logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 5. Sarapan Bersama

****
Hari ini adalah hari pertama bagi Bri tinggal dalam kehangatan rumah milik Rheino. Sayangnya ia tinggal bukan sebagai menantu seperti yang ia idam-idamkan selama ini melainkan menjadi anak tiri dari seorang pemilik minimarket terkenal bernama Herman Santoso.
Brighid merasa canggung ketika melihat kemesraan mamanya dan juga papa barunya. Walau demikian ia hanya pura-pura tak melihat dan asyik dengan nasi goreng kesukaannya yang tersaji di atas piring miliknya.
"Bri, kau sarapan pakai nasi goreng?" tanya Om Herman pada Bri yang tampak menyendok nasinya dengan perasaan tanpa minat.
Bri menatap Om Herman, sebenarnya ia malas untuk menjawab namun dihitung dari hari ini, pria berparas lumayan tampan dan berkacamata itu adalah papa barunya.
"Iya Pah." Bri menjawab singkat lalu menyumpal mulut kecilnya dengan sesendok nasi goreng penuh.
"Sayang, Bri sedari kecil sangat suka nasi goreng. Kamu tahu nggak, sewaktu kecil ia bahkan berani mogok sekolah hanya karena aku gak buatin dia nasi goreng." Mama Bri menatap suaminya lalu disusul suara cekikikan.
Wajah Bri berubah masam dan merah, ia sungguh malu ketika aib dirinya diceritakan di depan papa barunya terlebih ada Rheino di sana.
"Benarkah?" sambut Om Herman menimpali ucapan mama sambil tersenyum penuh geli. Mama mengangguk lalu menggigit roti bakar yang sudah ia olesi dengan selai kacang.
"Iya. Aku sampe heran sama Bri, begitu cinta matinya sama nasi goreng hingga gak masuk sekolah hari itu. Akhirnya kini setiap pagi aku harus buatin dia nasi goreng," aku mama Bri sesekali melirik ke arah Bri yang memasang muka kesal.
Om Herman kembali tertawa disusul dengan senyum geli yang diperlihatkan Rheino padanya. Brighid semakin kesal namun tak ada alasan baginya untuk meninggalkan meja makan. Gadis itu takut dikira tidak sopan dan merusak suasana sarapan pagi itu.
"Kalo begitu sebelas duabelas dong sama Rheino," sambung Om Herman membuat Rheino nyaris tersedak ketika namanya disebut di depan umum.
"Bedanya, Rheino tuh paling suka sama susu stroberi. Dia gak bisa tidur malem kalo belum minum susunya itu. Pernah aku nyoba nyingkirin susunya karena aku tahu, umur 10 tahun sepertinya udah gak pantas kalo dia minum susu rasa stoberi lagi. Tapi, coba tebak apa yang ia lakukan padaku?" Om Herman bercerita sambil melirik ke arah Rheino sambil menahan senyum.
"Apa Mas?" tanya Mama penuh minat sembari memperhatikan Om Herman.
"Dia nangis teriak-teriak sampai-sampai tetangga pada kemari dikira akunya yang gebukin dia padahal enggak." Om Herman menyambung ucapannya dan diikuti gelak tawa mama. Tanpa sadar Bri menahan senyum, ternyata lucu juga mendengar kisah Rheino waktu itu.
"Dan ada nih satu gadis anak tetangga sebelah, kalo liat Rheino nangis, dia selalu kemari bawain susu stroberi." Om Herman kembali menyeletuk seraya menggigit roti bakar miliknya.
Tawa geli Bri mendadak berubah tatkala Om Herman menyinggung soal anak gadis tetangga sebelah. Bri mendadak kesal namun ia tak punya wewenang untuk mengorek. Dalam hati ia hanya menaruh harapan pada mamanya agar wanita paruh baya itu kembali menaruh minat dan menanyakan kejelasan hal tersebut.
"Tapi sekarang udah enggak 'kan, Mas?" Mama seakan mengerti isi hati Bri. "Rheino sekarang udah jadi cowok berhati dewasa, mana mungkin masih suka susu stroberi. Iya kan Rheino?"
"Ah, siapa bilang? Setiap balik dari kuliahnya di Jogja, dia selalu menyempatkan kemari dan kasih dia satu dus susu kotak rasa stroberi," timpal Om Herman membuat Rheino semakin canggung dan tak berkutik apalagi tatapan Bri kini menghunjamnya penuh kemarahan.
"Wah, benarkah? Sepertinya mereka berjodoh," goda mama seraya melirik ke arah Rheino yang tertunduk dan sibuk dengan sarapannya.
Bri merasa tertusuk hingga tanpa sadar sendoknya jatuh menimpa piring di bawahnya. Suara nyaring mengalihkan perhatian kedua orangtuanya, mereka menatap Bri dengan tatapan heran.
"Maaf, sendoknya jatuh. Tanganku kurang kuat megangnya," ucap Brighid sambil nyengir tak berdosa.
"Bri, jangan dibiasain deh. Kamu selalu begitu," tegur mama merasa kurang suka dengan apa yang terjadi.
Brighid menghela napas, ia lalu menyudahi sarapannya dengan meminum susu yang disajikan di dalam gelas miliknya. "Ma, aku sekolah dulu."
"Kamu barengan aja sama Rheino, kalian temen sekelas kan?" Om Herman menimpali. Bri tak menjawab, ia menoleh pada Rheino seolah meminta kepastian.
"Iya, kita bakal bareng naik motor." Rheino menjawab ucapan papanya lalu meneguk susunya dengan tenang.
"Syukurlah kalo gitu. Rheino jaga adiknya baik-baik ya," pesan Mama sambil tersenyum manis.
Sungguh Bri merasa semakin kesal ketika mamanya berkata demikian. Sebenarnya apa maksud mamanya coba? Andai ia tahu bahwa Rheino adalah pacarnya, kira-kira bagaimana tanggapan wanita itu? Apakah ia menyesal karena telah menikahi calon mertua Bri atau justru ia bersikap jahat dengan menjodohkan Rheino dengan anak gadis sebelah? Sungguh, Bri merasa kesal.
***
Tak ada percakapan yang berarti selama perjalanan ke sekolah. Wajah Brighid terlihat ditekuk luar biasa, ia bahkan tidak bisa melupakan setiap percakapan yang dilontarkan di meja makan waktu sarapan tadi.
"Kamu kenapa?" tanya Rheino ketika aura dingin menguar dari belakang tubuhnya.
"Gak papa," jawab Bri sekenanya. Gadis itu membuang pandangan ke sekitar, berusaha menetralkan perasaan kesal yang tertanam kuat dalam hatinya.
"Biasanya kamu kalo bonceng suka pegangan, kenapa ini enggak?" protes Rheino melirik sekilas pada Bri melalui kaca spionnya.
Bri tak menjawab, wajahnya benar-benar masam. Rheino yang merasa dicuekin hanya mengangkat sebelah alisnya lalu menambah kecepatan motornya supaya segera sampai di sekolahan.
Lima belas menit kemudian, motor matic milik Rheino akhirnya sampai juga di parkiran halaman sekolah. Melihat Bri yang melepas helm lalu meninggalkannya duluan membuat Rheino makin tidak tahan. Pria itu mengekor di belakang Brighid hingga akhirnya sampai di area toilet wanita.
Tanpa pikir panjang, Rheino menarik pergelangan tangan Brighid dan membawa gadis itu masuk ke dalam toilet wanita.
"Hei apa yang kau lakukan, Bodoh?!" maki Bri makin kesal ketika Rheino memaksanya masuk ke dalam toilet wanita dan mengunci pintu.
Rheino tak segera menjawab, ia menatap wajah tegang yang tersaji di hadapannya. Bri menatapnya tajam, kedua bola matanya yang indah nyaris terjatuh karena ketegangan yang terjadi saat ini.
"Mau apa? Bukain gak?" pinta Bri pada Rheino yang kini mendekat ke arahnya lalu mendorong tubuh gadis itu hingga terbentur dinding toilet.
"Aku bilang bukain!" paksa Bri sembari menahan tubuh Rheino agar tidak semakin mendekat atau menghimpit tubuhnya.
Rheino tak memberi jawaban tapi ia cukup jahil dengan pura-pura menyentuh ikat pinggangnya dan terlihat hendak membukanya.
"Bu-bukan itu! Bukain pintunya ntar kita telat masuk." Bri berusaha menjelaskan dengan wajah memerah.
Rheino menghentikan aksi jahilnya sambil terus menatap Bri. "Kamu cemburu sama gadis tetangga sebelah?"
Bri terpaku, ia menatap bola mata Rheino sekejap. "Nggak. Buat apa aku cemburu? Minggir aku mau balik!"
"Kalo gak cemburu napa wajahmu memerah?" tebak Rheino sekali lagi seraya mengelus pucuk rambut Bri.
"Gak, aku gak merah. Udah ah," sanggah Bri seraya menepuk pipinya yang memang terasa panas lalu berusaha keluar dari kungkungan tangan Rheino.
"Tunggu, bentar lagi! Aku masih pengen ngomong sama kamu," tahan Rheino seraya mendorong kembali tubuh Bri ke posisi semula.
"Ngomongin apa? Aku lagi gak pengen ngomong sama kamu," tegas Bri lalu memalingkan wajah ke samping.
"Soal gadis tetangga sebelah itu, kami gak ada apa-apa kok. Bener sih dia selalu ke rumah buat bawain aku susu stroberi," aku Rheino berkata pelan membuat Brighid tanpa sadar memandangnya dengan kesal.
"Tuh 'kan, kamu sendiri ngaku. Kamu jadi orang jangan egois napa? Kamu nyuruh aku buat jauhin Ariel tapi di belakang aku, kamu sendiri kek gimana?" lontar Bri tanpa sadar membuka isi hatinya.
"Tapi aku gak terima susunya kok," timpal Rheino membungkam kemarahan Bri yang nyaris meledak. "Kalo dia main ke rumah, aku selalu pura-pura tidur atau ke WC lama banget."
"Napa gak kamu temuin aja? Dia dah baik loh buktinya dia selalu kamu kasih susu," jawab Bri dengan ketus.
Rheino terdiam, ia mencoba mengelus rambut Bri lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Bri dan mulai berbisik. "Aku kan udah punya susu spesial dari kamu."
Wajah Bri langsung memerah, ia tidak yakin dengan maksud ucapan Rheino padanya. Rheino menahan senyum ketika melihat wajah Bri terlihat kayak orang bodoh.
"Udah ah, aku mau masuk ke kelas." Bri menutupi wajah merahnya dengan pura-pura kesal lalu merangsek keluar dari kungkungan Rheino.
"Tunggu dulu, Sayang." Rheino mendadak manja, mendorong kembali tubuh Bri ke posisi semula.
"Apaan sih?" Bri mencuramkan alis. Bagaimanapun kekesalannya makin menguar ketika pria itu menyentuh wajahnya. Bri menolak, menepis tangan Rheino sedikit kencang.
"Gimana? Masih kesel?" tebak Rheino ketika mendapat balasan demikian dari Brighid.
Bri tak menjawab, ia terkejut ketika Rheino tiba-tiba mencengkeram rahangnya lalu mengecup paksa bibirnya. Lumatan kecil tercipta diantara rontaan yang Bri lakukan. Rheino melepas bibirnya, terpaksa mundur  ketika Bri secara sengaja menggigit bibir Rheino hingga memerah dan nyaris berdarah.
"Bri, aku cintanya ke kamu, cuma kamu. Jadi jangan salah paham ya. Aku harap kamu tetep jaga hatimu buat aku begitu juga aku, aku akan jaga hati ini buat kamu. Ya, walau kondisi kita saat ini lagi pelik tapi ..., aku mohon kita jaga hati kita masing-masing ya. I love you, Bri. Forever."
*******************
Au... Ah, malu aku!!
Yuk kasih bintang sayank.....

Comentário do Livro (140)

  • avatar
    Bang Engky

    ok...

    1d

      0
  • avatar
    DyaksaDana

    bagus kerenn aku sukaa bangettt

    18d

      0
  • avatar
    MalawanSalim

    nofel nya seru

    23d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes