logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Menjadi Model Pengganti

06
Ray berjalan mendahului Dennis, Dia sedang tidak ingin membahas kejadian tadi.
Dennis sendiri hanya diam, Dia tidak berani memulai pembicaraan dengan kakaknya karena Dia juga yang salah. Seharusnya Dennis tidak membuat Ray khawatir.
"Apa kau sudah makan?" tanya Ray.
"Ah iya kak. aku sudah makan tadi bersama kak Brian." ucapnya.
"Ohh ya kak, aku ditawari pekerjaan. Apa boleh-"
"Tidak." awab Ray sebelum Dennis meneruskan ucapannya.
"Tapi ini untuk kakak bukan untukku." ucap Dennis.
" Sebaiknya kita segera pulang. Ayah pasti mencarimu.." ucap Ray.
"Apa kakak tidak ke Cafe hari ini?" tanya Dennis.
"Tidak. Aku ada pekerjaan lain. Setelah mengantarkanmu pulang aku akan pergi." ucap Ray.
"Boleh aku ikut kakak. Pasti tidak boleh kan." ucap Dennis. Dia menjawab pertanyaannya sendiri. Dia tahu kalau kakaknya tidak akan membolehkannya.
"Apa yang boleh aku lakukan kalau ini itu tidak boleh." eluh Dennis. Dia merasa Ray terlalu mengaturnya. Melarang apa yang ingin Dennis lakukan.
"Kau ingin tahu, apa yang boleh kau lakukan?" ucap Dennis.
"Cukup jadilah adik, yang penurut, itu sudah cukup." ucap Ray lagi.
"Aku bukan lagi anak kecil. Aku juga ingin menjaga kakak." ucap Dennis.
"Kakak sudah merasa sangat senang saat kamu mau mendengarkan apa yang kakak kata kan. Tugasmu hanya fokus dengan belajar belajar dan belajar. Belum saatnya kau bekerja." ucap Ray.
"Tapi aku selalu saja menyusahkan kakak." ucap Dennis.
"Itu sudah tugas kakak jadi awas sampai kamu mengulangi hal seperti itu lagi. Kakak akan benar benar marah kepadamu." ucap Ray.
"Memangnya kakak bisa marah kepadaku? Tidak akan pernah. Bukankah aku ini adik yang menggemaskan." ucap Dennis sambil bersikap imut didepan Ray.
"Ini yang kau bilang dewasa? Kau itu tetap saja seperti anak kecil.." ucap Ray.
"Awas." ucap Ray sambil sedikit mendorong Dennis pelan karena menghalangi jalannya.
"Kakak, tunggu."
Dennis terus berbicara saat perjalanan pulang, Dia juga menceritakan tentang Brian yang baru dikenalnya.
Mungkin kalo di kelas Dennis idaman para wanita tapi saat di depan kakaknya Dia akan bersikap seperti anak kecil. Ray memang selalu bersikap kalau Dennis itu adik kecilnya.
Setelah mengantarkan Dennis dan berpamitan kepada Davin, Ray segera berangkat bekerja.
Dia membutuhkan uang untuk biaya pendidikan Dennis, walau Ray mendapatkan beasiswa untuk pendidikannya tapi Dia juga harus membantu biaya pendidikan Dennis..
Dia tidak pernah sekali meminta kepada Davin untuk biaya sekolahnya atau hal lain
bisa dikatakan Dia bekerja keras untuk menghidupi dirinya dan adiknya.
Bukan Davin tidak memberi mereka biaya hidup ataupun biaya sekolah tapi Ray lebih memilih mencarinya sendiri dan tidak merepotkan Davin untuk urusan biaya kehidupannya dan Dennis selama Dia bisa bekerja.
Seorang teman menawari Ray bekerja sebagai Valet di salah satu Hotel. Dia beberapa kali melakukan pekerjaan ini.
Ray bisa mengendarai mobil karena Rangga yang mengajarinya.
Dia juga hanya beberapa kali belajar dan langsung bisa.
Kalau bukan karena temannya, Ray tidak bisa bekerja di sana.
Ayah teman sekelasnya yang membantu Ray bisa bekerja di sana.
Karena gajinya juga lumayan banyak, belum lagi uang tips yang diberikan oleh pengunjung membuat Ray mau melakukan pekerjaan.
Itupun Dennis tidak tahu kalau Ray bekerja sebagai Valet di salah satu Hotel dan pusat perbelanjaan terbesar di kotanya.
"Apa kau memerlukan banyak uang?" tanya seseorang yang tiba tiba menghampiri Ray.
"Maaf?" ucap Ray sambil menatap orang yang ada di sampingnya.
"Aku sedang membutuhkan model pengganti apa kau bisa membantuku." ucapnya.
"Maaf, saya tidak bisa melakukannya. Saya belum pernah menjadi seorang model." ucap Ray.
"Tolonglah. Kau hanya harus berjalan untuk memperagakan busana yang kau kenakan." ucapnya.
"Salah satu modelku tidak bisa datang tolonglah.. ucapnya lagi.
Memang di Hotel sedang ada acara peragaan busana dan pihak Hotel menyarankan untuk menawari Ray.
Dari penampilan Ray, Dia masuk dalam kriteria sebagai model. Dia tampan dan tinggi, cocok kalau menjadi seorang model.
"Aku akan membayarmu 2x lipat. Bukankah kau memerlukan biaya untuk pendidikanmu." ucapnya.
"Hanya sebentar saja." ucapnya lagi.
"Tapi saya tidak bisa." ucap Ray. Dia malu harus menjadi model yang harus berjalan di catwalk dengan percaya diri.
"Masih ada waktu untuk mengajarimu. Apa kau mau? Aku berjanji akan membayarmu 2x lipat." jelasnya.
Setelah dipikir pikir lagi akhirnya Ray menyetujui tawaran itu. Dia juga membutuhkan uang untuk biaya pendidikan Dennis. Belum lagi Dia mendapatkan tawaran gaji 2x lipat. Itu sangat membantu untuk Ray.
Karena Ray mudah sekali belajar, Dia mulai mengikuti arahan desainer itu berjalan di atas catwalk. Hal yang tidak pernah Ray bayangkan sebelumnya.
Berjalan di hadapan banyak orang untuk memperagakan busana.
Kalau bukan karena tawaran gaji yang akan didapat, Dia tidak akan mau melakukan hal ini.
Acara dimulai. Walau terlihat gugup. Ray harus membiasakannya dan mengikuti arahan Desainer.
Dengan riasan wajah yang menambah dirinya terlihat makin tampan dan busana yang dikenakan, Ray mulai melangkahkan kakinya di atas panggung catwalk.
Walau ini baru pertama kali untuknya tapi Ray bisa melakukan seperti arahan yang tadi dia dapatkan dari desainer nya.
Dia membuang rasa malu dan gugupnya untuk berjalan di catwalk. Pikir Ray, hanya untuk hari ini dan demi biaya sekolah Dennis.
"Kau memang seorang model. Kau berbakat menjadi model." ucap sang Desainer.
"Aku hanya melakukan pekerjaan ku." ucap Ray.
"Ini bayaran untukmu seperti yang aku janjikan. Ciba cek dulu." ucapnya.
"Terimakasih.."
"Dan ya, boleh aku meminta nomor ponselmu. Kalau ada waktu bisa aku meminta bantuan mu lagi untuk melakukan hal seperti ini?" ucapnya.
"Maaf. Tapi aku tidak memiliki ponsel." ucap Ray.
"Ahh ini." ucap sang Desainer sambil memberikan kartu namanya kepada Ray.
"Datang kalau kamu membutuhkan pekerjaan lagi." ucapnya. Di sana tertulis nama beserta alamat milik desainer nya.
"Iya terima kasih.."
Setelah melakukan pekerjaannya, Ray kembali menjadi Valet, hanya untuk beberapa jam lagi sebelum Dia pulang. Sayang kalau dia harus meninggalkannya begitu saja.
 ****
Pukul 01.27
Ray baru sampai rumah, Dia merebahkan tubuhnya di samping Dennis yang sudah tertidur.
Tubuhnya terasa sangat sakit, belum lagi perutnya yang beberapa hari ini menghambat kegiatan, perutnya selalu saja terasa sakit.
Ray mencoba memejamkan mata sambil merasakan setiap rasa sakit di sekujur tubuhnya. Namun Ray harus tidur walau rasa kantuk kalah dengan rasa sakit di perutnya, karena sebelum nanti pukul 5 Dia harus mengantarkan surat kabar dan membuat sarapan untuknya, Dennis dan Davin.
Masih dengan memejamkan mata, tak terasa air mata menetes dari sudut matanya.
Saat orang lain bisa merasakan waktu mereka dengan hal yang membuat mereka senang tidak dengan Ray, Dia sejak kecil sudah membiasakan dirinya untuk bekerja keras walau Dia tidak pernah menyesali hal itu tapi terkadang Ray merasa lelah dengan semua.
Namun semangatnya satu, Dia tidak ingin Dennis merasa dirinya sendiri dan Dia tidak ingin terus merepotkan Ayah mereka.
Dennis menatap wajah lelah Ray yang sudah terpejam, Dia tahu kalau kakaknya datang dan berbaring di sampingnya. Dennis juga tahu kalau sedang Ray menangis, itu yang selalu Dennis lihat saat Ray tidur walau entah Dia tidur atau tidak tapi setiap malam Ray akan seperti itu, dan itu membuat Dennis merasa sangat bersalah.
Bagaimana Dennis tanpa Ray? Dennis tidak ingin membayangkan hal itu. Dia hanya ingin terus bersama Ray sampai kapanpun seperti janji mereka.
Ray adalah pelindung untuknya, kakak yang selalu ada untuknya.
Menjadi sosok Ayah saat Davin tidak di rumah dan menjadi Ibu yang selalu mengurus Dennis sejak dulu.
 ***
Keesokan harinya.
"Kakak sudah membayar semua biaya itu?" ucap Dennis.
"Ya, kakak sudah melunasinya.." ucap Ray.
"Bukankah itu yang tabungan kakak." ucap Dennis.
"Kakak masih punya tabungan jadi jangan dipikirkan." ucap Ray.
" Terimakasih kak."
" Sudahlah." ucap Ray.
"Oh ya kak, aku melihat ini di saku seragam kakak yang aku cuci kemarin." ucap Dennis sambil memberikan kartu nama yang diberikan gurunya kemarin.
"Kak, bukankah itu alamat rumah kak Brian." lanjut Dennis.
"Ah iya.." ucap Ray, dia teringat sesuatu.
"Bagaimana kakak mendapatkannya." ucap Dennis"
"Sebaiknya aku tanyakan ponselku kepadanya." ucap Ray.
"Maksud kakak, apa Dia menyita ponsel kakak?" ucap Dennis.
"Bukan.." ucap Ray sambil memukul kepala Dennis pelan.
"Ohh kak, sakit--"
"Sudah sana bukankah kamu ada kelas tambahan nanti? Nanti pulanglah dulu setelah kelas tambahanmu. Aku ada latihan basket." ucap Ray.
" Aku akan menunggu kakak. Kita pulang bersama." ucap Dennis.
"Tidak. Kau ingin Ayah memarahiku lagi karena kau pulang telat karena ku?" ucap Ray.
"Tidak."
"Jadi menurut lah sekarang, sana pergi." ucap Ray.
"Kau jahat sekali tapi aku menyayangimu." ucap Dennis kemudian pergi meninggalkan Ray yang tersenyum menderita ucapan Dennis.
Setelah latihan basket, Ray mencoba menghubungi nomor yang ada di kartu nama itu mengunakan ponsel Darrel dan berjanji akan bertemu di kantor tempatnya bekerja.
Dia bukan Steve melainkan asisten Steve yang membawa ponsel milik Ray. Dia menyuruh Ray untuk datang ke kantornya karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya.
"Maaf saya baru menghubungi anda." ucap Ray.
"Tidak apa apa, bukankah ini ponsel anda." cap Abimanyu. Asisten Steve.
"Aku sudah memperbaiki ponsel anda. Maaf saya tidak mengatakan terlebih dulu kepada anda tentan perbaikan ponsel ini." ucapnya lagi.
"Tidak apa apa tuan. Maaf saya jadi merepotkan anda." ucap Ray.
"Tidak apa apa."
Pak Abimanyu sejak tadi fokus dengan gelang yang dikenakan Ray, bukan karena mewahnya tapi hanya gelang sederhana yang mengingatkan Abimanyu akan sesuatu.
Sebuah gelang benang buatan tangan yang sejak tadi mencuri perhatian Abimanyu.
"Maaf tuan sepertinya saya harus kembali. Saya berjanji akan membayar biaya perbaikan ponselku." ucap Ray. Dia tidak bisa membayarnya sekarang karena dia menggunakan tabungannya untuk biaya sekolah Dennis.
"Ahh tidak perlu. Sku akan sangat marah saat anda membayarnya." ucap Abimanyu.
"Tapi.."
"Sudahlah tidak apa apa. Anggap saja itu hadiah untuk anda, karena sudah menolong tuan Steve." uapnya.
"Tapi saya jadi merepotkan anda."
"Tidak apa apa."
"Oh ya Ray, boleh aku bertanya." ucap Abimanyu.
"Iya tuan." jawab Ray.
"Apa anda membuat gelang itu sendiri?" ucap Abimanyu sambil menunjuk gelang benang merah yang selalu dipakai Ray.
"Ini?" ucap Ray sambil menunjukkan gelang yang di kenakannya.
"Kata Ayah, Ibu yang memberikannya." ucap Ray, menjelaskan tentang gelang yang dikenakan.
"Apa ada nama di liontin gelang itu?" tanya Abimanyu lagi.
"Iya, ada. Tapi putus dan aku menyimpannya." ucap Ray.
"Apa inisialnya GILRATY." ucap Abimanyu.
"Iya, bagaimana anda tahu?"
"Ahh tidak. Aku hanya menebaknya saja." ucap Abimanyu.
Benarkah Ray Damara adalah Gilbert Ray Timothy putra Steve Roger Timothy yang hilang saat usianya 2 tahun. Dan gelang itu Ibunya yang membuatnya khusus untuk Ray tapi benarkah Dia Ray yang sama?
🐻
by: nyeometdz😘

Comentário do Livro (42)

  • avatar
    aisyahUmmah nurul

    Cerita nya bagus dan menarik, jangan lupa nextt ya thorr

    02/04/2022

      1
  • avatar
    Ummi Aisy Rezky

    😍😍😍😍

    29/06

      0
  • avatar
    Carissa Vania Artamevira

    seruuu bgt ray care bgt

    17/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes