logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 AWAL PERTEMUAN

Rahman merupakan senior Arga ketika di kampus. Mereka menjadi dekat ketika Arga yang menjadi anggota senat junior sering berkonsultasi pada Rahman tentang program-program yang sebelumnya di pegang oleh Rahman, yang saat itu sudah pensiun dari senat dan fokus pada skripsinya.
Rahman merupakan tipe kakak tingkat yang idaman bagi Arga. Selain ramah, pendiam, sikapnya yang tenang, Rahman juga tidak pelit ilmu pada adik tingkat yang biasanya menjadi bahan olok-olokan. Wawasannya sangat luas, sehingga Rahman nyambung ketika ngobrol dengan siapapun.
Mulai dari sering bertemu itulah mereka menjadi semakin akrab. Kos Rahman yang berada tidak jauh dari kampus juga menjadi alasan kedekatan mereka. Saat Arga ada kuliah pagi dan sore, namun siang hari tidak ada jadwal kuliah, Arga tidak perlu bingung mencari tempat beristirahat.
Atau saat Arga ada tugas yang harus segera diselesaikan namun ruang perpustakaan penuh, Arga memilih kos Rahman sebagai tempat ternyaman saat mengerjakan tugas-tugasnya.
Bagaimana tidak nyaman, kos rasa café. Semua jenis minuman hangat dan dingin instan ada di kamar berukuran empat kali empat meter persegi itu. Snack-snack favorit mereka juga tersedia.
Membutuhkan sesuatu juga tidak terlalu susah karena ada swalayan di depan kos Rahman.
Lapar? Ada warteg sangat enak dan murah di dekat kos Rahman. Warteg itu yang terkenal dengan sebutan tiga M, murah meriah dan mengenyangkan.
Lelah mengerjakan tugas, Arga bisa santai beristirahat sejenak merebahkan tubuhnya di kasur Rahman yang cukup untuk mereka berdua, bahkan terkadang Arga sampai ketiduran juga di kos Rahman.
Dan Rahman juga beberapa kali berkunjung ke rumah Arga kalau dia tidak pulang ke rumahnya saat weekend.
Saat pertama kali Rahman datang ke rumah Arga, Rahman dan Arga bermain gitar di balkon kamar Arga sambil menikmati kudapan yang disediakan oleh ibu Arga. Berlagak menjadi pengamen jalanan yang mengcover lagu-lagu kesukaan mereka. Meski tidak bersuara bak penyanyi, namun suara mereka juga tidak fals, sehingga tetap enak di dengarkan.
Brak. Tiba-tiba pintu kamar dibuka dengan kasar. Daun pintu membentur dinding kamar Arga yang cukup kokoh.
Rahman dikejutkan dengan munculnya seorang gadis kecil dari balik pintu kamar Arga. Gadis yang masih menggunakan baju seragam putih biru itu nyelonong masuk kamar Arga sambil marah-marah pada Arga. Gadis itu tidak tahu kalau saat itu Arga sedang berada di kamar mandi. Saking terkejutnya, kerupuk pangsit yang hendak masuk mulut Rahman, jatuh ke lantai. Rahman memungutnya lagi,sayang belum 5 menit. Rahman melongo menengok ke arah pintu kamar Arga.
“Abaaaaaaaaaaang, katanya mau jemput Icha. Icha telepon dari tadi Hpnya enggak aktif. Icha capek nunggu dari tadi. Teman-teman Icha sudah pulang semua. Bla bla bla....” Icha mengomel tanpa henti.
Rahman yang awalnya kaget menjadi tersenyum geli melihat gadis kecil di hadapannya berteriak marah-marah. Gadis manja inilah yang sering Arga ceritakan padanya.
Saat Icha sadar tidak menemukan kakaknya di kamar, Icha menghentikan omelannya. Dia kaget dan malu melihat seorang lelaki asing tersenyum di hadapannya.
“Abang mana?” Tanya Icha menahan malu namun masih sambil menahan emosi.
“Di sana.” Jawab Rahman singkat sambil menunjuk ke arah pintu kamar mandi yang tertutup yang ada di dalam kamar Arga.
Icha berlari ke kamarnya menahan marah dan malu. Dia tidak tahu Abangnya sedang kedatangan tamu.
Ingin dia meneriaki Abangnya, memarahinya, kenapa tidak bilang kalau ada temannya yang datang. Dia malu setengah mati marah-marah di depan orang asing.
Tapi kalau Arga tahu Icha masuk kamar tanpa mengetuk pintu lagi, Icha pasti akan dimarahi habis-habisan oleh Arga. Arga akan lebih menyalahkan Icha karena kebiasaan Icha tidak mengetuk pintu kamar kakaknya. Dan bisa dipastikan, Arga akan meledeknya habis-habisan. Dan pasti Icha akan merasa lebih malu dari pada ini.
Sejak saat itu, Rahman sering ke rumah Arga, apalagi keluarga Rahman tinggal di luar kota. Dia sudah seperti anak tertua di keluarga Icha. Abah dan Ummi juga sering melibatkan Rahman di acara keluarga.
Icha pun menjadi semakin dekat dengan Rahman. Apalagi ketika Arga tidak bisa menjemputnya, Rahmanlah yang dimintai tolong oleh Arga untuk menjemput adiknya. Icha merasa mempunyai dua kakak yang sangat sayang padanya.
Kadang ketika Icha mendapatkan tugas dari sekolah, Rahmanlah yang sering membantunya. Kalau Icha meminta bantuan Arga, yang ada Icha malah diomelin habis-habisan karena manja lah, enggak mandiri lah, nyusahin lah, nggak mau mikir lah, dan seribu alasan Arga selalu menolak permintaan Icha. Tapi Rahman tidak pernah sekalipun mengeluhkan sikap manja Icha, Rahman selalu berusaha menuruti kemauan Icha.
Icha kadang membandingkan sikap Arga yang lebih cuek padanya berbeda dengan Rahman yang lebih perhatian pada Icha meski pada hal-hal yang sangat sepele.
“Icha mana?” Tanya Abah pada Rahman yang masih berkutat memandang laptop Icha menyelesaikan tugas makalah milik Icha. Saat itu waktu sudah melewati pukul sembilan malam.
“Itu, Bah.” Rahman menunjuk Icha yang sudah terlelap di sofa sambil memeluk buku-buku yang menjadi literatur tugasnya.
“Siapa yang punya tugas, siapa yang ngerjain sih?” Abah menggeleng-geleng melihat tingkah polah anak bungsunya.
Rahman hanya tersenyum lalu memandang wajah polos yang sudah terlelap tidur karena kecapekan sejak siang mencari literatur di perpustakaan daerah.
“Jangan kamu manjakan dia. Nanti keterusan, tugas-tugas dia kamu selesaikan semua. Nanti dia menjadi tidak bertanggung jawab.” Abah menasehati. Rahman hanya mengangguk-angguk tanda mengiyakan permintaan Abah.
Membantu Icha bukanlah sesuatu beban berat bagi Rahman. Dia malah merasa senang karena merasa dibutuhkan dan bermanfaat bagi Icha dan keluarganya.
Mendengar omelan, keluh kesah, curhatan ataupun kemarahan Icha adalah kebahagiaan tersendiri baginya.
Icha yang kelelahan sepulang sekolah, tapi masih harus membantu Ummi memasak cake atau kue kering ataupun brownies pesanan orang, sementara tugas sekolahnya segunung.
Atau Icha yang kesal dengan sikap teman-temannya yang sering memusuhinya tanpa dia tahu alasannya. Atau kadang nilai ujian dia yang lebih rendah dari ekspektasinya.
Mendengar cerita sehari-hari Icha menjadi melodi indah yang selalu terdengar di telinga Rahman. Dia merasa sangat kesepian ketika sehari saja tidak mendengarkan suara rengekan Icha yang kadang merajuk digoda kakaknya.
Semua hal yang terjadi pada Icha hari itu akan Icha ceritakan pada Rahman sedetail-detailnya, selengkap-lengkapnya. Dan Rahman selalu menjadi pendengar setia, menatap wajah gadis kecil yang berceloteh panjang tanpa henti. Sesekali senyumnya mengembang ketika gadis itu menampakkan wajah menyun setiap kali dia merasa kesal. Rahman merasa sangat senang karena tidak lagi dianggap orang asing bagi Icha.

Comentário do Livro (177)

  • avatar
    KERTASKEMBANG

    Aspal di pegunungan memang penuh dg lika liku. Namun, setelah tiba di pantai, kita akan dibuat takjub olehnya. Begitupun dengan cinta, yg penuh dg anu anuan 🤣🤣 semangat Kak Othor kesayangan 😘😘

    11/06/2022

      1
  • avatar
    Husainiezharith

    eitdiyits

    26d

      0
  • avatar
    AgfrinaEunike

    mantap

    13/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes