logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bab 5 Saat Itu

"Aku yang pakai baju pink, kerudung putih bang bawahnya rok pink muda." Pesannya memberikan tahu ciri pakaian yang ia pakai agar ku mudah menemukan nya.
"Neng aku baru sampai maaf telat, aku di luar station, abang cari sekarang neng jangan kemana-mana tetap di dalam."
Aku yang baru saja turun dari angkutan umum dan aku berinisiatif langsung mencari nya kedalam di station Bandung ini, waktu yang sudah memasuki pukul 19:45 ku lihat jam tangan ku.
Aku yang langsung mencari nya dan ku lirik kanan kiri, ku lihat di setiap kursi tunggu yang ku lewati tidak jauh dari situ ku lihat wanita berpakaian pink dengan kerudung putih dan rok pink muda. Ku yakin itu pasti dia dan aku mencoba memanggilnya.
"Neng? Nalya yah?" Dengan perasaan yang tak menentu ku rasakan, jantung ku berdetak cepat dan rasanya wajahku memanas, entahlah yang aku rasakan ini kenapa.
Gadis itupun menoleh ke arahku, ku lihat dia dengan pandangan matanya yang berbinar-binar membuat ku tak percaya gadis ini benar-benar sangat cantik saat ku bertatap langsung. Jauh berbeda di saat ku hanya video call dengannya.
"Aa-bang Rendy yah?" Suara aslinya membuat ku gugup hanya menjawab kata "iya" saja.
"Ii-iyaa." Jiwa humoris ku hilang seketika dan menjadi pemalu di depannya jauh sekali sifat ku saat di layar ponsel aku sering bercandai dirinya.
Kami seketika saling menundukkan kepala seketika juga saling pandang dan tersenyum. Ini pertama kalinya kami bertemu dan ini rasanya rindu yang terobati dengan temu.
"Ayo neng keburu malem kita langsung kerumah abang saja." Aku mengajaknya untuk segera pulang dan buat apa kami hanya berdiam diri layaknya sebuah patung dan kekasih virtual ku hanya mengangguk saja.
Aku yang sebelumnya memesan taksi online ketika aku masih di angkutan umum tadi.
Sambil aku menunggu taksi online itu datang aku melihatnya penuh dengan rasa kagum. Bagaimana tidak kagum aku yang menjalani hubungan ini yang sudah dua tahun lamanya akhirnya bertemu dan bisa ku kenalkan ke orang tua ku.
Aku pun mulai memberanikan diri untuk mengajak ngobrol dengan nya.
"Neng tadi, di perjalanan gimana? Asyik gak?" Ah entahlah kenapa aku bertanya konyol seperti itu.
"Hmmm … asyik kok bang, enak juga pemandangan nya." Jawabnya membuat ku kikuk akan bertanya apa lagi setelah ini.
Kemudian mobil SUV hitam mengkilap berhenti tepat didepan ku dan menurunkan jendela kirinya
"Aa Rendy yah?" Seorang lelaki berumur sekitar tiga puluh tahun lebih menyakinkan aku lah yang bernama Rendy itu.
"Iya pak betul." Aku langsung membuka pintu belakang kiri mobil itu untuk gadis virtual ku, ia hanya tersenyum dan mengangguk pada ku, aku pun mengikutinya setelah ia duduk di dalam.
Aku dengan nya bersebelahan dia tempat nya duduk di sebelah kanan sedangkan aku duduk di sebelah kiri.
Kami pun berdiam-diaman, karena aku sedikit tidak nyaman karena ia sibuk dengan ponselnya. Entahlah dengan siapa ia chatting an, aku pun mengirimkan pesan kepada nya.
"Cieee yang diem bae gak bawel kaya di video call, pas ketemuan mah diem-diem bae ngopi apa ngopi, akhem cek ..." Isi pesanku kepadanya.
Karena ia terkejut aku mengirimkan pesan itu, ia langsung menoleh ke kiri dan tersenyum sambil mencubit lengan ku. Dan pertama kali nya aku di sentuh olehnya.
Aku hanya membalas senyum,di situ lah aku mulai berbincang-bincang tentang novel-novelnya agar aku tak jenuh di perjalanan pulang dari Bandung menuju Garut karena waktu satu jam lebih itu membuat jenuh bila tak di habiskan dengan berbincang-bincang.
Setelah kami sampai, tepat nya di gapura sapi pintu masuk desa dimana aku tinggal, gapura ini di kenal dengan sebutan Gapura Kandang Mukti. Dari gapura itu kami harus melewati beberapa kampung sebelum menuju kampung ku.
Setelah itu kami sampai dan turun dari mobil itu, aku langsung mengeluarkan sejumlah uang merah dan kami sempat debat untuk membayar taksi online. Namun aku pemenangnya dan ku bawa ranselnya yang sedari tadi ku lihat seperti berat.
"Sini neng aku bawain ranselnya." Tawaran ku untuk membawanya.
"Gak usah bang sama aku aja gak berat kok." Ucapnya menolak halus tawaran ku.
"Udah sini aja neng, Abang tau itu berat." Aku pun meraih tali ranselnya dan melepaskan dari bahunya. Dia hanya terdiam dan tampaknya malu-malu.
"Ayo neng, udah malem banget ini pasti kamu capek." Aku tanpa sengaja menarik tangannya.
Dia tidak menujukan rasa risih ketika aku pegang tangannya. Hanya saja aku baru sadar kalau tangannya ku sentuh.
"Ehh, neng maaf, maaf." Kata maaf ku terlontar secara reflek, kekasih virtual ku hanya tersenyum saja dan sedikit bicara.
"Gak apa-apa kok bang." Senyuman yang manis membuat ku luluh.
Kami pun tiba di depan pintu rumah, rumah ku yang sederhana dan tidak mewah dan siapa sangka ia menyukai warna rumah ku.
"Abang rumah nya bagus warna hijau muda." Matanya kulihat berbinar-binar seolah menujukan kekagumannya.
"Hehehehe iya neng baru bulan kemarin Abang ngecatnya." Jawab ku singkat.
Tok, tok,tok.
"Assala’mualaikum …" Aku memberikan salam untuk orang di dalam rumah dan berharap orang di dalam belum tidur semuanya.
"Wa’alaikumsalam … " kudengar suara ibu menjawabnya.
Clek, clek, clek.
Suara kunci ibu membukanya, ibu terlihat ngantuk saat melihat ku dan mendadak terlihat hilang kantuknya melihat kekasih virtual ku.
Karena benar aku memang memiliki kekasih yang akan ku hadirkan untuk orang tua ku, mungkin nanti yang akan di jadikan menantunya. Hahahah mungkin saja dan apa bila aku dengan dia berjodoh.
Aku yang tidak sadar, ingatanku kembali mengingatkan kejadian yang telah ku lewati tepat di bulan Januari tahun kemarin.
Tepatnya setelah setahun aku dan dia menunggu waktu yang tepat untuk bertemu. Bulan Januari tahun kemarin kita bertemu dan akhir Desember tahun ini aku berpisah dengannya, aku tak bisa menahan rindu lagi aku hanya bisa menikmati keindahan yang lalu.
Yang ku harapkan untuk kebahagiaan hatimu di setiap harinya begitu juga dengan diriku. Lekaslah membaik dan saling mengikhlaskan dalam hati kita.
Bagaimana pun aku harus sabar, ku bersyukur karena masih bisa tersenyum dan aku yakin bisa bangkit. Aku mampu menjalani ujian-Nya. Sabar bukan soal kata-kata, tapi mampu menerima tanpa mengeluh persoalan takdir-Nya.
Aku benar-benar masih ingat saat hari ku antar kau menuju stasiun kereta. Dan mungkin itu percakapan terakhir kali di saat kita bertatap wajah.
"Bang, terima kasih udah antar neng pagi-pagi gini ke stasiun." Aku dan dia yang baru saja sampai dan tepat di depan mata di mana kereta awal akan segera berangkat.
"Iya neng sama-sama, maafin yah kalau ada perkataan ibu atau bapak saat bercanda yang kurang enak di dengar nya."
Aku ingat betul saat berbicara seperti itu dan memandang dalam bola mata nya karena aku takut ia pulang membawa luka di hati karena ibu dan bapak ku suka bercanda.
"Ih, abang napa gitu liatnya, gak kok bang aku seneng banget sama ibu dan bapak abang mereka baik banget sama neng."
Aku yang terkejut dengan perkataannya membuat ku salah tingkah.
"Ee-euh gak neng, hehehe maaf. Oh iya nanti kapan kita bisa ketemu lagi? Hmmm atau abang aja deh yang nanti kesana."
Aku yang penuh antusias ingin sekali silaturahmi dengan orang tuanya dan keluarga besarnya.
Namun kekasihku hanya diam dan menjawabnya sedikit membuat ku merasakan ada suatu yang salah saat ku berbicara.
"Hmm .. neng masih belum tahu bang, kalau ada waktu neng aja yang main kesini."
Wajahnya menampakkan seakan-akan ia sedang bingung.
"Loh kok gitu neng? Kenapa emang." Aku sangat penasaran dengan ekpressi wajah cantiknya.
"Ih, abang aku kan nanti kuliah di sini, di Bandung. Masa abang main ke Mojokerto mau main sama ayah neng."
Aku yang sangat janggal dengan jawabannya aku yang tertawa garing ku tunjukkan agar tidak memecahkan suasana hatinya. Karena ku tahu itu bukan jawaban yang sebenarnya.
"Oh iya hehehe, betul juga yah." Ku garuk kepala belakang ku yang tidak gatal.
"Ya udah bang, neng masuk dulu ke gerbong kereta."
"Oh iya neng ayo, Abang anterin sampai gerbong nya."
"Ih, kok sampai gerbong doang gak sampai pelaminan apa bang."
Perkataannya membuat ku membulat kan mata melihatnya. Namun dia hanya tertawa melihat wajah konyol ku.
"Hahahah ciee abang."
"Aduh ratu gombal emang." Ku jawab sambil bergeleng-geleng.
Setelah aku sudah di ambang pintu gerbong kereta. Suatu kejadian membuat ku dengannya sangat saling tertawa dan malu.
"Abang, neng pulang dulu yah." Tangan ku di raih oleh nya, ciuman di punggung tangan ku begitu hangat. Aku yang terkejut akan yang ia lakukan membuat ku berdeham.
"Ahkem." Ku berdeham cukup keras.
"Kenapa abang? Abang sakit yah?" Aku yang menjawabnya dengan mata melihat tangan ku yang di pegang nya. Dia yang baru tersadar langsung melepaskan.
"Maaf abang." Kepalanya langsung menuduk.
"Gak apa-apa istri ku." Aku yang memancing agar ia semakin salah tingkah.
"Ih .. abang apa sih." Wajahnya memerah langsung sedikit pukul ringan mendarat di dada bidang ku.
"Hahahah, ya udah cari tempat duduk neng kaya nya sebentar lagi berangkat kereta api nya." Ucapku agar ia segera masuk kedalam kereta.

Comentário do Livro (57)

  • avatar
    IsaputraRangga

    sangat bagus dan menarik

    10/07

      0
  • avatar
    ArdiArdi

    fire fire max

    09/07

      0
  • avatar
    Dg sujuJunaedi

    semangattttt

    12/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes