logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

ROSASINA

ROSASINA

Anis Nuril Laily


Capítulo 1 WARISAN

Ros mempercepat langkahnya, nyaris berlari menuju gedung megah dengan papan tulisan Firma Hukum, Hardono S.H yang terletak berseberangan dengan hotel berarsitektur kuno di dekat pertigaan kota. Ia sudah hampir terlambat untuk memenuhi undangan pembacaan surat wasiat dari Kakek Donosepoetro.
Awalnya ia terkejut saat mendapat pesan di ponselnya agar datang ke kantor firma hukum tersebut, apalagi ia merasa bahwa dirinya tak terlalu mengenal keluarga besar Tuan Donosepoetro, kecuali bahwa sejak kecil yang Ros tahu adalah ia selalu mendapat kasih sayang berlimpah dari lelaki tua yang ia panggil Kakek tersebut.
Sesampainya di pintu ganda dengan logo kantor, seorang satpam mencegat langkahnya.
"Selamat siang, mau ke mana?" tegur satpam itu ramah.
"Eh ... siang, saya mau memenuhi undangan pembacaan surat wasiat Kakek Donosepoetro. Ini undangan yang saya terima ...," Ros menunjukkan ponselnya pada pak satpam. Laki-laki berusia sekitar tigapuluhan itu membaca sejenak, kemudian mengangguk. Matanya mengamati penampilan Ros sekilas.
"Silakan masuk, mari saya antar ...," satpam itu membukakan pintu ganda di depannya dan menyilakan Ros mengikutinya. Sesampai di depan pintu yang bertuliskan ruang rapat, satpam itu berhenti, lalu mengetuk pintu.
"Masuk ...," terdengar suara dari dalam.
"Silakan masuk, mbak ...," satpam itu membukakan pintu untuk Ros. Saat Ros sudah di dalam, rasanya ia ingin ambles ke bumi tempatnya berpijak. Di sana, sudah hadir orang-orang yang ia kenal, semuanya anak menantu dan cucu Kakek Donosepoetro yang berpenampilan modis dan sedang menatap gadis itu dengan tatapan dingin, terutama seorang wanita berusia lima puluhan yang nampak mendominasi dari semua hadirin. Gugup Ros memandang dirinya sendiri siang itu yang hanya mengenakan celana jeans buluk dan kaos oblong bergambar pemandangan Raja Ampat.
"Silakan duduk, Nona Rosasina ...," tegur seorang laki-laki dengan setelan jas di ujung meja oval super besar yang nampak mengkilat.
Tanpa suara Ros mengangguk, lalu melangkah ke kursi kosong yang berada di pojok dekat tanaman anthurium.
"Baiklah, karena semua sudah hadir, akan saya mulai pembacaan surat wasiat dari Tuan Donosepoetro. Surat ini ditandatangani oleh beliau secara resmi sepuluh tahun yang lalu, dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari siapapun. Pertama mengenai aset 5 perusahaan yang masing-masing akan diserahkan kepada Nyonya Miendarti dan keempat adik kandungnya. Kedua mengenai rumah di Jl. Pattimura yang akan diserahkan kepada Saudara Alex, rumah di Jl. Anggur untuk Saudari Alina, villa di Jl. Kelapa untuk Saudari Rosasina ..."
"Sebentar, Tuan Hardono ...," terdengar suara Tante Mien. "Apa telinga saya tidak salah dengar?"
Pak Hardono mendongak dari kertas yang sedang dibacanya. "Mohon maaf Nyonya Miendarti, biarkan saya membacakan terlebih dahulu surat wasiat ini. Pertanyaan akan saya jawab setelah semuanya selesai."
Hadirin bergumam sejenak, kemudian hening.
"Selanjutnya villa yang berada di desa Pandanwangi, diserahkan kepada Saudara Adante. Untuk perkebunan karet dan kelapa sawit yang ada di Sumatra Utara dan Palangkaraya ..."
Ros nyaris tidak bisa mendengar kelanjutan isi surat wasiat itu. Pikirannya mengembara ke sebuah villa megah di Jl. Kelapa. Benarkah Kakek Donosepoetro mewariskan rumah itu padanya? Ia merasa tidak berbuat apa-apa hingga ia pantas mendapat warisan sebesar itu.
Yang ia tahu, Kakek Donosepoetro amat baik padanya. Lelaki itu kerap meminta ditemani oleh Ros, meski hanya sekedar makan di taman belakang rumah dan main catur. Ros mengingat lagi ucapan Kakek Donosepoetro dua hari sebelum beliau dilarikan ke rumah sakit akibat kondisinya yang semakin drop.
**
"... kamu adalah satu-satunya cucu kakek yang paling baik ...," ujar Kakek Donosepoetro saat sore itu ia duduk di halaman belakang berdua dengan Ros.
"Tapi sepertinya Tante Mien tidak menyukaiku, Kek ... wajahnya nggak pernah tersenyum kalau ketemu aku," ungkap Ros mencurahkan isi hatinya. "Alina selalu mengolokku dengan sebutan anak haram. Apakah aku memang anak haram, Kek?"
"Kamu adalah anak kandung Asmoro, putraku, jadi kamu adalah cucuku ... meski saat itu Asmoro menikahi ibumu secara siri, karena Miendarti berkeras tidak mau diceraikan. Aku juga tidak menginginkan Asmoro bercerai dengan Mien. Tapi memang Asmoro sangat mencintai Sunarsih, almarhumah ibumu ...," tatapan mata Kakek Donosepoetro menerawang jauh.
Ros ikut terdiam, mengingat cerita dari Bik Misna, jika ibunya meninggal saat melahirkan dirinya. Setelah Ros lahir, dengan kebaikan hati Kakek Donosepoetro dan Tuan Asmoro yang kukuh mengatakan bahwa Ros juga putri kandungnya yang memiliki hak untuk tinggal di rumah besar itu.
Sampai lima tahun kemudian Tuan Asmoro mengalami kecelakaan pesawat terbang saat akan pulang dari Singapura. Sejak itu, hidup Ros berubah. Semua orang di rumah Tante Mien memperlakukan Ros kecil dengan semena-mena. Tubuh kecilnya yang ringkih sering sakit karena dipaksa bekerja berat. Jika ketahuan oleh Kakek, maka semua orang akan dimarahi olehnya.
Hanya Kakek Donosepoetro dan Bik Misna yang merawat Ros dari kecil. Ros bersekolah di tempat yang berbeda dengan saudara tirinya yang lain. Tentu saja ini atas kemauan Tante Mien. Nyatanya walau Ros tidak sekolah di tempat elit, ia justru berprestasi. Kuliah pun ia mendapat beasiswa. Hingga ia beranjak remaja, Alina selalu mencibirnya dengan sebutan Anak Babu, hanya karena ibunya Ros bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah Tante Mien...
**
Lamunan Ros kembali ke alam nyata saat didengarnya suara tajam menerobos telinga semua orang yang hadir.
"Saya tidak terima, Pak Hardono ... jika anak dari selingkuhan suami saya, mendapat warisan yang lebih dari anak-anak saya!" tegas Tante Mien. "Ini pasti sebuah kesalahan!"
"Tidak ada kesalahan, Nyonya Mien. Apa saya perlu mengingatkan kepada anda tentang surat wasiat Tuan Asmoro?" Pak Hardono balik menatap Tante Mien dengan raut wajah tanpa ekspresi. "Kebetulan Nona Ros hadir di sini. Apa ia perlu tahu sekarang?"
"Tidak! Tidak perlu!" sahut Tante Mien. Ros dapat melihat selarik nada gugup dalam suara wanita yang berdandan menor itu. Kening Ros berkerut. Ada apa soal surat wasiat Tuan Asmoro, yang notabene adalah ayah kandungnya juga?

Comentário do Livro (167)

  • avatar
    Diansw50

    novelnya bagus sat set and happy end. trims author., Krn bacaan mu yg tak membosankan telah menemaniku sepanjang hari😘😘😘😘😘

    26d

      0
  • avatar
    SusantiSiti

    aku

    28d

      0
  • avatar
    RaniaZahra

    bagus

    28d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes