logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Melupakanmu

Tita seorang diri di kamarnya, sepi menyelimuti relung hatinya. Biasanya dia akan mengirim pesan atau sekedar bercakap-cakap lewat telepon dengan sang kekasih tapi kini dia sendiri. Kemarin dia sibuk dengan bos barunya hingga lupa dengan mantan kekasihnya. Namun, kini rasa itu kembali saat dia sendirian.
"Tristan sedang apa ya?" gumam Tita membayangkan wajah mantan kekasihnya yang masih lekat di ingatannya.
Gadis itu menepuk-nepuk pipinya, "Sadar Tita, lupakan dia," bisiknya dalam hati.
Melupakan Tristan yang telah tiga tahun mengisi hari-harinya tentu tidak mudah. Apalagi rasa cintanya yang terlanjur dalam membuat hatinya sakit saat mengingat kembali dia yang terkasih berkhianat, selingkuh dengan temannya sendiri.
Mungkin bukan salah Tristan sepenuhnya, salah dirinya juga yang tidak bisa memenuhi keinginannya. Tapi, melakukan hubungan suami istri sebelum menikah pantang dilakukan olehnya. Tita tetap pada pendiriannya, jika memang itu yang dipilih Tristan maka inilah yang terbaik.
"Kurasa dia sedang bersenang-senang dengan Lia," jawab Tita atas pertanyaannya sendiri.
Malam semakin larut, rasa kantuk mulai merayapi. Sebelum lelap mulai menghinggapi nya dia memasang alarmnya.
"Selamat malam untukku," gumamnya sambil mematikan lampu kamarnya dan tidur.
Pagi itu, Tita sibuk bersiap untuk ke kantor, mengenakan setelan yang jarang dia kenakan membuatnya sedikit kikuk. Pakaian formal terasa tidak nyaman baginya. Dia mengikat rambutnya supaya rapi.
"Sudah seperti wanita karier," ucap Tita cengengesan sendiri di depan cermin.
"Baju apapun yang kamu pakai tetap cantik," puji nya pada diri sendiri.
Tita sudah siap menunggu di depan rumahnya tak lama kemudian sebuah mobil berhenti dan dia pun masuk ke dalam.
"Terima kasih, Pak sudah repot-repot," ucap Tita tersenyum tulus.
"Sudah tugas saya, Nona Tita," balas Albert.
Mobil berhenti di sebuah gedung tinggi, Tita melihat ke atas hingga harus mendongakkan kepalanya.
"Wah, sebesar ini kantornya, semua lantai?" ucap Tita takjub melihat apa yang ada di depannya.
Albert hanya tersenyum melihat kepolosan Tita. Dia bicara apa adanya tanpa terlihat jaim.
"Ya, mari saya antarkan," jawab Albert dengan sopan dan Tita mengikuti Albert masuk ke dalam gedung.
"Bisa-bisa kesasar nih kalau sebesar ini," batin Tita merasa cemas.
Albert mengenalkan Tita kepada salah satu karyawan wanita dan kemudian dialah yang mengantarkan Tita ke ruangannya.
"Apa Pak Zaf sudah datang?" tanya Tita kepada karyawan yang mengantarkannya.
"Pak Zaf?" tanya karyawan itu seperti bingung.
"Pak Kiano," ulang Tita.
"Owh, sudah ada di ruangannya," jawab karyawan itu.
"Kemarin dia bilang panggil saja Zaf ternyata tetap Kiano," batin Tita lalu dia tersenyum sendiri. "Apa khusus saja ya panggilan untukku."
Setelah naik lift mereka sampai di lantai 3. Di lantai ini terlihat berbeda dari lantai sebelumnya. Melihat Tita yang sepertinya bingung, karyawan tadi pun memberikan penjelasan kepada Tita.
"Di tempat ini khusus ruangan untuk meeting dan ruang Pak Kiano," terang karyawan itu.
"Di sini ruangannya, silahkan," ucap karyawan itu lalu meninggalkan Tita.
"Permisi," ucap Tita setelah mengetuk pintunya.
"Masuk," suara dari dalam ruangan.
"Pagi Pak Kiano," sapa Tita dengan sopan.
Zaf menghentikan pekerjaannya dan mendongak ke arah Tita.
"Ehm, kubilang Zaf bukan Kiano," protes Zaf kepada Tita.
Tita duduk tanpa dipersilahkan, "Semua orang memanggilmu Kiano, kenapa harus Zaf?"
"Ya, khusus untukmu," jawab Zaf.
Dia menghela napas lalu mulai lagi bicara, "Rasanya seperti kembar tiga, nama kami bertiga hampir sama, Keenan, Kiano, Keanu," lanjut Zaf.
"Hm, jadi kau tidak mau dipanggil sama dengan kakak dan adikmu?" Tita mengangguk mengerti.
"Jangan salah dengan kakakku, kami sangat mirip," ucap Zaf.
"Baiklah, Tuan Zaf oh maaf Zaf, jadi dimana ruanganku?" tanya Tita.
"Jadi kamu belum tahu tempatmu?" Zaf bangkit dari kursinya dia sendiri juga lupa memberitahu Albert posisi Tita sehingga bisa langsung diantar ke ruangannya.
"Apa aku punya ruangan sendiri?" tanya Tita penuh semangat.
Zaf menoleh dan menatap Tita tajam.
"Maafkan saya, Pak," ucap Tita menunduk dia lupa saat ini berada di kantor. Tapi bukankah mereka hanya berdua saja.
"Biasakan dirimu," balas Zaf.
Zaf mengantar Tita ke ruangan yang berada di lantai bawah ruangannya. Hanya perlu turun satu tangga di samping ruangan Zaf.
Semua orang yang berada di lantai itu menatap ke arah mereka berdua. Tita awalnya santai saja karena merasa mereka menatap Zaf bukan dirinya, semenit kemudian baru dia sadari dialah yang ditatap.
"Ehm, perkenalkan semuanya, dia rekan baru kalian namanya Titania Felicia Putri. Dia akan menjadi sekretaris saya, jadi tolong bantu dia untuk kedepannya," ucap Zaf dengan lantang memperkenalkan Tita.
Suara riuh kemudian terdengar, Tita hanya tersenyum malu melihat sambutan antusias rekan-rekan kerjanya yang sepertinya baik.
"Ayo ruangmu di sini," ucapan Zaf membuyarkan euforia yang baru saja dirasakan Tita.
"Baik, Pak," jawab Tita berusaha sopan.
Sebuah ruang khusus, ruangan tersendiri.
"Pak, serius saya di sini?" tanya Tita merasa tidak nyaman dengan ruangannya.
"Masuk, dan akan ku jelaskan tugasmu," ucapnya kesal.
"I–iya," jawab Tita, rasanya tidak percaya keberuntungan terus saja menyertainya.
Di sana ada meja kerja dengan sebuah komputer dan ada dua telepon berjejer di dekatnya.
"Telepon yang ini menyambung ke ruanganku. Yang satunya telepon dari klien ke perusahaan. Kau harus cek jadwalku meeting dan lainnya lalu ingatkan aku akan semua itu. Jangan lupa pilah dokumen untuk meeting dan pastikan semua dokumennya telah lengkap," terang Zaf menjelaskan tugas Tita.
Tita terlihat mengingat-ingat apa saja tugasnya kemudian menjawab, "Baik, Pak."
"Lalu satu hal lagi, kau hanya boleh pergi dari ruangan ini jika aku menyuruhmu," ucap Zaf yang membuat Tita merasa aneh.
"Kita coba cek jadwal." Zaf menyalakan komputer yang ada di sana lalu memperlihatkan bagaimana cara mengecek jadwal. Kau lihat, hari ini tidak ada jadwal meeting tapi besok ada jadwal pukul 10.00 Wib. Lalu ada nama klien dan lokasinya. Selalu ingatkan aku jika ada meeting pada hari itu.
Tita mengangguk tanda mengerti.
"Lalu lihat dokumen yang diperlukan, bisa kamu cek juga siapa yang mengerjakan dokumennya di sini," terang Zaf menunjukkan detail pekerjaan Tita.
"Ambil dokumennya dan bawa ke ruanganku sehari sebelum meeting, apa kau mengerti?" tanya Zaf. Melihat ekspresi Tita, dia merasa gadis itu sudah paham tugasnya.
"Bagus, kalau kau bingung panggil saja Maya, tekan nomer 9 itu meja Maya," ucap Zaf memberikan contoh. Dia menekan angka 9 pada tombol yang ada di meja.
Tak lama kemudian seseorang mengetuk pintu, dan Zaf dengan suara maskulinnya mempersilahkannya masuk.
"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Maya.
"Dia sekretaris baru, ajari dia jika tidak mengerti." Zaf menatap Maya.
"Siap pak," jawab Maya.
"Baiklah, sesuaikan dirimu di tempat kerja, dan tidak perlu se formal itu juga bajunya. Kau bisa kenakan yang seperti kemarin saja," ucap Zaf meninggalkan ruangan Tita.
Setelah bosnya pergi dan tak terdengar lagi suaranya, Tita menghela napasnya.
"Akhirnya pergi juga," gumam Tita.
Maya tertawa cekikikan mendengar Tita.
"Baru kali ini ada yang tidak tertarik dengan Pak Kiano," ucap Maya menatap Tita dengan senyumannya.
"Eh?"
"Hampir semua yang berada di posisi ini berhenti karena alasan jatuh cinta dan ditolak, ya semoga kau tidak sama," lanjut Maya.
"Tenang saja kalau itu, aku di sini karena mau bekerja mengumpulkan uang bukan pacaran," jawab Tita menampilkan senyumannya.
"Baguslah, disini hanya ada tiga wanita yang tidak tertarik dengan Pak Kiano, alasannya kalau aku karena sudah punya suami, yang dua lagi sepertinya bukan tipe mereka," jelas Maya lalu mulai menjelaskan kepada Tita bagaimana memilah dokumen untuk meeting besok.
"Hanya tiga? Yang lainnya laki-laki semua?" tanya Tita kembali.
"Di bawah Pak Kiano, ya laki-laki semua beda lagi kalau di bawah Pak Keenan ada banyak wanita di sana," canda Maya kembali tersenyum.
"Karena Zaf phobia dengan lawan jenis kan, pastilah pekerjaan mereka bertiga cukup bagus sehingga tetap mempertahankan mereka," batin Tita.
"Sudah mengerti?" tanya Maya.
"Terima kasih," jawab Tita sambil mengangguk.
Maya keluar ruangan Tita, saat sendirian dia kembali teringat Tristan. Tanpa sadar hatinya masih merindukan pria itu. Dia melihat kembali foto-foto kenangan mereka. Ternyata tidak mudah melupakannya, semakin mencoba semakin dia tidak bisa melupakan Tristan.

Comentário do Livro (341)

  • avatar
    Nesya Servigia

    sumpahhh baguss bgt wee toppp si

    15/06

      1
  • avatar
    IrnawatiMurni

    alurnya jelas dan ringan

    09/05

      0
  • avatar
    TattooErick

    ceritanya bagus

    25/04

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes