logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Kepergian Yerin

Kepergian Yerin

Ayu Hidayah


1. Malam Kelabu

Malam gelap berjelaga. Tidak ada gemintang maupun bulan. Tak ada juga tanda-tanda akan turun hujan.
Yerin belum juga terlelap. Ia masih mencari posisi paling nyaman. Perut yang semakin membesar membuat ia harus melakukan ritual ini sebelum tidur.
Ia lihat di sampingnya, putranya Abyan telah tertidur lelap.
Sembari mengatur posisi tidur, ia mengelus perutnya. Bayi yang ia kandung kini telah berusia 7 bulan. Kurang lebih 2 bulan lagi, mereka akan berjumpa. Yerin bahkan telah menyiapkan nama terbaik untuknya.
Tidak hanya Abyan, ia ditemani juga oleh mama. Sudah seminggu mama berada di sini. Selama satu Minggu juga Yerin sakit dan tak kunjung sembuh. Itulah yang menyebabkan Mama berada di sini. Semua itu karena permintaan Yerin.
Kira-kira hampir satu minggu juga, setiap malam ia batuk. Hal itu membuat badannya terasa sakit. Bahkan ia sampai tak tega dengan bayi di dalam perutnya. Sementara batuknya sangat tak tertahankan.
Yerin masih gusar memperbaiki tempat tidurnya. Ia hanya ingin menemukan posisi yang nyaman. Dadanya terasa sesak.
"Yerin, kamu belum tidur? Masih sakit kepalanya?"
Mama terbangun mendengar tubuh Yerin yang beradu dengan dipan kayu yang ditidurinya.
"Ehhm, nggak, Mah. Lagi cari posisi aja." Yerin menjawab dengan pelan.
Dada Yerin semakin sesak. Entah karena apa. Padahal sejak kemarin hingga menjelang waktu isya dirinya masih baik-baik saja.
"Mah, dadaku sakit, sesak."
Yerin bicara sembari memukul pelan dadanya. Rasa sesak semakin tidak tertahankan.
"Mmm-aaa-hhh, ddd-aaa aa-kk-uu." Yerin terus bicara. Ia seperti orang yang akan kehabisan napas.
"Astagfirullah. Yerin. Sadar Nak. Istighfar dalam hati. Mamah telpon Hazan ya biar dia pulang."
Mama mulai panik. Ia mencari handphone untuk menghubungi Hazan.
Semenjak diangkat menjadi manager, Hazan memang kerap lembur. Semakin banyak yang ia kerjakan. Rezeki suami istri ini bertubi-tubi datang dimulai dari kehamilan anak kedua Yerin.
Yerin memegang tangan mama dengan lemah. Kemudian ia melambaikan telapak tangan perlahan. Tanda bahwa ia tidak setuju.
"Aku mau di usap-usap aja Mah," ucap Yerin manja.
Yerin membelakangi mamanya. Ia ingin diusap di bagian punggung. Mama mengusapnya dengan perlahan. Kalau mama lelah dan berhenti mengusap, maka Yerin memintanya untuk mengusap lagi.
"Jangan pernah berhenti, Mah," ujar Yerin.
Tangan mama mulai kesemutan, tapi tidak biasanya Yerin meminta hal konyol semacam ini. Putri keduanya ini memang terkadang manja, namun tidak untuk hal remeh seperti ini.
Baru saja mereka terlelap. Yerin bangun dan menyandarkan tubuhnya lagi. Dadanya merasa sesak lagi. Kali ini lebih sesak dari sebelumnya.
Nafasnya mulai terengah. Hingga ia tak mampu untuk mengeluarkan satu patah kata pun. Matanya mulai terpejam, sesekali terbelalak. Kemudian terpejam lagi.
Mama seketika terbangun dan gusar melihat kondisi putrinya. Tanpa pikir panjang, ia langsung mengubungi Hazan. Semoga Hazan tidak sibuk malam ini.
"Hazan, kamu pulang sekarang ya. Ada yang nggak beres sama Yerin. Mama jadi takut."
Suara mama terdengar gemetar di telinga Hazan. Tanpa berpikir panjang, Hazan bergeges meninggalkan pekerjaannya yang masih menumpuk. Firasat buruk mulai mengendap di hati Hazan.
***
Hazan mengendarai sepeda motornya dengan laju yang cepat. Udara dingin malam menembus tubuhnya meski memakai jaket tebal. Hatinya semakin dingin membayangkan kondisi Yerin di rumah yang membutuhkannya.
Yerin tergeletak di pembaringan. Ia sudah tidak bersandar seperti semula. Perempuan itu tak sadarkan diri.
Hazan langsung memeluk Yerin lalu membangunkannya, namun usahanya percuma.
Ia hanya terpikir untuk membawa istrinya ke rumah sakit. Kini ia sudah berada di dalam mobil sedan hitam milik kakaknya. Mbak Sarah.
Hanya membutuhkan waktu 10 menit mereka telah sampai di rumah sakit terdekat.
Yerin segera dibawa ke UGD. Kondisinya semakin parah. Ia mulai tidak bisa merespon orang-orang yang ada di sekitar.
Seluruh kondisi vital Yerin memburuk. Dokter jaga menyarankan Yerin untuk dirawat terpisah dari pasien yang lain. Terlebih kondisi pandemi kini sedang dalam angka yang tinggi.
"Lakukan apa pun yang terbaik dokter. Asalkan istri dan anak yang ada di dalam kandungan bisa selamat," ujar Hazan mantap.
Hazan hanya bisa berdoa. Dokter dan para perawat langsung memberikan apa yang dibutuhkan oleh Yerin saat ini.
Hazan menunggu di luar. Ia seolah mengirim telepati kepada istrinya.
Kamu bisa Bunda. Tetaplah bersama Ayah. Semua akan baik-baik saja.
Pria dengan jas putih keluar dari ruangan tempat Yerin berada. Hazan segera menghampirinya.
"Dok, gimana istri saya?" tanya Hazan.
"Saya belum bisa mendiagnosa, Pak. Dugaan saya ada masalah dengan jantung dan paru-paru istri Bapak. Sekarang keadaannya sudah lebih membaik. Besok silakan ke bagian radilogi untuk Rontgen Pak. Setelah itu, baru hasilnya akan terlihat dan saya akan bacakan hasilnya." Dokter menjelaskan.
"Mungkinkah dia terpapar covid-19, Dok?"
"Setelah pengecekan rapid antibodi hasilnya non reaktif, Pak. Tadi kami pun sudah melakukan swab, namun hasilnya belum bisa keluar hari ini. Tetap positif dan berdoa yang terbaik untuk istri Bapak ya. Anak yang ada di kandungan pun alhamdulilah bisa diajak kerja sama. Ia baik-baik saja."
Setelah memberikan penjelasan kepada Hazan, dokter berlalu meninggalkannya.
Hazan menghampiri Yerin yang sedang terbaring. Selang infus di tangan dan selang oksigen yang menempel di hidungnya. Ia merasa iba melihat istrinya. Hazan yakin Yerin bisa menghadapi semua ini dengan kuat.
Hazan mengambil air wudhu. Mengaji di samping Yerin dengan lembut. Mudah-mudahn Yerin bisa segera pulih. Melanjutkan hidup bersamanya seperti sedia kala.
***
Di sepertiga malam. Abyan membuka mata. Ia celingukan. Mencari bunda yang tidak ada di sampingnya.
Abyan hanya melihat Omah dengan balutan mukena berwarna putih sambil mengaji.
"Unda, Nda..", teriak Abyan.
"Wah cucu Omah udah bangun. Mau apa pinter?"
"Unda, Nda. Unda mana Omah?", Abyan bertanya dengan suara khasnya ketika bangun tidur.
"Unda lagi ke rumah sakit sama Ayah. Abyan tunggu di rumah ya sama Omah."
"Dedek bayi udah lahir? Kok aku nggak dibangunin?" tanya Abyan penasaran.
"Bukan sayang. Unda sama Ayah hanya periksa aja. Mudah-mudahan besok sudah pulang ya."
Abyan kembali tidur. Setelah tahu bunda baik-baik saja. Sepertinya ia hanya mengigau.
Unda adalah panggilan sayang Abyan. Ia tidak terbiasa memanggil bunda. Abyan lebih menyukai panggilan Unda.
Sejak masih usia tiga tahun Abyan sudah fasih mengucapkan kata Unda. Hingga terbawa sampai kini, saat usianya sudah menginjak 6 tahun.
***
Tempat tidur didorong menuju ruang radiologi. Yerin belum juga membuka mata.
Hanya mulutnya yang sedikit terbuka. Seperti mengucapkan sesuatu, namun tidak jelas.
Dokter dan para perawat mengambil tindakan cepat. Sejak pagi tadi kondisi Yerin mengalami penuruan. Proses rontgen harus segera dilakukan. Jika telah dilaksanakan maka dokter akan mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan diagnosa.
Hazan menemani sampai ke depan pintu radilogi. Selebihnya hanya pasien dan petugas yang boleh masuk.
Tidak berlangsung lama. Proses Rontgen telah selesai.
Seorang perawat keluar dengan panik.
"Pak Hazan, istri bapak kembali tidak sadarkan diri."
Kondisi Yerin jauh lebih buruk dari pagi tadi. Bergegas ranjang tempat Yerin tidur didorong menuju ruang pemeriksaan.

Comentário do Livro (84)

  • avatar
    AvikaVika

    bagus banget

    20/08

      0
  • avatar
    JayaAgung

    wkwk

    19/08

      0
  • avatar
    NaufalAsep

    ok banget

    31/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes