logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 2. Kejutan di Kantor

Aku tak sengaja menyenggol guci yang ada di sebelah tanganku, membuat benda itu terjatuh dan pecah. Mas Dirga dan wanita itu menghentikan aktivitas mereka. Saat berbalik dan mendapatiku ada di ruangannya, mereka yang baru sadar akan kedatanganku terkejut. Melepaskan satu sama lain. Keadaan Mas Dirga dan wanita itu sama-sama hampir tak mengenakan sehelai benang pun. Kancing baju suamiku sudah terbuka, sedang wanita itu ... ah sungguh tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Remuk sudah hati ini. Aku sudah tahu Mas Dirga mempunyai kekasih tapi untuk menyaksikan kelakuan bejat mereka dengan mata kepala sendiri sungguh tak pernah terbayangkan sebelumnya.
Mas Dirga berdiri dan membereskan penampilannya sambil menatap tajam ke arahku. Sedang wanita bernama Anita itu cepat-cepat pergi ke toilet yang ada di dalam ruangan.
Aku masih syok dengan semua yang terjadi tak mengatakan apa pun , sampai suara Mas Dirga membuyarkan segala lamunanku.
“Sedang apa kamu di sini?” tekan Mas Dirga kepadaku sambil menggebrak meja.
Aku mendongak kulihat Mas Dirga menatapku tajam dengan dingin, dan rahang mengeras menahan amarah. Tangannya terkepal seperti hendak meninju seseorang. Sungguh membuatku takut.
“Aku ... a-aku hanya ingin mengantar dokumen penting yang ayah berikan. Beliau menyuruhku mengantarkannya ke sini. Aku juga membawa makan siang untuk Mas Dirga. Tapi ... malah melihat sesuatu yang tak kuinginkan.” Kuhela napas untuk mengurai dada yang sesak.
“Mas ... apa Mas Dirga sering melakukan perbuatan terlarang itu di kantor ini?,” tanyaku dengan suara bergetar.
Mata Mas Dirga menatapku nyalang, “ Sudah kukatakan jangan pernah campuri urusanku!” teriak Mas Dirga. Dia mungkin tak terima aku menanyakan hal pribadi kepadanya.
“Tapi ... itu perbuatan dosa. Mas Dirga sudah berzina. Aku tak ingin Mas melakukan kesalahan seperti itu,” ucapku lirih, tapi masih terdengar oleh Mas Dirga.
“Apa kamu tak mengerti dengan yang kukatakan, hah? Jangan pernah campuri urusanku,” tekan Mas Dirga. “ Mau melakukan apa pun aku dengan Anita itu bukan urusanmu. Bahkan berc*nta sekalipun. Kamu urusi, urusanmu sendiri.”
“Tapi, Mas. Aku hanya __” Suara seorang wanita menghentikan ucapanku.
“Ceraikan saja dia, Mas. Atau berikan dia pelajaran yang akan membuatnya kapok agar dia tak mencampuri urusan kita lagi.”
Anita kembali dari kamar mandi dengan penampilan yang sudah rapi. Dia memeluk tubuh Mas Dirga dan bergelayut Manja di hadapanku. Membuat diri ini seperti orang bodoh sekarang ini, seorang istri yang hanya bisa berdiam diri melihat suaminya disentuh wanita lain. Bahkan tak segan dia mencium Mas Dirga yang disambut oleh suamiku.
Sekali lagi kamu membuatku hancur, Mas. Sakit sekali hati ini ketika melihat kemesraan mereka.
“Sayang, aku tak bisa menceraikan dia. Papa pasti murka kalau aku melakukannya. Urusan Dia, tenang saja, Mas akan memberikan pelajaran untuknya,” ucap Mas Dirga sambil mengangkat dagu perempuan itu dengan tangannya. Membuat mereka saling berpandangan satu sama lain. Wanita itu tersenyum.
“Syukurlah. Biar dia tak kurang ajar lagi. Mengganggu kesenangan kita seperti tadi.” Aku membuang muka tak sanggup melihat adegan kemesraan pasangan zina ini di hadapanku.
“Sebaiknya kamu pergi. Dan ... ya, bawa kembali makanan yang kau bawa atau buang sekalian ke tong sampah. Aku tak ingin memakan masakanmu. Kami akan makan bersama di luar. Jadi sebaiknya kamu cepat pulang,” perintah Mas Dirga.
Dengan gontai aku berdiri dan melangkah menghampiri suamiku. Kuberikan map yang ada ditangan kepadanya, serta mengambil rantang nasi dan membawanya kembali pulang.
Tapi, saat aku hendak menjauh dari pintu. Langkahku terhenti. Suara Mas Dirga yang ada di dalam ruangan kerjanya membuatku kembali menitikkan air mata.
“Mas, belum puas, Sayang. Sebaiknya kita pergi dari sini dan mencari hotel. Kita teruskan yang tadi tertunda,” ucap Mas Dirga dengan suara lembutnya.
“Ah ... Mas itu, ya. Aku jadi malu. Tapi aku juga masih ingin. Kita habiskan waktu kita bersama dengan puas.”
Aku sungguh tak kuat mendengarnya. Dengan berderai air mata aku segera berlari dari kantor Mas Dirga dengan tatapan aneh para karyawan.
Mungkin mereka melihatku seperti badut aneh saat ini. Dengan keadaan kacau dan bercucuran air mata, baru saja keluar dengan berlari dari ruangan Mas Dirga.
Aku segera menghampiri Mas Rudi sopir baru keluarga Adiwiyata, memintanya mengantarku segera kembali ke rumah. Dia baru dua bulan bekerja untuk kami. Mungkin Mas Rudi terkejut dengan keadaanku. Segera dia menyuruhku masuk ke dalam mobil dan melajukannya.
Dalam keheningan aku terisak sepanjang jalan. Setelah sampai rumah segera kuraih tisu basah yang ada di mobil dan menyeka semua air mataku. Tak ingin ayah mertua tahu apa yang terjadi tadi di kantor apalagi kalau dia tahu aku baru menangis.
Untunglah kulihat mertuaku itu tak ada di ruang tamu, mungkin sedang ada di kamarnya. Segera ku berlari masuk ke kamar dan menumpahkan segala rasa sakitku kembali. Membersihkan diri dan menghadap Sang Pencipta untuk mengadu kepada-Nya. Hanya itu yang bisa kulakukan sekarang. Berharap suamiku akan berubah. Bahkan ibuku pun tak pernah tahu kelakuan Mas Dirga kepadaku. Dia pandai sekali bersandiwara seolah mencintaiku di hadapan Ayah Mertua dan Ibu kandungku.
Malam menjelang, tapi suamiku lagi-lagi belum pulang. Padahal ini sudah lewat tengah malam. Aku tak bisa tidur gara-gara menunggu Mas Dirga pulang meski sampai saat ini masih belum juga ada tanda-tanda dia kembali. Tak lama kudengar sebuah mobil masuk ke dalam garasi yang kutebak itu adalah Mas Dirga. Ternyata benar itu adalah dia. Saat Mas Dirga masuk ke dalam kamar dan mendapatiku menunggunya, dia menatapku tajam.
“Kenapa kamu menungguku? Jangan harap aku bisa senang dengan perbuatan manismu seperti ini. Kamu belum mendapatkan balasan karena sudah lancang mengganggu kesenanganku tadi siang.” Aku terkejut dengan reaksi Mas Dirga. Sebegitu marahnya kah dia karena aku tadi tak sengaja melihatnya dengan Anita?
“Tapi, Mas __” Suamiku mengangkat tangannya, menyuruhku untuk diam. Dia berdiri di depanku lalu berkata, “ Kamu harus dapat hukuman dariku. Mulai saat ini kamu tidur di lantai, tanpa alas. Hanya bantal dan selimut tipis yang bisa kamu pakai,” ucapnya penuh penekanan.
Aku terkejut dengan apa yang di katakan Mas Dirga. Tubuhku lunglai mendengar perintah suamiku. Tega sekali kamu, Mas.
Bersambung

Comentário do Livro (1063)

  • avatar
    Peth Desmond

    good story

    2d

      0
  • avatar
    Rici Gustina

    saya sangat suka cerita ini

    7d

      0
  • avatar
    AnwarChaerul

    mantap

    15d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes