logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Bermalam di Satu Kamar

Rendra mengambil kunci kamar yang sudah ia pesan sejak dua hari yang lalu. Nasya berjalan mengekori Rendra menuju kamar mereka di penginapan. Suasana penginapan begitu sejuk, sengaja Rendra memilih penginapan yang terletak di kaki gunung dan langsung bersentuhan dengan alam. Nampak pemandangan persawahan dan bukit yang disuguhkan saat membuka jendela kamar.
Terdapat sebuah kolam ikan yang berada tepat di bawah gazebo yang terletak di depan kamar, Menambah kesan sejuk dan indah.
"Bos, mana kunci kamarku? tanya Nasya yang masih berdiri di depan pintu kamar.
"Kamu mau ke mana? ini kamarmu juga," ucap Rendra dengan santai. Berjalan memasuki kamar tanpa memperdulikan ekspresi Nasya yang kaget.
"Bos, masa kita harus satu kamar?" Nasya berjalan membuntuti Rendra.
"Lihatlah! ada dua kasur di sana," tunjuknya pada dua kasur yang ada di depannya.
"Tetap saja Bos, kita satu kamar. Aku nggak mau ya kalau si Bos berbuat yang aneh-aneh padaku." Nasya menyilangkan kedua tangannya.
"Hei, dasar asisten mesum, aku juga masih waras, kamu pikir biaya sewa penginapan ini murah apa? kita di sini satu minggu, dan aku nggak mau uangku habis karna menyewa kamar yang lain untukmu." Rendra menata bajunya ke dalam lemari dan membuka laptopnya di kasur.
Nasya masih diam di tempat, pikirannya terbayang bila bosnya berbuat macam-macam saat ia tidur. Mungkin lebih tepatnya malu, karena Nasya seringkali bertingkah aneh saat tidur.
Kebiasaannya mengigau seringkali membuatnya malu bila tidur di tempat lain. Bisa malu dirinya bila Rendra memergokinya yang suka mengigau saat tidur.
"Sampai kapan kamu akan berdiri di situ? cepat bereskan pakaianmu dan siapkan dokumen yang akan kita bawa besok."
Nasya segera beranjak dan membawa tasnya, menaruh semua baju ke dalam lemari. Ia mendekati Rendra dan membuka laptop untuk menyiapkan dokumen yang diperlukan.
***
Makan malam ini Rendra sengaja mengajak Nasya ke warung sate yang terletak di depan penginapan. Rendra tahu bahwa menu makanan yang ada di penginapan tidaklah cocok untuk Nasya yang doyan makan.
"Bos, kenapa kita harus makan di luar? tanya Nasya.
Rendra masih berjalan tak menanggapinya, ia memasuki tenda warung sate dan memesan dua porsi sate ayam dan nasi. Rendra duduk menunggu pesanan dan mengalihkan pandangannya pada Nasya yang masih berdiri di luar tenda
"Kamu ngapain di situ? ayo masuk!"
Nasya tersentak mendengar nada suara Rendra yang meninggi.
Ragu Nasya duduk di sebelah Rendra, melihat tukang sate mengipasi sate yang masih setengah matang, sedangkan pelayannya membuat minuman.
"Bos ... "
"Aku tahu kamu itu banyak makan, makanya aku memilih mengajakmu makan di sini daripada harus makan di resto penginapan."
Nasya tidak menyangka ternyata Rendra memperhatikan urusan perutnya.
"Bukankah Si Bos harus mengeluarkan uang lagi?" tanya Nasya dengan polos.
Rendra terlohok dengan pertanyaan gadis di sampingnya. Nasya benar-benar gadis yang polos dan tidak pernah jaim di depannya.
"Jangan ge_er ya, aku hanya tidak ingin asistenku tidak bisa berkonsentrasi dalam bekerja hanya karna perutnya lapar."
"Iya iya Bos ... aku paham," ujar Nasya dengan cemberut.
Dua porsi sate ayam dan nasi telah disajikan pelayan, dua gelas es jeruk menjadi pelengkap santapan hidangan mereka.
Nasya dengan antusias melahap sate ayam di depannya. Tanpa malu Nasya menghabiskan satu porsi sate ayam dengan lahap.
Rendra memandangi asistennya dengan tersenyum, gadis ini sangatlah lucu banyak hal yang mampu membuatnya tertawa bersamanya.
Betapa bodohnya Rendra jika menjauhi gadis di sampingnya ini. Nasya merupakan magnet tersendiri bagi Rendra yang mampu menariknya dari keterpurukan, mampu membangkitkan semangatnya lagi, bahkan mampu menyadarkan hubungannya yang salah dengan Sila.
"Si Bos kenapa, lihatin aku kayak gini, naksir ya? goda Nasya.
"Hadeh ... nggak penting naksir sama gadis kayak kamu." Rendra berdiri dan membayar makanannya.Sementara Nasya menunggunya di luar tenda.
Mereka berjalan beriringan menatap langit yang indah bertabur bintang di malam hari, suasana yang dingin dan angin yang sepoi menambah suasana menjadi kian syahdu.
Rendra melihat Sila yang tengah duduk menunggunya di lobi penginapan. Wajah cantiknya terlihat sayu, ia menghambur memeluk Rendra yang baru mendekatinya. Nasya terlihat kikuk melihat pemandangan di depannya. Meskipun Rendra hanyalah bosnya, tetapi hatinya terasa sakit.
"Sila, kenapa kamu menangis? tanya Rendra.
Tangis Sila semakin memecah, Rendra mencoba menenangkannya.
"Ren, temani aku malam ini ya?" pinta Sila.
Rendra melepas pelukannya dan beralih menatap Nasya, Sila menggenggam erat tangannya. Nasya hanya mengangguk. Ia berjalan meninggalkan Rendra dan Sila, setidaknya Nasya harus tahu posisinya sekarang.
Malam semakin larut, tetapi mata Nasya masih belum terpejam. Pikirannya masih semrawut membayangkan apa yang sedang dilakukan oleh bosnya dan wanita itu.
Nasya kembali membuka laptop dan menyelesaikan dokumen untuk bahan meeting besok. Jarum jam bergerak terasa sangat lambat, Nasya sudah menghabiskan dua cangkir kopi susu untuk menemaninya lembur.
Semua bahan untuk besok sudah ia selesaikan, menata semua berkas yang sudah ia cetak dan menyiapkannya.
Berulang kali melihat jam di dinding, tak terasa waktu menunjukkan pukul 2 dini hari, tetapi sampai sekarang Rendra belum juga kembali ke penginapan.
"Apa terjadi sesuatu pada si Bos ya?" gumam Nasya.
Nasya berjalan mondar-mandir tetapi tetap saja perasaannya was-was. Ingin memghubungi Rendra,tetapi takut bila ia malah mengganggu.
Kriettt
Suara pintu kamar terbuka, Nasya lega melihat bosnya yang telah kembali. Rendra berjalan sempoyongan, bau alkohol menguar ke seluruh ruangan. Tatapan Rendra tajam menghunus Nasya yang panik melihatnya. Nasya menghampiri Rendra yang hampir terjatuh, memapahnya perlahan agar Rendra dapat berbaring di kasur.
"Sya, semua wanita itu sama saja,Egois." Rendra meracau. Langkahanya terhenti dan memegang kedua bahu Nasya.
Tubuh Nasya bergetar melihat Rendra yang tengah mabuk, matanya memerah dan menatapnya tajam.
"Sila egois, aku melakukan semuanya untuknya termasuk membayarmu untuk menjadi pacar pura-puraku, tetapi dia malah mencampakkanku, tidak bisakah ia membiarkanku bahagia hah! Dan kamu, kenapa harus Vano? kenapa harus dia yang ada di hatimu, kenapa bukan aku Sya?" Omongan Rendra semakin tidak terkontrol karena pengaruh alkohol.
Tangan Rendra meraih tengkuk Nasya, mencium bibirnya dengan kasar, pengaruh alkohol membuatnya semakin beringas. Melepas tautan bibirnya, Rendra semakin memperdalam ciumannya kembali.
Nasya berusaha sekuat tenaga melepas cengkraman si bos, tetapi tenaganya tak cukup kuat, tenaganya tak berdaya, ingin berteriak minta tolong, tetapi mulut tak mampu berteriak.
Nasya kini terpojok pada dinding kamar, Rendra masih melumat bibirnya dan mencipatakan tanda kecil pada lehernya.
Perlakuan Rendra membuat Nasya marah dan menampar Rendra karena kekurang ajarannya. Akhirnya ia berhasil terlepas dari cengkraman Rendra.
Tubuh Rendra terjatuh dan tak sadarkan diri karena terlalu banyak minum. Meracau memanggil-manggil nama Sila.
Hati Nasya terasa sakit, ia merasa Rendra hanya memanfaatkannya. Melihat Rendra yang tak sadarkan diri, Nasya berlari masuk ke dalam kamar mandi
Nasya menatap dirinya di depan cermin, keadaannya begitu kacau, cukup shock karena serangan dari Rendra. Apalagi ada beberapa tanda di lehernya, Nasya hanya tersenyum pahit, meluapkan tangisannya di kamar mandi. Duduk mendekap kedua kakinya hingga tertidur.
Semalaman Nasya tertidur di kamar mandi. Suara kokokan ayam membuatnya terbangun, bergegas membersihkan diri. Nasya membuka pintu pelan, mengintip sekeliling, apakah Rendra sudah bangun atau masih tidur.
Nasya merasa lega karena tidak melihat siapapun di sana. Nasya bergegas mengambil baju dan kembali masuk kedalam kamar mandi.
Nasya mematut dirinya di depan cermin, bersiap sarapan pagi di resto penginapan. Sudah pukul 8 pagi Rendra belum juga terlihat, setidaknya Nasya bisa sedikit lebih tenang. Kejadian semalam membuatnya enggan bertemu dengan Rendra.
Rendra masuk ke dalam kamar dengan keadaan yang segar, sepertinya ia sudah mandi di tempat lain. Sekilas pandangan mereka bertemu di cermin, buru-buru Nasya mengalihkan pandangannya dan beranjak keluar.
Rendra mencekal tangan Nasya erat, tatapannya mengisyaratkan rasa bersalah yang sangat besar.
"Sya," ucap Rendra lirih.
Nasya berusaha tenang melepas tangan Rendra dan berjalan keluar kamar. Hatinya masih terasa sakit bila mengingat kejadian semalam.
"Maafin aku Sya," ucapnya yang tak terdengar oleh Nasya.
Rendra merasa menyesal dengan apa yang telah ia perbuat semalam, ia hanya mengingat saat mencium Nasya dengan brutal, selebihnya ia lupa karena saat bangun, ia telah mendapati tubuhnya tertidur di lantai.

Comentário do Livro (174)

  • avatar
    putraLucky

    karena ngomonya terlalu bagus

    8d

      0
  • avatar
    21Melanii

    saya suka cerita novel nya

    17d

      0
  • avatar
    Putri Sulung

    ooo

    19d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes