logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

3. Menunggu Mama

Hazan merasa lega. Yerin kini sudah bisa diajak berkomunikasi. Melihat ia tersenyum, Hazan merasa bahagia.
Saat melihat senyuman indah itu, Hazan masih berharap bahwa diagnosa dokter salah. Tidak mungkin perempuan dengan senyum indah ini, memiliki penyakit berat.
Tiada hentinya Hazan memohon pertolongan kepada Allah. Meminta agar mukjizat berpihak kepada istrinya.
Yerin menatap lamat-lamat Hazan. Memandangnya dengan pandangan cinta.
Ia berusaha untuk bicara meski suaranya begitu berat.
"A-a-b-yaan ss-mm-aa ss-ii-app-aa?"
Hazan mendeketkan telinga ke dekat bibir mungil Yerin. Ia tak mau jika Yerin mengulangi kata-kata. Ia tahu, untuk bicara pun Yerin butuh sebuah energi.
"Abyan sama Omah dan Bude Sarah di rumah. Tadi Ayah baru aja video call sama Abyan," jawab Hazan.
Yerin senang jika Abyan baik-baik saja. Ia tersenyum tipis.
Sementara itu, Yerin merasa tak nyaman. Ia gusar dengan posisinya saat ini. Ia ingin duduk, namun selang yang terpasang di tubuhnya membuat ia tertahan.
"Bunda tidur aja di sini. Jangan banyak gerak. Nanti adek bayi nggak nyaman. Gimana adek bayi di dalam sana?"
"Gg-ee-rr-aak," jawab Yerin.
"Alhamdulillah," ucap Hazan sambil mengelus perut Yerin.
***
Rumah besar dengan nuansa hijau baru dibangun ketika awal tahun. Mimpi Yerin untuk memiliki rumah sesuai impiannya terwujud. Tata letak, warna, hingga printilan di dalam rumah semua Yerin yang urus. Hazan sepenuhnya mendukung apa yang istrinya inginkan.
Di sudut rumah terdapat mushola kecil. Di dinding musholla dihiasi lafadz Allah dan Muhammad Saw yang baru saja ditempel oleh Yerin beberapa hari yang lalu.
Wallpaper putih seperti batu bata pun baru saja ia beli dan ia pajang sendiri. Yerin menghias musholla kecilnya sehingga tercipta kesan estetik.
Omah masih duduk di hamparan sajadah, memakai mukena berwarna putih. Guratan wajahnya menandakan ia tak muda lagi. Kulit yang sudah mengendur terlihat jelas di area wajahnya.
Omah langusng melaksanakan sholat Sunnah qabliyah dilanjut dengan sholat wajib dzhur dan sunnah setelahnya.
Dzikir senantiasa dilafadzkan. Sholawat hingga doa yang terus dirapalkan. Semua demi Yerin putrinya. Omah meminta kepada pemilik semesta agar Yerin bisa sehat dan kembali bersamanya kini.
"Omah, Ayah sama Bunda kapan pulangnya?"
Abyan membuyarkan konsentrasinya. Tiba-tiba ia sudah ada di belakang sembari mengucek-ngucek matanya.
"Sini, Kakak. Mau dipangku Omah?"
Abyan menggeleng. Ia lebih tertarik kepada kepulangan Bunda daripada pangkuan omahnya. Padahal biasanya tidak begitu.
Melihat reaksi Abyan yang seperti itu, Omah jawab saja pertanyaanya dengan jujur.
"Omah belum tau. Mudah-mudahan hari ini Bunda bisa pulang yaa. Kakak ngantuk? Mau bobo ditemenin Omah?" tanya Omah.
"Engga. Aku mau tidur sendiri aja. Biar nggak lama nungguin Bunda pulang."
Bergegas Abyan lari menuju kamarnya. Rupanya ia masuk mengantuk karena sering terbangun semalam.
Omah merasakan hal yang aneh ketika melihat Abyan. Ia memiliki perasaan yang tidak enak. Mungkinkah sesuatu yang buruk akan terjadi? Feeling orangtua biasanya tak pernah salah. Segera ia menggeleng. Membuang semua perasaan yang tidak mengenakkan itu.
Omah melanjutkan tilawah dan dzikirnya. Inilah satu-satunya yang dibutuhkan oleh Yerin. Saat ia bersujud ke lantai, namun langit yang mendengar segala permintaannya.
"Omah..."
Suara Mbak Sarah terdengar jelas di rumah Hazan. Ia berteriak sambil mencari Omah.
Mbak Sarah muncul di pintu Mushola. Omah dan Mbak Sarah saling berpandangan.
Wajah Mbak Sarah terlihat panik dan menyembunyikan rahasia. Namun ia tidak mampu untuk menjelaskannya.
"Omah, tadi Hazan telpon. Omah harus ke rumah sakit. Yerin mau ketemu sama Omah. Urusan Abyan biar sama Pakdenya. Selagi Abyan masih tidur. Nanti aku bawa mobil sendiri nggak apa," ujar Mbak Sarah dengan suara yang sedikit bergetar.
***
Baru sebentar Hazan melihat Yerin tersenyum dan bicara. Tiba-tiba kondisi Yerin sudah memburuk.
Kaki hingga perut sudah mulai dingin. Nafasnya semakin sesak. Selang yang mengaliri oksigen itu tidak ada efeknya kini.
Mulutnya masih terbuka mengucap sesuatu.
Mama. Itulah yang diucapkan dan Hazan mampu menangkapnya.
Sejak pertama Yerin mengucapkan kata Mama, Hazan mulai bertanya-tanya dalam diri. Mungkinkah ini saat terakhir bagi Yerin?
Sejak itu Hazan mulai meminta bantuan Mbak Sarah untuk mengajak Mama ke rumah sakit.
Sekarang Yerin kembali di tangani oleh dokter dan perawat. Hazan diminta menunggu di luar. Mbak Zahra masih setia menemani adiknya. Ia tidak banyak berkata. Hanya doa terbaik yang ia ucapkan di dalam hati.
Hazan dan Mbak Zahra duduk di kursi koridor. Hawa dingin terasa menusuk seketika.
"Mbak, aku mau ke musholla dulu ya," kata Hazan.
"Nggak mau tunggu sampai Mama datang?" tanya Mbak Zahra.
"Nggak, Mbak. Nanti kalau Mama sudah datang. Langsung diajak bertemu Yerin saja. Sekarang yang Yerin butuhkan Mama bukan Aku".
Mbak Zahra mengangguk paham.
Hazan berjalan ke arah Musholla rumah sakit. Hatinya berkecamuk. Sementara ia tidak mungkin menumpahkan air mata di depan Mama mertuanya yang begitu baik. Hazan lebih baik menyendiri. Menumpahkan segara curahan dan perasaannya kepada sebaik-baiknya pemilik hati.
***
"Omah..."
Zahra memanggil pelan. Entah sejak kapan Omah dan Mbak Sarah berdiri mematung.
Omah dan Mbak Sarah sudah berada di koridor tempat Zahra menunggu.
Perawat ke luar dari ruangan ICU. Meminta keluarga Yerin untuk masuk menemuinya.
Mbak Zahra yang sudah tahu jika sejak tadi Yerin menunggu Mamanya. Ia temani Omah melangkah masuk.
Genangan air langsung memenuhi dua bola mata Omah. Ia tak menyangka putrinya terlihat menderita dengan banyak selang seperti ini.
Omah langsung mendekat. Menggenggam tangan Yerin kuat-kuat.
Izinkan semua rasa sakit anakku berpindah padaku. Jangan anakku.
Omah berucap lirih. Hati kecilnya masih berusahalah merayu Tuhan agar hal paling buruk tidak pernah terjadi.
Yerin tersenyum menatap sang mama sebentar. Ia merasa lega kini Mama berada di sampingnya. Hanya saja bibirnya kelu, tidak mampu mengutarakan apa-apa.
Yerin menyentuh tangan Mama. Ingin sekali menggenggam erat, tapi ia tak lagi memiliki energi. Mama memutuskan untuk memeluknya.
Setelah melihat langsung, Mama sadar bahwa ini adalah detik terakhir Yerin. Bagian bawah tubuhnya dingin. Yerin sedang berjuang melewati sakaratul maut. Sebentar lagi ia akan pergi.
"Yerin, insyaAllah Mama ikhlas. Inget Allah ya, Nak," lirih Mama.
Bibir Yerin bergerak. Ia berusaha melafadzkan kalimat baik di akhirnya.
Nafas Yerin kini tidak terdengar. Tampilan monitor jantung saturasi oksigen menunjukkan garis datar. Yerin terlah tiada. Ia pergi bersama bayi di dalam perut yang tidak bisa diselamatkan.
Kepergiannya hanya menunggu Mama. Ia telah menahan rasa sakit sejak tadi demi menunggu Mama.
Perempuan usia lima puluh tahun itu seketika lemas. Ia menyadari Yerin putrinya telah pergi selamanya. Ia jatuh ke lantai. Air mata mengalir deras dari pelupuk matanya. Seketika pandangan menjadi gelap.
Mbak Zahra dan Mbak Sarah menangis sejadi-jadinya melihat kejadian barusan.
Mbak Sarah mendekap Omah sembari membuatnya tersadar.
Mbak Zahra memutuskan untuk mengubungi Hazan agar segera datang.

Comentário do Livro (84)

  • avatar
    AvikaVika

    bagus banget

    20/08

      0
  • avatar
    JayaAgung

    wkwk

    19/08

      0
  • avatar
    NaufalAsep

    ok banget

    31/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes