logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 2 KEDATANGAN AIRIN

PART 2
KEDATANGAN AIRIN
“Mas, aku ke toilet dulu, ya!” pamit Kienan.
“Iya, Sayang! Perlu aku antar?” tanya Ardhan.
“Gak perlu, kamu temui saja teman-teman kamu!”
“Oke, jangan lama-lama, ya!” sahut Ardhan.
Kienan melangkah tergesa menuju toilet.
Bruk. Tanpa sengaja, dia bertabrakan dengan seseorang. Gaun biru muda yang dipakainya, tampak penuh dengan noda.
“Ups, maaf, gak sengaja!” ujar wanita yang bertabrakan dengan Kienan. Tanpa merasa bersalah, dia melenggang begitu saja. Kienan hanya bisa melongo melihat pakaiannya yang sudah berubah warna. Kienan bergegas ke toilet. Usai menunaikan hajatnya, dia berusaha membersihkan noda di pakaiannya. Namun sayang, noda itu hanya sedikit memudar. Kienan tampak kebingungan. Cukup lama dia berdiam diri di toilet untuk mencari solusi. Dia tidak mungkin kembali ke pesta dengan pakaian seperti itu.
Tok tok tok ....
“Kienan, kamu masih di dalam?”
Kienan langsung sumringah mendengar suara dari arah luar.
“Mas!” ujar Kienan lega setelah membuka pintu toilet.
“Sayang, kok lama sekali sih? Ini baju kamu kenapa?” tanya Ardhan heran.
“Tadi aku tabrakan sama orang, bajuku kena tumpahan minuman!” sahut Kienan.
“Trus ini bagaiamana?”
“Aku balik ke kamar aja, ya! Lagian, acara inti kan sudah selesai. Anak-anak pasti juga sudah mengantuk!” ujar Kienan.
Ardhan tampak berfikir sejenak.
“Anak-anak sudah balik ke kamar sama mama dan Ratna. Kamu ganti baju saja, habis itu turun lagi. Temani aku menemui para tamu!” ujar Ardhan.
“Ya sudah, aku ganti baju dulu! Kamu kesana aja, nanti aku menyusul!” ujar Kienan.
Ardhan segera kembali ke area pesta, sementara Kienan kembali ke kamar untuk berganti pakaian. Usai bersiap, dia segera kembali dan mencari keberadaan Ardhan.
Kienan menghentikan langkahnya saat melihat sang suami sedang berbincang dengan teman-temannya. Bukan itu yang penyebabnya, namun keberadaan seorang wanita yang tampak bergelayut di lengan suaminya yang mengusik hatinya. Perlahan, Kienan mendekati.
“Mas!” ujarnya.
“Eh, sayang!” ujarnya sambil berusaha melepaskan pegangan wanita tersebut.
“Kenalkan, ini istriku!” ujarnya sambil memperkenalkan Kienan kepada teman-temannya.
“Halo! Saya Bagas!” ujar salah seorang dari mereka. Satu persatu, mereka memperkenalkan diri.
“Bro, kami kesana dulu, ya!” pamit mereka.
Usai kepergian teman-temannya, suasana menjadi sedikit cangung.
“Halo, saya Airin, saudara kembarnya Anita!” ujar Airin sambil mengulurkan tangannya.
Kienan menerima uluran tangan Airin dengan canggung.
“Kienan!” sahutnya.
“Mas, aku balik dulu, ya! Sampai ketemu lagi di Jakarta!” pamitnya. Setelah mendaratkan sebuha kecupan di pipi Ardhan, dengan santainya Airin melangkah meninggalkan mereka.
Kienan memanyunkan bibirnya melihat hal itu.
“Sayang, kok manyun gitu sih? Gak enak, dilihat orang!” ujar Ardhan.
“Biarin!” sahut Kienan ketus.
“Jangan gitu, dong! Itu tadi mendadak banget! Aku gak sempat menghindar!” kilah Ardhan.
“Tapi kamu suka, kan?” sahut Kienan ketus.
“Gak lah! Mana mungkin!”
Kienan mencebikkan bibirnya. Melihat hal itu, spontan Ardhan memeluk pinggang istrinya dengan erat.
“Mas, jangan begini! Malu!” protesKienan.
“Biarin!” sahut Ardhan cuek.
“Mas!” bentak Kienan lirih.
“Salahnya sendiri, punya bibir dimanyun-manyunin. Sekali lagi kamu begitu, jangan salahkan aku kalau lansung melahapnya!” sahut Ardhan, lalu melepaskan pelukannya.
“Aw, sakit tahu! “ jeritnya lirih usai Kienan mendaratkan cubitan kecil dipinggangnya.
**************************
Pagi ini, mereka bersiap untuk kembali ke Jakarta. Sebelum berangkat, Ardhan bersama Kienan menyempatkan untuk ziarah ke makam Anita. Bulan sudah kesana terlebih dahulu bersama Oma dan Opanya. Saat mereka tiba, tampak Airin sudah tiba terlebih dahulu. Airin mengulas sebuah senyuman saat menyadari kedatangan mereka.
“Mas Ardhan belum kesini?” sapa Airin.
“Belum. Kemarin aku baru tiba, jadi hari ini baru sempat,” sahutnya.
“Bulan kok gak diajak? Dia harus diperkenalkan dengan Mama kandungnya,” ujarnya sambil melirik Kienan.
Ardhan tersenyum tipis.
“Kamu tidak perlu mengingatkan hal itu. Aku tidak pernah punya niat untuk membuatnya lupa siapa amam kandungnya. Dia sudah kesini sama Mama dan Papa.”
“Maaf, aku hanya takut saja! Hanya karena dia sudah punya Mama baru, bukan berarti dia bisa melupakan Mama kandungnya!” lanjut Airin.
“Kamu gak perlu khawatir. Kienan mendidik Bulan dengan baik. Dia juga memajang foto Anita di kamar Bulan!”
“Syukurlah kalau begitu!” sahut Airin.
Airin melangkah ke tepi dan memberikan ruang kepada mantan kakak iparnya untuk mendekati makam. Setelah membacakan beberapa doa dan menaburkan bunga, mereka segera meninggalkan area pemakaman.
“Kapan Mas Ardhan balik ke Jakarta?” tanya Airin.
“Setelah ini mau berangkat!” sahut Ardhan sambil menggenggam jemari istrinya. Airin melihat hal itu dengan pandangan tak suka.
“Aku juga akan kembali ke Jakarta. Setelah ini, sepertinya kita akan sering bertemu. Aku ingin kembali dekat dengan Bulan,” ujar Airin.
“Aku tidak akan melarang kamu dekat dengan Bulan, asalkan kamu bisa menjaga batasan,” ujar Ardhan.
“Maksudnya?” tanya Airin sambil menghentikan langkahnya. Ardhan pun turut berhenti juga.
“Kamu pasti paham maksudku!” ujar Ardhan, lalu kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Airin yang masih terpaku di tempatnya.
“Apa maksud perkataan kamu tadi?” tanya Kienan penasaran setelah mereka sudah masuk ke dalam mobil.
“Gad ada, gak usah terlalu difikirkan!” sahut Ardhan. Kienan pun tak bertanya lagi. mereka sama-sama terdiam hingga tiba di rumah.
**********************
Pagi ini, Ardhan sudah siap berangkat ke kantor. Bulan pun sudah bersiap untuk berangkat ke sekolah. Si kembar, mereka sedang asyik berceloteh sambil sarapan di ruang makan.
"Sudah siap, Sayang?" tanya Ardhan kepada putrinya.
"Sudah, Pa! Let's go!" sahut Bulan ceria.
Usai mengantarkan putrinya, Ardhan segera meluncur ke kantornya. Banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan.
"Selamat pagi, Pak!" sapa Alex, asisten pribadi Ardhan.
"Pagi!" sahutnya.
Alex mengikuti langkah Ardhan hingga ke ruangannya.
"Bagaimana perkembangan proyek Wisma Maulana?" tanya Ardhan saat mereka sudah duduk di ruangan Ardhan.
"Semua berjalan sesuai rencana, Pak! Jika tak ada aral melintang, protek itu akan selesai sebelas bulan lagi!" sahut Alex.
"Bagus. Pastikan semua sesuai rencana," ujar Ardhan.
"Tentu, Pak! Oya, hari ini Bapak ada pertemuan dengan Pak Ridwan dan Pak Sanusi mengenai proyek lanjutan bersama perusahan mereka." Alex memberi penjelasan.
"Kontrak kerjasamanya sudah kamu siapkan?" tanya Ardhan.
"Sudah, Pak! Hanya saja, kerjasama dengan Pak Sanusi masih perlu peninjauan kembali."
"Baik, lakukan saja! Kapan ki—."
Ucapan Ardhan terhenti karena tiba-tiba pintu ruangannya terbuka. Tampak, seorang wanita cantik berdiri disana.
"Maaf, Pak, saya sudah berusaha mencegah, tapi Nona ini menerobos masuk!" ujar Santi, sekretaris Ardhan.
"Gak papa! Sudah, kamu kembali saja!" ujar Ardhan kepada Santi.
"Baik, Pak!" sahutnya, lalu meninggalkan ruangan Ardhan.
Ardhan mengalihkan pandangan kepada tamu tak diundang yang tiba-tiba hadir di ruangannya.
"Ada apa?" tanyanya.
Dengan penuh percaya diri, wanita tersebut melangkah dan duduk di hadapan Ardhan.
"Apa aku tidak boleh mengunjungi kamu?" tanyanya sambil melirik pria yang duduk di sampingnya. Alex memilih cuek dan pura-pura tak paham.
"Untuk apa? Bulan tidak ada disini!"
"Apa harus berkaitan dengan Bulan baru aku boleh bertemu denganmu?" rajuk Airin.
"Kita tidak punya urusan!" ujar Ardhan sarkas.
"Gitu banget sih!" sahutnya sambil mengerucutkan bibirnya.
Ardhan menghembuskan nafas kasar.
"Gak usah bertele-tele. Ada apa kamu kesini? Aku lagi sibuk?" ujar Ardhan lagi.
"Sebenarnya aku mau minta ditemani cari barang di mall!" sahutnya.
"Maaf, aku gak bisa!"
"Ayolah, Mas! Aku disini tidak punya siapa-siapa!" rayu Airin.
"Ehm!" dehem Alex.
"Apa!" ujar Airin sengit.
"Kalau orang gak mau, gak usah dipaksa. Mending sama aku saja!" ujar Alex.
"Nah, tuh sama si Alex! Dia pasti siap ngantar kamu keliling kemanapun!" sahut Ardhan.
"Gak mau! Aku maunya sama kamu!" rengek Airin.
"Sori, aku gak bisa!"
"Kenapa sih, cuma ngantar bentar doang!" rajuk Airin.
"Airin, sekarang aku sudah menikah. Aku tidak mau ada kesalahpahaman. Lebih baik kamu pergi sama Alex saja!" ujar Ardhan.
Alex tersenyum sambil menaik turunkan alisnya.
"Ogah. Lebih baik aku pergi sendiri!" sahut Airin, lalu melangkah meninggalkan ruangan Ardhan sambil menghentakkan kaki.

Comentário do Livro (226)

  • avatar
    Bang Engky

    baik

    1d

      0
  • avatar
    NYALUTAK25NYALUTAK25

    semoga dapat

    20d

      0
  • avatar
    SangajiYamdo

    aplikasi yang bagus

    23d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes