logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

PELAS TERI

PELAS TERI

Kenong Auliya Zhafira


BAB 1 Gara-Gara Lagu

PELAS TERI
Gara-Gara Lagu
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
"Pelas teri dibuntel godong, sing tak tresnani disaut uwong. Mana janjimu, mana sumpahmu. Yang kau ucapkan dulu ...."
Cuplikan lirik lagu dangdut yang terdengar di salah satu televesi swasta daerah yakni 'Ratih TV' semakin membuat hati seorang pria bertambah merana.
Melara karena cintanya yang telah mendua. Sakit pedih putus cinta membuat dirinya terluka dalam sebuah tragedi pengkhianatan.
Lagu yang terus terdengar di telinganya seakan mewakili isi hatinya. Pokoknya pas sekali dengan kisah asmaranya yang baru saja kandas, tepatnya ditinggal pergi wanita pujaan pas lagi sayang-sayangnya.
Pria berwajah hitam tapi manisnya mengalahkan gula itu kini sedang termenung di kursi.
Meratapi wanitanya, Gendis yang telah pergi meninggalkan dirinya karena tergoda pria bernama Andaru.
Dialah Gentala Prapdita.
Pria yang sedang mengalami patah hati karena cintanya yang hilang diambil orang.
Kenangan indah tentangnya masih membekas kuat dalam ingatan.
Apalagi janji-janji yang pernah terucap yang kini telah menguap entah ke mana.
Hatinya semakin ingin memaki ketika mendengar lagu yang terasa mewakili. Mengeluarkan semua beban jiwa yang seakan mencekik lehernya. Hingga membuat napasnya berkurang dan hampir habis.
"Haish! Ini lagu ngapain juga masih ngulang lirik yang itu-itu aja. Bikin semangat hilang!" Rasa kesalnya masih berada di puncak dan belum mau turun apalagi lenyap. Semua itu gara-gara lagu yang mengejek kisah cintanya.
"Mending aku ke pos depan rumah aja lah. Dari pada di rumah malah keinget Gendis terus," batinnya dalam hati.
Dengan cepat, Gegen mematikan televisinya. Kemudian keluar rumah dengan memakai sandal jepit andalannya, Mely.
Tapi bukan Mely Guslow loh ya!
Baru sampai di depan pintu, ia mendengar suara seseorang yang memanggil namanya.
"Gen, nongkrong yuk? Udah ditungguin kawan-kawan tuh di pos."
Suara itu seperti tidak asing. Mirip suara Radit temannya sejak kecil.
"Bentar, Rad! Tungguin ... ngambil jaket dulu," jawabnya sambil teriak.
Radit pun terlihat berdiri di jalan depan rumah. Jaket yang berada di hanger pun, Gegen ambil dengan asal.
Hingga membuat beberapa hanger terjatuh berserakan. "Ah, pakai jatuh segala! Nanti aja lah beresinnya," ujarnya.
Setelah jaket dipakai asal, Gegen menghampiri Radit dan berjalan bersama menuju pos ronda.
Sejak kabar covid-19 merebak hingga ke pelosok desa, para pemuda bergotong royong membuat pos ronda sekaligus menjadi posko pemantauan.
Sebenarnya sih bukan itu tujuannya, melainkan untuk ajang berkumpul ria membahas hal-hal yang tidak penting.
Agar akal tidak sinting karena suasana kabar pandemi yang semakin melengking.
Sekaligus memantau siapa tahu ada gadis cantik yang lewat. Kalau tertarik kemudian melirik, kan lumayan bisa buat mengganti wanita yang telah pergi memilih jalan berbelok.
Walau begitu nongkrongnya sesuai prokes. Jangan salah guys! Masker selalu setia menutup muka tampannya Gegen.
Karena pandangan pertama itu berawal dari mata lalu turun ke hati.
"Gen, tumben kamu nggak ngapel ke rumah Gendis?" Radit melemparkan pertanyaan yang membuat Gegen ingin bunuh diri sekarang juga di bawah pohon cimplukan.
Padahal baru saja bokongnya mendarat di pojok pos ronda. Eh, malah sudah ditodong dengan pertanyaan kurang asem, kecut!
"Nggak usah bahas dia lah! Males, bikin sakit lagi ini hati," jawab pria yang masih merasa nyeri hati sambil tiduran.
"Kenapa memang? Udahan?" tanya Radit lagi.
Gegen terdiam. Pura-pura memejamkan matanya. Rasanya eneg dari tadi mendapat pertanyaan tentang Gendis terus menerus. Padahal hatinya ingin mencari angin segar untuk melupakan dirinya, bukan untuk mengingatnya.
"Ya elah, ini anak! Woi, Gentala Pradipta! Malah molor! Jawab pertanyaanku ...." Radit mulai kesal melihat Gegen masih saja terdiam.
"Ah, nggak asyik banget sih! Mending dengerin musik aja kalau gini," ucap Radit pada diri sendiri karena merasa tidak dianggap oleh Gegen.
Teman saja kalau tidak dianggap itu rasanya sakit, apalagi kalau punya hubungan yang tidak dianggap. Ngenes!
Radit mengambil ponsel di sakunya, kemudian langsung memainkan satu lagu dangdut yang lagi nge-hits di media sosial dan sejagat dunia dangdut.
Radit sengaja meninggikan volume suaranya. Biar tambah mantap saat menikmatinya.
Intro lagunya lumayan bagus. Bahkan diam-diam Gegen ikut menikmatinya.
'Pelas teri dibuntel godong, sing tak tresnani disaut uwong. Mana janjimu mana sumpahmu, yang kau ucapkan dulu.'
Gegen seketika terbangun mendengar bait pertama lagunya. Dua kali sudah ia mendengar lagu yang sama di waktu yang hampir bersamaan.
Rasanya seperti disiram air cuka. Luka yang hampir saja terobati mendadak kembali perih. Bahkan raganya serasa dihantam puluhan palu berkali-kali. Sakit.
"Kenapa lagu ini lagi sih! Nggak ada lagu lain apa, Rad?" geram Gegen. Posisinya pun berubah menjadi duduk bersandar di tiang pos ronda.
Inginnya sih bersandar dalam pelukan dia, tetapi dia siapa ...?
Karena dirinya kini berstatus jomlo kembang yang lagi wangi-wanginya.
"Emang kenapa? Bagus tahu lagunya. Lagi jadi trending topic!" jawab Radit ikutan geram.
"Ah, jadi tambah pengap deh!" Gegen mengeluh lagi.
Lagu itu kembali mengingatkan Gendis yang pergi dengan Andaru, teman yang belum lama dikenalnya. Panas sesak dadanya menerima kenyataan pahst ini.
Padahal selama ini ia selalu berusaha menjadi pacar yang baik, suka menabung untuk masa depan, dan juga selalu ada kapan pun dibutuhkan.
Akan tetapi, ia masih tetap saja ditinggalkan.
Sumpah sakit kalah tunggangan sama si Anda. Pria itu bawa cewek pakai motor ninja 250cc, sedangkan dirinya hanya pakai motor metic model lama dan kadang mogok. Dunia serasa tidak adil menurutnya.
"Kamu ada masalah apa sih, Gen? Kok, sensi banget sama lagu Pelas Teri? Gendis disaut uwong?" Radit mulai menebak kegelisahan temannya.
"Iya disaut wong! Gendis tego dolanan roso sing ono ning njero dodo. Puas!" jawab Gegen menirukan lagunya.
"Hahahaha ... bohong dosa loh, Gen! Disaut uwong beneran kapok!"
"Kagak percaya ya udah!"
Radit mulai percaya apa yang dikatakan oleh Gegen karena wajahnya terlihat sedang tidak bercanda.
Bagaimana mau percaya? Secara hubungan asmara mereka sudah cukup lama. Masa sekarang tiba-tiba Gendis disaut uwong? Kan, itu namanya mengada-ada.
"Ya udah. Sabar aja. Kalau jodoh pasti akan kembali lagi, Gen." Radit berusaha menghibur. Biar yang kabur bisa kembali menjadi akur.
Gegen justru tersenyum getir. Segetir kasihnya yang pergi karena akalnya mulai kentir. Hingga membuat hatinya terusir.
Sakit memang. Akan tetapi, gara-gara lagu itu dadanya semakin terkenang sosok wanita yang sudah menghilang dari hidupnya.
Meninggalkan kenangan yang hanya akan menjadi ingatan.
"Yang lain pada ke mana, Rad? Kok, cuma kita berdua? Niat hati ingin cari hiburan biar hati tidak karuan malah cuma duaan sama lelaki," tanya Gegen yang hatinya sudah mulai setengah stabil.
"Lagi pada ngapel kali, kan malem Minggu."
"Astaga, aku sampai lupa kalau malam ini malam Minggu," ucap Gegen sambil mengelus dadanya.
Ternyata patah hati bisa membuatnya menjadi pelupa dan pembenci.
Saat sedang asyik bermain ponsel, mata Radit terpesona oleh pemandangan sepasang manusia dengan jenis kelamin yang berbeda sedang berboncengan mesra.
Wanita itu terlihat tidak asing. Walau dalam keremangan cahaya lampu, Radit masih bisa mengenalinya.
Wanita itu seperti Gendis, mantannya Gentala.
"Gen, kamu tengok tuh ke depan. Cepetan! Entar keburu jauh," titah Radit. Bahkan tangannya memukul pelan lengan Gegen.
"Apaan sih?!" tanya Gegen lalu mengikuti arahan jari telunjuk Radit.
Sialan. Malam minggu yang panjang malah melihat mantan berboncengan mesra. Nasib.
Kedua mata Gegen terlihat memerah. Karena dadanya sedang menahan amarah.
Rasa tidak rela masih menyelimuti batinnya. Akan tetapi, itu juga percuma sudah.
Buat apa mengemis cinta yang memang ingin pergi? Melepaskan adalah jalan satu-satunya.
"Kalau masih cinta rebut kembali lah! Aku pasti dukung. Tapi rubah dirimu dulu jadi lebih baik dari sebelumnya," usul Radit terdengar seperti tidak ada wanita lain yang hidup di muka bumi ini.
Padahal bumi ini sangat luas. Ia masih yakin akan ada banyak wanita yang baik dan tulus menyayangi dirinya.
Hanya mungkin sekarang belum dipertemukan.
"Ogah! Ngapain juga ngrebut pelas teri kembali. Aku akan pastikan dia menyesal sudah mempermainkan perasaanku. Biarkan saja Gendis dengan Andaru. Aku akan buktikan kalau aku, Gentala Pradipta adalah lelaki yang anti pelas teri. Pantang bagiku mencintai wanita pacar orang!" jawab Gegen dengan menaruh tangan kanannya di dada. Bangga.
"Oke lah! Setuju! Karena lelaki yang dipegang itu anunya, eh, janjinya!" Radit ikut menimpali.
Membuat nyali ini semakin bertambah menjadi.
Ya, Gentala Pradipta. Lelaki sejati yang anti pelas teri, yang tidak akan pernah membawa lari kekasih orang.
Tunggulah ....
Sampai di mana ada wanita yang mau diperjuangkan dengan segenap jiwa dan raga.
----------***----------
Bersambung

Comentário do Livro (82)

  • avatar
    KhidayahZaitunnur

    Bagus banget ceritanya

    16d

      0
  • avatar
    Fahrul RoziMochammad

    bagus

    22d

      0
  • avatar
    SamosirZulkarnain

    bagus banget kak/bang cerita nya!!

    17/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes