logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

BAB 5 Menentukan Arah

PELAS TERI 5
Menentukan Arah
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Menentukan arah yang tepat untuk sebuah rumah yang akurat dan tidak membuat hati kembali tersayat itu membutuhkan banyak tekad.
Tekad yang akan menghidupkan lagi mimpi-mimpinya.
Malika ingin mengumpulkan tekad itu secara perlahan. Agar bisa bermuara di dermaga yang tepat. Tanpa pernah lagi tersesat.
Entah bersama Gentala ataupun dengan orang lain. Siapa pun itu.
Karena jodoh memang tidak bisa ditebak apalagi diprediksi. Hanya doa yang mengiringi agar senantiasa Tuhan cepat meridhoi.
Buktinya sekarang. Lelaki yang telah menemaninya tiga tahun justru akan menjadi bagian dari sepupunya sendiri.
Tragis nggak sih? Iya lah. Bakalan setiap hari ketemu dan saling berpura-pura.
Malika masih menatap lekat Gendis yang kini menunggu jawabannya.
"Iya, aku pasti datang. Kamu jangan khawatir." Akhirnya kata itu yang keluar dari bibirnya. Berpura-pura baik-baik saja itu susah.
Apalagi kalau berpura-pura bahagia. Pasti lebih susah!
"Ya udah, aku mau mandi dulu. Nanti kalau Andaru datang suruh nunggu ya?" ucap Gendis kemudian pergi tanpa menunggu persetujuannya.
"Aku nemuin Andaru?" Malika bertanya pada diri sendiri.
Ada perasaan malas ketika melangkahkan kakinya ke ruang tamu. Kenapa harus bertemu Andaru lagi dalam situasi yang sangat ia benci?
Akan tetapi, ia tidak mau terlihat terpuruk karena masalah ini. Toh, masih ada Gentala yang mempunyai nasib persis seperti dirinya.
Bukan hanya jatuh hati yang banyak temannya, patah hati pun bisa ada temannya.
Malika memilih duduk santai sambil membuka aplikasi hijaunya. Terlihat Gentala sedang online.
Rasa ingin mengirim chat mendadak menyerbu hatinya. Seperti angin yang siap melambaikan dedauan menjadi sebuah tarian.
Malika
[ Hai, Gen? Lagi ngapain? ]
Gegen yang sedang istirahat di rumah Radit karena habis menguras kolam lele langsung berbinar mendapat chat dari Malika.
Rasa lelahnya seketika lenyap.
Gentala
[ Hai juga. Lagi mikirin kamu, eh, malah kamu chat. Udah nyambung kali ya hati kita? ]
Malika tersenyum membaca chat balasan dari Gegen. Secepat inikah hatinya tersambung?
Dengan niat ingin saling menguatkan, Malika memberitahukan kalau Gendis akan menikah dengan Andaru.
Malika
[ Betewe, minggu depan Gendis mau nikahan sama Andaru. Gendis mau aku datang. Kalau aku mau datang sama kamu, kamu mau nggak? ]
Gegen terdiam. Sebisa mungkin mencoba menelan ludahnya sendiri dengan pelan.
Meski hati sudah mencoba melepaskan, tetapi mendengar realita yang semakin nyata membuat luka yang hampir kering menjadi perih kembali.
Namun ia sadar, itu adalah hal percuma dan sia-sia. Buat apa masih meratapi kasih yang sudah pergi.
Kini saatnya menentukan arah kembali dengan hati yang baru.
Lebih baik menghadapinya dari pada harus bersembunyi tanpa berusaha menguatkan nyali untuk menghadapi.
Hatinya mulai menguat setelah bertemu dengan Malika. Seperti tekadnya yang mulai kuat untuk mau menyaksikan hari bahagia sang mantan.
Gentala
[ Kalau sama kamu, ke mana aja aku mau. Jangankan hadir di nikahan mantan, ke pelaminan pun aku mau ]
"Astaga, kok, nulis chat-nya gini amat ya? Tapi masa bodo lah, siapa tahu disambut," ujar Gegen setelah membaca kembali isi chat-nya sendiri.
Biar saja Malika peka akan arah ucapannya. Setidaknya ia sudah berusaha mengungkapkan. Semisal ditolak pun tidak mati penasaran.
Itu yang utama!
Lima menit menunggu, tidak ada notifikasi balasan chat dari Malika.
Mungkin Malika sedang mencerna dan berpikir masak maksud apa yang tersirat dalam chat-nya.
Pluk!
Satu lemparan jambu biji mengarah tepat di kepala Gegen. Ia mencoba menengok kanan kiri untuk melihat dari mana asal datangnya jambu biji.
Namun, nihil.
Yang ia dapati justru Radit yang tengah tertawa sambil memisahkan benih lele berukuran sedang dan kecil.
"Kamu yang lempar ya, Rad?" Gegen menuduh. Soalnya tawanya terdengar mencurigakan.
"Emang! Habisnya melamun terus. Katanya mau bantuin malah cuma numpang Wi-Fi," ucap Radit dengan gaya candanya yang khas.
Gegen kemudian bangkit membantu Radit. Ponselnya dibiarkan begitu saja. Biarlah Malika menunggunya barang sebentar.
Duo sahabat itu mulai memisahkan benih lele sesuai ukuran. Kemudian mengisi kolam dengan air yang baru.
Di sela memindahkan benih, Radit sengaja memancing Gegen agar mau bercerita tentang keadaannya setelah kejadian lari pagi kemarin.
Ada rasa ingin tahu yang membuat dirinya penasaran.
"Gen ...."
"Apa?"
"Cewek kemarin gimana?"
Gegen berpikir sejenak, cewek kemarin? Maksudnya Malika?
"Maksudmu Malika? Ya, nggak gimana-gimana. Emang harusnya gimana?" Gegen bertanya kembali.
Membuat Radit ingin menyiram air bekas lele ke wajah Gegen.
Ia tahu kalau Gegen pura-pura tidak tahu.
"Bukannya dia masih sepupuan sama Gendis? Kamu yakin bakal bisa move on darinya kalau masih berhubungan dengan yang menyangkut tentangnya? Aku takut, sumpah! Takut kamu beneran bunuh diri di pohon kencur," ucap Radit sambil tangannya fokus memindahkan benih lele ke kolam.
"Hahaha ...."
Gegen tertawa. Mungkin masih menertawakan dirinya sendiri.
"Cemen sekali bunuh diri di pohon kencur! Asal kamu tahu, Gendis Minggu depan nikah. Enaknya aku kasih kado dia apa ya? Biar dia inget terus sama aku?"
Radit menatap Gegen. Heran. Dalam situasi begini, ia masih bisa bersikap legowo.
Kalau orang lain mungkin sudah nangis guling-guling dan mengurung diri di kamar.
"Kamu yakin? Tahu dari mana dia mau nikah?" Radit masih berusaha menyelidiki.
"Tadi dari Malika. Dia ngajak bareng ke sana," jawab Gegen enteng.
Baginya hidup itu memang harus dibuat enteng, agar kepala tidak ikut spaneng. Setidaknya biar hidup lebih berasa seneng.
"Haruskah aku dateng bareng Malika, Rad? Kita kan, lagi sama-sama menentukan arah setelah tersesat di persimpangan," tanya Gegen yang terdengar lebih serius.
"Maksudmu gimana? Kok, bisa? Apanya yang sama antara kamu dan Malika?"
Gegen mendesah. Membuang napas kasar.
Ia lupa kalau belum menceritakan tentang masalah ini pada Radit.
"Sorry, aku lupa cerita. Cowoknya Malika itu dulunya Andaru. Yang kini mau nikah sama Gendis," jawab Gegen kemudian nyengir tanpa dosa.
Radit semakin dibuat tidak mengerti akan nasib yang mempertemukan mereka berdua.
Ternyata takdir itu memang ajaib. Kita tidak pernah tahu apa yang bersembunyi dibalik aib patah hati.
"Nggak nyangka kalau skenario Tuhan bakal seseru ini. Terus kamu jadi nanti berangkat sama Malika?"
"Mungkin. Tadi sih dia ngajak. Makanya aku tanya kado apa yang bagus agar Gendis bisa inget terus," tanya Gegen untuk yang kedua kali.
Radit duduk di tepian kolam sambil berpikir kado apa yang terbaik. Melawan mantan karena kalah dengan kenyataan haruslah dengan kado yang tak pernah terlupakan.
Entah datang dari mana, pikiran tentang lagu 'Pelas Teri' terlintas dalam kepalanya.
Gegen lumayan jago main gitar, pasti seru kalau perform satu lagu dengan cara akustik.
"Gen, kalau kamu nyanyi akustik gimana? Pasti bakal kena tuh di ingatan Gendis sama si Anda. Kamu ajak duet aja tuh si Malika. Tunjukkan kalau kalian adalah manusia terkuat di muka bumi ini," usul Radit dengan nada yang cukup antusias.
Gegen memikirkan usul Radit. Memang dirinya sering bermain gitar dan nyanyi-nyanyi tidak jelas.
Meski begitu suaranya lumayan enak didengar.
Mungkin mempersembahkan sesuatu yang sesuai dengan keahliannya akan jauh lebih baik dari pada memaksa hal yang tidak bisa dilakukan.
Kira-kira Malika mau jadi teman duet nggak ya? Terus lagu yang cocok buat mewakili apa?
Ada yang punya referensi?
---------***---------
Bersambung

Comentário do Livro (82)

  • avatar
    KhidayahZaitunnur

    Bagus banget ceritanya

    16d

      0
  • avatar
    Fahrul RoziMochammad

    bagus

    21d

      0
  • avatar
    SamosirZulkarnain

    bagus banget kak/bang cerita nya!!

    17/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes