logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 4 KESALAHAN AIRIN

SEASON 2 PART 4
KESALAHAN AIRIN (21+)
Sejak saat itu, mereka mulai dekat. Ardhan sering mengantar sang Mama mengunjungi butik Anita. Tante Halimah, Mama Ardhan pun menyukai pribadi Anita yang sederhana.
Di kantor, Airin berusaha menunjukkan perhatian lebih kepada Ardhan. Sayang, Ardhan tak mengindahkannya. Dia lebih tertarik pada kesederhanaan Anita.
Satu tahun usai perkenalan, Ardhan melamar Anita. Tak lama kemudian, mereka menikah. Ardhan memboyong Anita untuk tinggal di Bali. Sementara Airin, diminta mengelola butik peninggalan keluarganya.
Satu tahun usai pernikahan, Anita melahirkan seorang putri yang cantik. Sayang, tak lama kemudian dia meninggal dunia. Airin tak melewatkan kesempatan itu. Dengan alasan mengunjungi sang keponakan, Airin sering bertandang ke kediaman mereka. Bahkan, tak jarang, dia sering menginap.
Suatu hari, setelah Ardhan pulang kerja, Airin masuk ke dalam kamar Ardhan. Saat itu, Ardhan Baru saja selesai keluar dari kamar mandi.
"Airin, apa yang kamu lakukan? Harusnya kamu mengetuk pintu dulu!" bentak Ardhan. Namun, pandangannya teralih pada pakaian seksi yang dikenakan Airin. Saat itu, Airin hanya mengenakan lingerie tipis. Ardhan meneguk ludah kasar.
Dengan penuh percaya diri, Airin mendekati Ardhan. Ardhan terdiam tak berkutik. Airin langsung memeluk dan menggoda Ardhan. Hampir saja, mereka melakukan sebuah dosa besar. Namun, tiba-tiba Ardhan tersadar dan mendorong tubuh Airin dengan kuat hingga dia terjatuh.
Ardhan membalikkan badan.
"Pergi dari sini!" ujar Ardhan dingin.
"Mas, aku mencintai kamu. Dari dulu, hingga sekarang perasaanku tak pernah berubah. Izinkan aku menggantikan posisi kak Anita," ujar Airin lirih.
"Bukankah aku sudah pernah bilang, tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Anita? Pergi! Aku tidak mau ada yang lihat dan terjadi kesalahpahaman!" ujar Ardhan dingin.
"Kenapa Mas tidak bisa mencintai aku? Kami memiliki wajah yang sama. Bukankah itu tidak sulit?" lanjut Airin. Dia tak menyerah. Perlahan, dia kembali bangkit dan memeluk Ardhan dari belakang.
"Bila kamu tidak bisa mencintai aku, biarkan aku menyerahkan diriku malam ini. Izinkan aku memiliki kamu satu malam saja. Aku janji tidak akan meminta tanggung jawab. Setelah ini, aku akan pergi," lanjut Airin sambil mengusap dada Ardhan.
Dada Ardhan mulai naik turun. Dia dikuasai amarah. Dia juga dikuasai hasrat yang menggelora. Ardhan menghela nafas panjang berkali-kali. Perlahan, dia melepaskan pelukan Airin.
"Pergi dan jangan pernah muncul lagi dihadapanku!" ujar Ardhan.
Hati Airin terasa hancur. Dia sudah merendahkan harga dirinya, namun dia ditolak mentah-mentah. Dengan membawa amarah dan sakit hatinya, Airin meninggalkan kamar Ardhan.
Keesokan harinya, tanpa berpamitan dia pun pergi. Sejak saat itu, dia menghilang. Tak ada yang tahu kabar beritanya. Namun, empat bulan kemudian, orang suruhan Ardhan berhasil menemukan dia di Singapura dan mendirikan butik disana. Ardhan mulai tenang. Setidaknya, dia tahu keberadaan satu-satunya saudara istrinya.
**********
Airin melajukan kendaraannya ke apartemen miliknya. Apartemen yang dibelikan Ardhan setelah menikah dengan Anita. Dulu, mereka tinggal di belakang butik. Namun, sejak Anita menikah dan diboyong Ardhan, Airin tinggal sendirian. Jadi, Ardhan memutuskan untuk membelikannya sebuah apartemen agar dia memiliki tempat tinggal yang layak.
Airin mencoba menenangkan diri dengan berendam. Tanpa terasa, air matanya pun mengalir. Sekian lama dia menghilang, namun sang kakak ipar tak berusaha mencarinya. Bahkan, dia menikah lagi tanpa memberinya kabar. Hati Airin benar-benar terasa sakit.
'Kau bilang tak akan ada yang bisa menggantikan posisi Kak Anita. Apa buktinya? Sekarang, kamu sudah menikah lagi. Kamu jahat, Mas! Kamu jahat! Kenapa bukan aku yang nikahi! Kenapa harus janda itu!" ujarnya bermonolog sambil menangis tergugu.
"Seharusnya aku yang kamu nikahi, Mas! Aku! Bukan dia!" teriaknya kencang.
"Aaa …." Airin melampiaskan amarahnya dengan berteriak sekencangnya.
Setelah puas melampiaskan amarahnya, Airin bangkit dan meninggalkan kamar mandi. Setelah selesai berdandan, dia segera meninggalkan apartemen dan meluncur ke jalanan. Tiba di depan sebuah sekolah dasar, dia berhenti. Setelah menunggu hampir tiga puluh menit, yang dia tunggu-tunggu pun akhirnya keluar.
"Bulan!" sapanya sambil tersenyum manis.
"Tante!" sahutnya, lalu berlari memeluk gadis tersebut.
"Tante kangen banget sama kamu, sayang!" ujar Airin.
"Tante ngapain kesini?" tanya Bulan.
"Mau jemput kamu."
"Memangnya mama kemana? Kenapa Tante yang jemput?" tanya Bulan polos.
"Tante pengen jemput aja, mau ajak kamu jalan-jalan. Mau?" tawar Airin.
"Em … aku harus izin dulu sama Mama!" ujar Bulan.
"Bulan!" panggil Kienan yang baru saja datang. Dia tampak terkejut melihat keberadaan Airin.
"Mama!" panggil Bulan, lalu berlari memeluknya.
"Maaf, ya, Mama agak terlambat jemputnya. Tadi adek agak rewel," ujar Kienan.
"Adek sakit, Ma?"
"Adek Celine agak demam sedikit."
"Ayo, Ma, kita langsung pulang. Aku mau lihat adek!" ujar Bulan sambil menarik lengan Kienan.
Kienan melirik Airin.
"Sayang, kamu gak jadi jalan-jalan sama Tante?" tanya Airin lembut.
"Maaf, Tante! Lain kali saja, ya! Aku mau lihat adek dulu! Adek lagi sakit!" sahut Bulan.
Airin memandang Kienan penuh permusuhan.
"Yach … Tante jadi sedih, nih!" ujar Airin sambil memanyunkan bibirnya.
"Maaf, ya,Tante! Janji deh, lain kali! Boleh kan, Ma, aku jalan-jalan sama Tante Airin?" tanya Bulan kepada Kienan.
"Tentu saja boleh, Sayang!" sahut Kienan.
"Nah,boleh kan, Tante! Ya sudah, lain kali saja, ya! Dada, Tante!" ujar Bulan sambil melambaikan tangannya.
"Ayo, Ma!" ujar Bulan, lalu menggandeng lengan Kienan. Setelah menganggukkan kepala kepada Airin, Kienan segera mengikuti langkah kecil Bulan.
Airin memandang kepergian mereka dengan penuh kekesalan. Hatinya benar-benar dongkol. Dengan perasaan berkecamuk, Airin meninggalkan sekolah Bulan. Airin melajukan kendaraannya ke arah butik. Seharian ini, dia belum menyambangi butiknya.
"Selamat sore, Bu!" sapa salah satu orang kepercayaannya.
"Hm!" sahutnya. Airin segera melangkah menuju ruangannya. Ada beberapa pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Maaf, Bu! Tadi Pak Cakra kesini!" ujar Bella,orang kepercayaan Airin.
"Ngapain dia kesini?" yang Airin acuh.
"Katanya sih, mau ngajak Ibu makan siang!" sahut Bella.
Airin menghembuskan nafas kasar. Pak Cakra adalah seorang pengusaha. Mereka beberapa kali melakukan kerjasama. Pria matang dengan perut buncit itu sudah beberapa kali mengungkapkan perasaannya, namun Airin menolak. Selain karena tidak mencintainya, pria tersebut juga masih berstatus suami orang.
"Kalau dia kesini lagi, bilang saja saya tidak mau bertemu dengannya lagi!" ujar Airin.
"Baik, Bu!" sahut Bella.
********
Usai menyelesaikan semua pekerjaannya Ardhan bergegas pulang. Mendapat kabar sang putri mendadak demam, membuatnya merasa tak tenang. Meski bukan anak kandungnya, namun Ardhan sangat menyayangi mereka. Baginya, Celine dan Celena adalah putrinya.
"Sayang, bagaimana keadaan Celine?" tanya Ardhan setibanya di rumah.
"Celine baik-baik saja, sayang! Kamu gak usah khawatir!" sahut Kienan.
"Demamnya sudah turun?"
"Sudah, tadi juga sudah minum obat juga. Itu anaknya lagi tidur." Kienan memberi penjelasan.
"Aku mau lihat!" ujar Ardhan.
"Jangan! Nanti malah ganggu tidurnya! Mending kamu mandi dulu sana!" ujar Kienan.
Ardhan menurut. Dia memilih menuju kamarnya dan membersihkan diri. Kienan mengikuti langkah sang suami dan menyiapkan pakaian untuknya.
“Kamu makin lama, makin cantik aja!” bisik Ardhan yang tiba-tiba sudah memeluk Kienan dari belakang."
“Mas, kamu ngagetin aja!” ujar Kienan.
Ardhan terkekeh geli.
“Lepasin, Mas! Bagaimana kalau Bulan tiba-tiba masuk kesini?” ujar Kienan lagi.
“Biarin aja! Biar dia tahu kalau Mama dan Papanya selalu romantis!”sahut Ardhan.
“Mas, jangan gitu deh!” ujar Kienan berusaha melepaskan diri dari kungkungan Ardhan.
Bukannya melepaskan, Ardhan malah semakin mengeratkan pelukannya.
“Mas!” ujar Kienan dengan geram.
“Iya ... iya!” Ardhan segera melepaskan pelukannya.
“Ayo kita turun!” ajak Kienan saat dilihatnya sang suami sudah rapi.
“Papa!” sapa Bulan saat melihat keduanya turun dari tangga.
“Halo, Sayang! Sudah belajar belum?” tanya Ardhan.
“Sudah, tadi diajarin Mama. Iya kan, Ma?” ujar bulan.
“Iya, Sayang!” sahut Kienan.
“Tadi belajar apa sama Mama?” tanya Ardhan sambil membawa Bulan kedalam gendongannya.
Bulan tertawa riang digendong sang Papa.
“Tadi Mama ngajarin aku ngerjakan tugas matematika.”
“Bulan bisa?”
“Bisa dong! Bulan kan anak yang pintar!” sahut Bulan bangga.
“Pa, Bulan boleh tanya sesuatu gak?”
“Tanya apa?” Ardhan mengernyit heran.

Comentário do Livro (226)

  • avatar
    Bang Engky

    baik

    1d

      0
  • avatar
    NYALUTAK25NYALUTAK25

    semoga dapat

    20d

      0
  • avatar
    SangajiYamdo

    aplikasi yang bagus

    23d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes