logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

2. Remember

Dani ingat, Theodore Patton namanya.
Dani juga ingat pertemuan pertama mereka 16 tahun yang lalu. Saat bocah berumur tujuh tahun Dani bertemu Theo yang tiga tahun lebih tua.
Itu terjadi di suatu hari yang lembab di hari pertama musim semi. Saat salju masih enggan meleleh, namun bunga pertama di pohon magnolia yang berada di pekarangan mansion mereka telah mekar. Hari itu juga pertama kalinya Damian membiarkan Dani bermain pistol air di halaman belakang, sembari para maid menyiapkan barbeque pertama di piknik pertama musim semi.
Yah, semuanya serba pertama di hari itu. Termasuk pertemuan Dani dengan Theo.
Kabar jika keluarga teman ayahnya akan datang hari itu tidak sampai ke telinga Dani kecil yang baru bangun ketika mentari telah naik ke singgasana tertingginya di langit biru yang diselimuti buntalan kapas putih. Toh, hadiah pistol air dari Damian membuatnya lupa akan segalanya.
Tepat ketika Dani menguap, mencari sepasang sandal beruangnya yang berbulu dan lembut di bawah ranjang, tempat biasanya benda itu tergeletak terakhir kali sebelum Dani tidur, sembari terkantuk-kantuk, Damian datang dengan senyum cerah mentari pagi, membawa sebuah pistol air dalam kardus mainan yang belum dibuka. Bagai debu yang hilang disapu angin, seperti itu pula kantuk Dani ketika melihat benda itu berada di tangan ayahnya.
Dengan semangat seorang anak yang telah meminum segelas penuh susu untuk sarapannya, Dani berlari, memeluk ayahnya sebagai ucapan terimakasih yang tak mampu dia ucapkan dengan bibir bawah yang digigit karena perasaan gembira, kemudian menyambar kardus seukuran tubuhnya itu untuk dibawa ke halaman belakang di mana Ibu dan kakaknya dibantu dengan beberapa maid telah berhasil menata meja makan kayu di sana dengan taplak, buah-buahan dan peralatan makan. Tanpa mengganti piyama tidurnya, atau sandal beruang berbulunya. Tanpa repot-repot mencuci muka bangun tidurnya, atau menggosok gigi, atau menyisir rambut.
Ibunya memberikan peringatan tentang es yang belum mencair di atas pohon dan mungkin saja akan jatuh sewaktu-waktu sebelum Dani duduk di bawahnya, jadi bocah itu bersimpuh di dekat kaki ibunya yang sekarang sibuk menyiapkan panggangan. Dibantu Gia, Dani membuka kardus mainan itu, dan semakin sumringah ketika menemukan dua pistol air di dalamnya.
"Jangan menembak makanan, oke?" Damian memperingati kedua putri kecilnya. “Tembak apapun, tapi jangan sampai mengani makanan, atau Daddy.”
“Atau Mommy.” Ibunya yang lewat sambil membawa senampan sayuran menimpali.
“Lalu, apa yang boleh ditembak?” Diberi pistol air namun dilarang untuk menembak merupakan permasalahn yang begitu rumit bagi Dani.
Damian hanya tersenyum. Kemudian sebuah ide melintas di benak Dani.
“Aw!”
Kaos bergambar kuda poni Gia basah. Dani si pelaku hanya meringis. Sebelum mulut Gia sempat terbuka untuk merengek, Dani menembaknya lagi. Kali ini bertubi-tubi.
Gia sukses berteriak. Tidak seperti Dani, gadis kecil itu sudah mandi, sudah wangi, sudah berpakaian bagus dan wangi, rambutnya juga sudah diikat dua dengan ikat rambut kupu-kupu favoritnya yang cantik sekali. Tentu saja Gia keberatan penampilannya dihancurkan oleh sang adik yang notabene masih memiliki noda iler di wajah, berbau tak sedap dan berambut awut-awutan.
Gia harusnya mengambil pistol air yang satunya dan membalas sang adik, tapi tidak seperti Dani, Gia tidak berjiwa liar sedari kecil, jadi gadis kecil yang hampir basah kuyup itu berlari seperti korban yang baik. Dani dengan senang hati mengejarnya seperti pemburu barbar kecil.
“Daddy!” Gia menyerukan mantra pamungkas penangkal masalahnya. Namun kali ini Damian hanya tertawa.
Dengan antusias Dani berlarian kesana kemari, menembak apapun yang bisa dia tembak, kristal es di atas pohon, pot-pot bunga ibunya yang sudah tak terpakai, bahkan seluruh pagar dinding halaman belakang. Ibunya tidak pernah memperbolehkan Dani—maupun Gia—mencoret-coret tembok, jadi menyenangkan sekali sekarang Dani dapat membuat gambar-gambar abstrak di dinding—meskipun hanya berlangsung sesaat.
“Daddy ... tolong kendalikan Dani!” Gia mengadu saat Dani kembali membuatnya menjadi target utama.
Damian kini sudah bangkit dari duduknya, sadar bahwa memberikan pistol air pada putri bungsunya bukan lah keputusan yang bijak. “Dan, sudah—hei! Jatah menembak mu sudah habis—oh, lihat, siapa yang sudah datang!”
Dani tidak tahu apa yang dia pikirkan saat ayahnya berkata demikian sambil menunjuk sesuatu di belakangnya. Dani mungkin menduga bahwa Damian menemukan sasaran empuk untuk dia tembak. Yang jelas, itu terdengar seperti komando bagi Dani untuk menembak. Jadi saat dia berbalik, pelurunya melesat secepat dia bergerak, menimbulkan pekikan nyaring yang tidak kedengaran seperti suara burung atau tupai manapun.
Jelas, karena itu seorang bocah laki-laki. Dani menembaknya tepat di mata kanannya. Meskipun itu hanya air, tembakan itu sudah mampu membuat bocah itu berkaca-kaca, entah karena yang ditembakan ke matanya adalah air, atau karena itu membuat matanya luar biasa perih. Meskipun sepertinya kedua alasan tersebut berlaku. Perlahan cahaya di mata birunya memudar, alisnya mengernyit. Dani terpaku. Semua orang terpaku. Hanya angin yang berdesis, namun kemudian tangis menggelegar.
Lantas terdengar suara manis Gia yang memekik, "kenapa Dani menangis!"
***
Dani menutup kisahnya dengan menyedot boba keras-keras. Di hadapannya sekarang duduk dua sosok manusia bergelar sahabatnya, Emma dan Shane, yang cengo bak Dani merupakan makhluk asing luar angkasa berkepala lonjong, bersayap, dan memancarkan sinar hijau, terlalu aneh hingga membuat mereka tidak sanggup berkata-kata.
"Astaga, kau pasti bercanda!" Emma mendadak tertawa sampai Shane kembali membungkam mulut cewek itu dengan buffalo wings yang memang tengah mereka nikmati sedari tadi. Untuk beberapa saat mececap dan mengunyah dapat membuat Emma lupa dunia, walaupun tak lama kemudian cewek itu kembali berujar, "serius Dan, kenapa kau menangis?"
"Aku baru 7 tahun, Em. Dan hampir membutakan seseorang dengan—air. Menurutmu apa yang harus aku lakukan? Menunggu sampai salah satu orang dewasa menelpon polisi dan menjebloskanku ke dalam penjara?"
"Atas tuduhan apa?" Shane bertanya seolah Dani adalah orang paling bodoh di muka bumi.
Dani mengedikan bahu. "Entahlah, penembakan ilegal?"
“Menggunakan pistol air?”
“Mungkin.”
Dani yakin pasti ada sebuah pasal yang mengatur tentang itu. Jikalau tidak ada, penembakan tetaplah penembakan. Sebuah kekerasan yang patut mendapatkan sanksi. Itu lah alasan kenapa ayahnya melarangnya menembak sembarangan. Enam belas tahun yang lalu, Dani harusnya mendengarkan.
"Jadi kesimpulannya—" Emma menelan makanannya. "Kau  akan menikah?"
Dani berharap dia bisa menyangkal.
"Kapan?" tanya Shane.
"Mom bilang mereka akan datang saat makan malam."
Dengan itu Emma tersedak, terbatuk-batuk dan hampir saja berubah menjadi biru jika Shane tidak dengan sigap menepuk-nepuk punggungnya. Namun terbatuk-batuk dan tersengal-sengal sama sekali bukan penghalang cewek dengan gigi kelinci itu untuk tetap bicara.
"Kau akan menikah malam nanti?"
"Emma, Dani bahkan baru tahu tentang pernikahan ini pagi tadi, bagaimana dia bisa menikah nanti malam. Pernikahan tidak bisa direncanakan secepat itu," kata Shane.
Emma menyeka sudut bibirnya dengan tisu, nampak tidak setuju. Lalu cewek itu berbicara dengan nada rendah yang akan dia buat-buat setiap kali ingin terdengar serius. Padahal itu sama sekali tidak cocok dengan rambut merah, wajah berbintik-bintik, gigi kelinci yang Emma miliki, atau cardigan rajut bunga-bunga yang cewek itu kenakan. "Shane, kau lupa siapa yang sedang kita bicarakan?"
Shane seketika merubah haluannya. Cowok itu menyeringai.
Dani tahu, menceritakan sesuatu pada Emma Hawke adalah ide buruk. Setengah jam bibirnya bekerja keras menguntai kata demi kata, memaparkan kejadian demi kejadian secara kronologis, bagaimana tepatnya ide gila orang tuanya untuk menikahkan Dani dengan Theo bisa muncul. Dan akhirnya yang Emma lakukan hanya tertawa dan mengolok. Selalu seperti itu. apalagi Dani sedang berada di dalam kandangnya sekarang, dan Emma bersama Shane Jackson, seseorang yang jelas-jelas akan membelanya selama matahari belum berubah menjadi ungu. Sungguh Shane dan Emma adalah pasangan dalam hal apapun.
Mereka tidak akan pernah berhenti mengungkit bahwa Dani adalah putri Damian D'Angelo, seorang pengusaha sukses yang wajahnya sempat menghiasi halaman depan majalah Forbes, seseorang yang bisa membuat sesuatu yang tidak ada menjadi ada dalam sekejap, termaksud pernikahan Dani. Emma dan Shane tidak akan lelah mengungkit hal itu. Bahkan jika Dani menjadi gembel sekalipun.
***

Comentário do Livro (13)

  • avatar
    InaGinawati

    sangat cocok

    15/08

      0
  • avatar
    Agus Surono

    wabagus

    04/07

      0
  • avatar
    Azzam Al Zafran

    🤩🤩

    19/06

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes