logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

4. The Dinner

Dani mengerjab. Entah sudah berapa lama manik abu-abu awan mendungnya terpaku pada sosok di hadapannya, sebelum nama yang pria itu ucapkan terngiang-ngiang di kepalanya, menghidupkan sebuah sinyal peringatan bagi akal sehatnya.
Mendadak dia ingat kapan dan di mana dia melihat wajah itu: pagi ini, di album foto lawas yang dibawa ibunya. Rambut coklat yang sama, mata biru yang sama, senyum yang sama. Harusnya Dani bisa mengenalinya, meskipun … Astaga. Wajar saja jika Dani tidak mengenalinya sebenarnya. Mana mungkin dia tahu bahwa Theo yang itu akan tumbuh menjadi doppelganger Chris Evans.
Kursi yang tadinya Dani duduki hampir terjatuh ketika perempuan itu bangkit dengan kasar, menyebabkan beberapa pasang mata dari orang-orang yang duduk di dekatnya memperhatikan keributan yang dia timbulkan. Tapi Dani tidak peduli, dia hanya ingin pergi. Pergi dari tempat itu. Pergi dari hadapan Theo. Theodore Sialan Patton.
Mengingat namanya bahkan membuat kepala Dani pusing. Langkahnya tergopoh-gopoh ketika keluar kafe. Dia bahkan menabrak beberapa orang ketika membuka pintu. Namun Dani tidak mau repot-repot melambatkan langkahnya hanya untuk meminta maaf.
Dani pikir harinya tidak dapat menjadi lebih buruk sebelum dia bertemu Theo. Tapi pria itu di hadapannya, setidaknya untuk beberapa saat yang lalu. Sekarang pun Dani pastikan pria itu di belakangnya, mengikutinya dengan langkah yang sama cepat, mungkin hanya beberapa langkah di belakangnya.
“Sial! Sial! Sial!” Dani terus mengumpat.
"Dani, tunggu!" Suara itu berseru di belakangnya. "Kau ingin pulang? Biarkan aku mengantarmu."
Dengan itu Dani berbalik, kaki jenjang beralaskan Air Force itu berhenti melangkah, begitupun Theo. Kemudian perempuan itu berseru tanpa malu, "Pergi! Menjauh dariku!"
Tanpa peduli berapa banyak pasang mata yang memperhatikannya di tengah keramaian trotoar itu saat ini.
Kemudian tanpa memperhatikan reaksi Theo lebih lama lagi, Dani menghentikan sebuah taksi yang melintas ke arahnya dan masuk ke dalam.
***
"Tunggu sebentar, aku akan mengambil uangnya,” kata Dani pada sopir taksi setelah taksi berhenti di pekarangan luas mansion keluarganya.
Baru saja Dani berniat memasuki rumah, Gia sudah menghambur keluar dari pintu kebesaran itu. Dengan wajah panik bercampur marah dan kesal, wanita itu menghampiri adiknya.
"Kemana saja kau? Mom dan Dad—"
"Shhh ...," Dani menyela. "Kau punya uang?"
Alis tebal Gia menukik bingung. "Apa?"
"Apa kau punya uang? Aku harus membayar taksinya." Dani menunjuk taksi yang senantiasa masih terparkir di pekarangan rumah mereka, menunggu bayaran.
Gia menepuk jidat, mendesah frustasi. Lantas dia mengeluarkan uang dari dalam saku kemejanya, memberikannya pada Dani tanpa berkata apa-apa lagi.
"Terimakasih," kata Dani, lantas pergi ke pekarangan di mana supir taksi itu menunggu.
"Bagaimana bisa kau keluar tanpa membawa uang?" tanya Gia setelah Dani kembali. Dia menarik lengan Dani untuk menuntun adiknya masuk lewat pintu belakang setelah mengatakan, "Mom akan membunuhmu jika dia melihatmu sekarang." dengan suara rendah, seolah takut ibu mereka bisa muncul di mana saja dan mendengarnya.
"Kau tahu apa itu 'kabur'?" Dani balas berbisik.
"Oh Daniela, berhenti bertingkah seperti anak kecil. Kau tahu itu tidak akan berhasil. Semua orang sudah bersiap-siap."
Itu benar. Para pelayan wara-wiri membawa panci-panci besar dan plastik penuh bahan makanan. Lantai dipel, taplak meja dan tirai diganti, bahkan meja makan mereka pun diganti. Dani tidak ingat kapan meja makan lama mereka yang bulat dan terbuat dari kaca berubah menjadi meja makan mahogany yang panjang. Begitu besarnya meja itu sampai mungkin cukup untuk mengajak sekeluarga McCallister makan malam. Ide itu mungkin lebih baik dibanding mengundang sekeluarga Patton.
"Mereka di dapur," Gia berbisik ketika mereka menaiki tangga yang berada dekat dengan area dapur kotor.
"Ini berlebihan. Bukan keluarga presiden atau ratu Elizabeth yang akan datang, kenapa Dad begitu berlebihan?" Dani balas berbisik.
Tiba-tiba Gia berhenti untuk menoleh ke arahnya. "Ah, kenapa tidak kau tanyakan pada dirimu sendiri? Bukankah kalian selalu bertingkah berlebihan jika menyangkut keluarga Patton."
Kemudian wanita itu melanjutkan langkahnya, meninggalkan adiknya yang masih terpaku di tengah anak tangga, tak percaya. Dani padahal belum menceritakan apapun tentang pertemuannya dengan Theo di kafe barusan (dan memutuskan untuk tidak akan pernah menceritakannya.) Bagaimana mungkin Gia bisa membuat kesimpulan tesebut? Sebelum dia diberitahu akan menikah dengan Theo, kapan Dani pernah bersikap berlebihan? Dan juga, siapa yang tidak akan bersikap heboh jika dihadapkan dengan situasi ini?
"Apa?" Dani mendesis. "Aku berlebihan? Aku bahkan tidak mau tahu tentang keluarga itu. Lebih baik aku—"
"Lihat, lihat! Itu yang aku maksud. Tidak kah bisa kau dengar dirimu sendiri?" Mereka telah aman di kamar Dani, maka Gia tidak lagi repot-repot menahan suaranya saat menghardik adiknya. "Berlebihan! Ini hanya pernikahan, Dan. Dunia tidak akan berakhir hanya karena kau menikah dengan Theo."
"Mudah bagimu mengatakannya. Mudah karena kau menikah dengan orang yang kau pilih sendiri, orang yang kau cintai, orang yang mencintaimu."
"Bagaimana bisa kau tahu bahwa dia tidak akan mencintaimu? Bagaimana bisa kau tahu bahwa kau tidak akan mencintainya? Kau bahkan belum mencoba apapun."
Dani diam. Sudah lama sejak dia dan Gia memiliki perbincangan yang serius seperti ini. Mereka hampir tidak pernah mendebatkan apapun saat dewasa. Jadi, terjebak di situasi yang tidak pernah Dani bayangkan seperti ini membuatnya ... tidak bisa berkata-kata.
"Aku—aku ... hanya tahu saja."
Dani melipat tangan di depan dada. Hal yang selalu dia lakukan saat dia merasa lemah, lemah akan apapun dan tidak ingin seseorang tahu.
Gia menghela napas. Dia tatap adiknya untuk beberapa saat dengan raut wajah yang sulit dibaca, tapi Dani cukup tahu bahwa kakaknya kecewa, sebelum dia membuka pintu, berniat keluar dari kamar Dani.
Namun, sebelum dia benar-benar pergi, wanita itu berujar. "Dad mengatakan sesuatu saat kau pergi." Dani mengedikan dagu, mengisyaratkan Gia untuk melanjutkan. "Dia bilang, jika kau melakukan ini sekali lagi, dia berjanji akan mempercepat pernikahan kalian,” ujar Gia. “Keluarga Patton akan datang sebentar lagi. Pakai gaun merah yang sudah kusiapkan.”
***
Tak bisa Dani percaya bahwa sekarang dia benar-benar duduk berhadapan dengan Theodore Patton. Pria yang sama dengan yang coba dia hindari di kafe beberapa saat yang lalu. Theodore Patton yang sama dengan yang mengisi masa kanak-kanaknya enam belas tahun yang lalu.
Dengan kedua orang tuanya dan Theo berada di meja makan yang sama, Dani tentu tidak mampu kabur kemana pun sekarang. Satu-satunya yang bisa Dani lakukan hanya mendengarkan semua perbincangan yang terjadi sepanjang malam, dan menghindari semua pasang mata di meja makan itu. Terutama Gia, yang sedari tadi menatapnya dengan semacam kebencian, sebab alih-alih mengenakan gaun merah sutra yang sudah kakaknya siapkan, Dani justru memilih mengenakan setelan dengan tuksedo yang serba hitam. Terang-terangan melakukan kudeta.
"Dani tidak banyak bicara ya sekarang?" Mrs. Patton bertanya dengan penuh gurauan.
Kalau dengan penampilan serba hitam ini Dani dapat menimbulkan kesan bahwa dia merupakan gadis gotik pengidap depresi akut yang terobsesi dengan segala hal berbau kematian dan satanik di mata calon mertuanya, maka misi Dani berhasil.
Siapa sih yang mau memiliki menantu yang gemar mendengarkan music rock dan terganggu secara mental dan emosional?
"Dia memang sedikit pendiam," Damian menjawab.
Seisi meja makan tertawa kecil kecuali Dani. Yang perempuan itu lakukan justru merundukan kepalanya lebih dalam. Menggenggam sendok dan garpunya lebih erat dengan cara yang tidak normal untuk digunakan makan, maka ketika siapapun sudah tidak memperhatikannya, diam-diam Yolanda memukul tangannya.
"Aw...!"
Dani meringis, menatap ibunya dengan kesal, namun kemudian dia menyesal karena dengan itu dia telah mengangkat wajahnya.
Dani bisa merasakan sebuah mata yang lekat menatapnya saat dia kembali merundukan kepala, menyembunyikan wajahnya yang memerah karena kesal.
Kemudian dia mendengar suara Mrs. Patton berbisik terlalu keras kepada putranya, "berhenti menatapnya seperti itu, kau menakutinya, Theo."
Tawa kembali pecah di ruangan itu.
Sekarang Dani merasakan seluruh tubuhnya terbakar. Dia hanya diam, meskipun hasratnya besar untuk menyangkal pernyataan ibu Theo. Dani tidak takut pada Theo, dan mungkin tidak akan pernah, yang dia rasakan sekarang adalah malu, kesal, dan kecewa yang teramat sangat.
"Oh, lihat betapa merah telinganya," goda Mr. Patton.
"Lulu, kau benar-benar manis," sahut Mrs. Patton.
Kepiting rebus, itu mungkin yang bisa mendeskripsikan Dani sekarang. Apalagi setelah mendengar nama panggilan dari Mrs. Patton untuknya. Nama tengahnya adalah Luciana. Lulu merupakan nama panggilannya ketika kecil. Tidak pernah ada yang memanggilnya dengan nama itu lagi sejak enam belas tahun yang lalu. Tentu, karena saat itu Dani kelewat naif dan polos hingga tidak dapat menolak dipanggil seperti itu. Dulu Dani bahkan tidak keberatan ketika neneknya memanggilnya ‘Thumbelina’. Betapa memalukannya.
Tapi sekarang, semua itu sungguh menggelikan. Dani tidak membayangkan momen seperti ini akan terjadi dalam hidupnya.
Mereka terus tertawa, sampai Charles Patton, ayah Theo berdehem, mengembalikan lagi suasana makan malam yang tenang. Sebelum pria paruh baya itu berujar,
"jadi, kapan mereka akan menikah?"
Tiba-tiba satu pertanyaan itu membuat asam lambung Dani naik.
"Saat ulang tahun Damian," Ibunya menjawab. “jadi, kami punya dua perayaan sekaligus.”
Mata Dani membulat terkejut. Tidak mungkin ibunya mengatakannya. Dani pasti salah dengar. Ulang tahun ayahnya satu minggu lagi. Itu artinya hanya tinggal tujuh hari sebelum ulang tahun ayahnya dan hanya tinggal tujuh hari sebelum Dani menikah.
"Semuanya sudah siap," Kata ayahnya yang sama sekali tidak membuat keadaan membaik bagi Dani. "Mereka bahkan bisa menikah kapan pun."
Malahan semakin buruk lagi.
"Oh, bagus, karena lihatlah Theo.” Charles menunjuk putranya. "Dia seperti ingin menikahi Dani saat ini juga."
Dan Dani ingin menghilang saat itu juga.
***

Comentário do Livro (13)

  • avatar
    InaGinawati

    sangat cocok

    15/08

      0
  • avatar
    Agus Surono

    wabagus

    04/07

      0
  • avatar
    Azzam Al Zafran

    🤩🤩

    19/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes