logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

BAB 4 PERTEMUAN

Sejak tadi, sepasang suami istri itu terus mengaitkan jari-jemari satu sama lain, seolah-olah tengah saling menguatkan dan menegaskan pada dunia bahwa kehadiran orang ketiga mana pun tak akan mampu memisahkan mereka.
Meski demikian, Aeera tahu betul bahwa mulai kini ia harus mempersiapkan hati untuk berbagi suami dengan wanita lain. Membayangkannya saja, seperti ada jarum tak kasat mata yang menusuk jantungnya berulang kali.
"Ra, nanti kalau ketemu Naya, kamu ajak ngobrol, ya. Dia orangnya pendiam dan rada kaku soalnya," ucap Sandra diikuti kekehan pelan.
Mendengar ucapan ibu mertuanya, Aeera menelan ludah.
Aeera memejamkan mata sejenak, sebelum akhirnya menoleh dan menyahut, "iya, Bu."
"Kamu juga, Rik. Di sana, ajak ngobrol si Naya. Meski Dia temen masa kecilmu, tapi sekarang udah gede nggak cerewet lagi kayak dulu. Dia kalau ngomong suka nunduk-nunduk. Sopan, cantik lagi .... "
Cecaran Sandra membuat Aeera kembali memejamkan kedua matanya. Entah ia akan sanggup atau tidak, tapi hanya dengan mendengar bagaimana mertuanya memuji wanita lain di hadapan suaminya, membuat jantungnya seperti teremas hingga hancur tak berbentuk.
Dulu, Aeera adalah satu-satunya wanita yang senantiasa mendapat pujian dari Sandra. Sejak masih berstatus anak angkat, Aeera adalah permata bagi Sandra. Hingga status mereka berubah menjadi mertua dan menantu, ikatan itu makin erat membuat seluruh kasih sayang Sandra hanya berpusat pada Aeera seorang. Keinginan Sandra yang ingin segera menimang cucu adalah harapan yang tak kunjung diberikan Aeera. Bahkan, hingga usia pernikahan anaknya terus bertambah, Aeera tak juga mengandung. Sampai akhirnya, Sandra tiba pada satu titik keputusan untuk mencarikan anaknya istri kedua.
"Maafkan Ibu, Sayang. Tapi Ibu takut umur Ibu tidak lama lagi."
Aeera ingat sekali bagaimana hari itu Sandra mengiba agar ia memberi ijin Arik menikah lagi.
Dada Aeera sesak seketika mendengar permohonan mertuanya. Ia tak kuasa menolak dan bingung bagaimana cara meyakinkan Sandra bahwa mereka hanya perlu menunggu, sebab berdasarkan hasil pemeriksaan dokter tak ada masalah reproduksi antara ia dan suaminya.
Arik melirik istrinya dan menyadari ketidaknyamanan Aeera. Lantas, lelaki itu cepat-cepat mengalihkan pembicaraan Sandra yang sejak tadi terus memuji seorang Naya, calon istri keduanya.
"Bu, nanti pulangnya kapan?" tanya Arik.
"Kok, mikirin pulang? Kamu besok mau nikah, loh. Setelah kamu sama Naya nikah, Ibu sama Aeera pulang duluan. Kamu tinggal dulu di sini barang seminggu, habis itu boyong istrimu ke rumah."
Arik mengembuskan napas pelan. Rupanya ia telah salah memilih topik pembicaraan. Ia melirik istrinya yang seolah-olah tak mendengar pembicaraannya dengan Sandra. Lalu, menyadari bahwa di raut wajah yang biasa tersenyum itu tengah menyimpan kabut demikian tebal.
Setelahnya, tak ada lagi pembicaraan di dalam kendaraan roda empat itu, hingga mobil berhenti di halaman rumah Sari.
Meski sekian tahun telah berlalu, tapi setelah mendapat penjelasan dari sang Ibu, Arik begitu mudah mengingat jalan.
"Ra, ayo!" titah Sandra kala melihat menantunya tak juga beranjak. Perempuan itu lalu berjalan lebih dulu.
Aeera bahkan tak yakin akan sanggup dipertemukan dengan calon adik madunya, apalagi akan melihat suaminya berinteraksi dengan wanita itu. Memikirkannya, membuat kepala Aeera mendadak pening.
"Sayang, are you ok?" tanya Arik lembut. Lelaki itu juga belum beranjak.
Aeera menatap suaminya lekat. Sebenarnya, jika ingin ia bisa menahan agar Arik membatalkan semua rencana pernikahan ini, dan Aeera yakin suaminya itu tak akan menolak. Hanya saja, yang jadi masalah adalah apakah ia akan jadi menantu sekaligus anak angkat yang serakah? Bukankah selama ini ia telah mendapatkan kasih sayang juga materi dari keluarga Sandra? Bukankah sudah waktunya ia menebus semua kebaikan yang dicurahkan oleh keluarga ini?
Aeera menarik napas, kemudian mengangguk. Tangannya bergerak hendak membuka seatbelt. Namun, terhenti karena ucapan Arik.
"Kalau kamu nggak yakin, Mas bisa batalkan semuanya. Nanti Mas bicara sama Ibu," ucap Arik meyakinkan istrinya. Ia harap, dengan kalimat-kalimat serupa yang kerap ia utarakan, Aeera yakin bahwa meski pernikahan kedua itu terjadi, Aeera tetap nomor satu di hati Arik.
"Jangan gitu, Mas. Aku gak papa, kok. Yuk!"
Aeera tersenyum, lalu keluar dari mobil begitu pun Arik. Keduanya berjalan beriringan dengan jari-jari yang saling bertaut.
.
Sejak sore, Naya terus meremas jemarinya dan sesekali menggigitnya pelan. Sebuah kebiasaan yang sulit ia tinggalkan jika tengah dilanda kegugupan.
Naya memejamkan mata, lalu berkelebatlah ingatan demi ingatan masa kecilnya bersama Arik.
Arik yang selalu menolongnya, Arik yang kerap menggendongnya di punggung, dan Arik yang setia menjaganya kala orang tua mereka sibuk bekerja.
Sari dan Sandra adalah tetangga sekaligus sahabat dengan status yang sama. Janda. Pasca kematian suami Sandra, keluarga besar wanita itu memanggilnya pulang ke kota asal mereka. Berpisahnya dua sahabat, memisahkan pula anak-anak mereka.
Naya kembali menarik napas dan membuka matanya. Lalu, tatapannya jatuh pada sekotak beludru yang semalam diberikan Ardan.
"Naya, kau tau persis seperti apa perasaanku. Ambillah ini. Aku yakin semesta akan mempertemukan kita kembali di masa depan." Ucapan Ardan terngiang jelas.
Meski Naya telah menolak, Ardan bersikeras agar ia menerimanya.
"Ambillah agar berkurang sedikit sakit hatiku," ucap Ardan lagi.
"Kalau kita memang tidak jodoh, anggap saja ini kenang-kenangan."
Akhirnya, Naya menerima sekotak beludru itu, meski hingga sekarang enggan menyentuh apalagi membukanya.
"Naya, bersiaplah. Sebentar lagi mereka tiba." Seruan Sari menyentaknya dari lamunan.
Mendengar mereka akan tiba dan membayangkan akan bertemu calon suami dan kakak madunya, membuatnya kesulitan menarik napas. Udara mendadak habis di sekitarnya.
Naya memperbaiki letak kerudungnya, lalu berjalan ke luar kamar.
Naya menuju dapur dan mendapati meja makan telah penuh dengan beragam makanan.
"Apa yang bisa Naya bantu, Bu?" tanyanya.
"Eh ... eh, nggak usah. Kamu di ruang tamu saja. Nanti bau masakan. Udah sana." Sari menghalau tubuh keponakannya seraya mendorong pelan pundak Naya agar menjauh.
Selama ini, Nayalah yang melakukan semua pekerjaan rumah. Sudah lama sekali ia tak melihat adik ayahnya itu memasak dan bersih-bersih. Ia tahu bahwa Sari begitu bersemangat menyambut tamu istimewa mereka malam ini.
.
Di ruang tamu, Naya duduk menunggu tamu-tamu yang kata Sari sedang dalam perjalanan. Sekian menit berlalu, dan deruman mobil di halaman membuat jantungnya menyentak lebih kuat.
"Assalamualaikum." Suara salam terdengar persis di ambang pintu.
"Waalaikumsalam." Naya bangkit dan menyalami Sandra dengan takzim.
"Mana ibumu, Nay?" tanya Sandra seraya mengusap kepala Naya.
"Masih di dapur, Bu. Naya disuruh tunggu di sini," jawab Naya pelan.
"Oh." Setelah berucap demikian, Sandra langsung ke dapur, membuat Naya kembali sendirian.
Sempat ingin menyusul ke dapur, sebab Naya berpikir tak ada lagi tamu yang akan datang selain Sandra. Namun, derap langkah yang mendekat membuat Naya mengurungkan niatnya. Ia kembali duduk di kursi.
"Assalamualaikum."
"Assalamualaikum."
Ucapan salam laki-laki dan perempuan membuat Naya mendongak. Tatapannya langsung tertuju pada sepasang mata elang lelaki di hadapannya. Meski belasan tahun telah berlalu, Naya ingat sekali tatapan itu. Tatapan yang dulu selalu membuatnya nyaman dan merasa dilindungi.
"Waalaikumsalam," jawab Naya seraya berdiri dengan kepala menunduk.
Namun, tatapan Naya justru jatuh pada sepasang tangan yang saling bertautan. Pemandangan itu membuat hatinya ... entah. Tiba-tiba saja hatinya patah dengan alasan yang tidak ia tahu apa penyebabnya.
Arik dan Aeera kemudian melangkah masuk dengan tangan yang masih bertaut. Keduanya mengambil tempat di hadapan Naya. Bahkan, Naya bisa melihat bagaimana cinta berkobar di mata sepasang suami istri itu.
'Siapakah ia yang akan masuk pada hubungan mereka yang teramat mesra itu?' batinnya, seraya membayangkan segala kemungkinan buruk jika pernikahan mereka tetap terjadi.

Comentário do Livro (400)

  • avatar
    DhimusEko

    bagus

    3d

      0
  • avatar
    LyAlly

    lanjutkan

    22d

      0
  • avatar
    ProbolinggoKarim

    okk

    13/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes