiga butik tersebut.
Sesampainay di ruangan Mona, ternyata di tempat itu sudah ada orang yang Mona kenal dengan sangat baik.
"Kalian!"

Comentário do Livro (262)

  • avatar
    ArifinMuhammad Ichsan

    👍good

    13h

      0
  • avatar
    NadhifiantoRaakan

    bagus novelah

    5d

      0
  • avatar
    MUTIARESKYMUTIARESKY

    bagus sekali

    6d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes