logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Pengamen Lelaki Paruh Baya

Menur membantu Claretta memakai pakaiannya.
Claretta sudah sadar dari pingsannya sejak dari satu jam yang lalu, dan ketika ia terbangun, ia berada di kamar Puro Utama yang dulu pernah ditempatinya. Ternyata benar dengan ucapan Pangeran Nagata kalau dirinya akan membawa Claretta kembali ke istana.
"Sejujurnya aku tidak suka dan tidak setuju ketika Pangeran mengusulkan kalau kau harus memakai pakaian laki-laki. Itu melanggar norma adat kerajaan. Kalau sampai ketahuan, kau bisa-bisa dipasung bahkan bisa sampai dipenggal."
Claretta meringis. Betapa kejamnya aturan zaman dahulu.
"Jangan sampai ada orang yang membuka penutup wajahmu ini." Menur memasangkan sehelai kain ke wajah Claretta. "Ingat pesanku baik-baik. Kau sekarang bukan bernama Arawinda, tetapi Gandewa. Kau adalah seorang laki-laki. Jika ada yang bertanya kenapa kau memakai penutup wajah, bilang saja banyak luka sayatan di wajahmu itu dan kau merasa malu untuk menunjukkannya. Kau adalah seorang pengelana dari negeri seberang. Katakan kalau kau hanya hidup sebatang kara."
"Iya, iya, iya." Claretta hanya bisa menuruti perintah wanita paruh baya itu yang cerewetnya minta ampun. Claretta tidak bisa membayangkan pusingnya Pangeran Nagata ketika dirinya diasuh sejak kecil oleh Menur.
"Satu lagi, sebisa mungkin kau harus menghindari bertemu dengan para Ratu dan Selir. Apalagi Raden Ajeng Padmasari yang sangat menyukai Pangeran Nagata. Kau pernah dilawannya, bukan? Pokoknya kau harus hati-hati."
Claretta menghela napas panjang. "Iyaaa."
Mereka berdua keluar dari kamar. Pangeran Nagata dan Pangeran Gandara tengah menunggu di beranda Puro Utama bersama dengan seseorang yang pernah Claretta lihat sebelumnya.
"Eh!? Bapak yang waktu itu ngamen di halte, kan?" ujar Claretta.
Pangeran Nagata, Pangeran Gandara dan Menur terkejut mendengar perkataan Claretta. Mereka sama sekali tidak mengerti dengan maksud Claretta, apalagi memanggil orang itu dengan sebutan 'bapak'.
Penasehat Kerajaan, Ki Purwagalih hanya tersenyum mendengar perkataan Claretta. "Jadi kamu yang sudah menolong orang-orang dari desa Awi Kulon?" tanyanya. "Terima kasih sudah mau menolong. Semoga Sang Hyang Widhi membalas kebaikanmu."
"Dia Ki Purwagalih," ucap Pangeran Nagata. "Dia adalah Penasehat Kerajaan. Dia berasal dari desa Awi Kulon."
Claretta menatap Ki Purwagalih, meminta penjelasan tentang bagaimana dirinya bisa ada di zaman feodal ini.
"Siapa namamu?" tanya Ki Purwagalih.
"Tolong ikut saya sebentar." Bukannya menjawab, Claretta malah membawa Ki Purwagalih ke belakang Puro Utama. "Bapak ini yang ketemu sama saya di halte beberapa minggu yang lalu, kan?" tanya Claretta ketika mereka sudah sampai di tempat yang cukup sepi. "Tolong jelaskan kenapa saya sama Bapak bisa ada di sini?"
"Kamu dan saya ada hubungannya dengan sejarah masa depan Kerajaan Labdajaya. Kamu hanya perlu mengikuti alur cerita saja."
Claretta menggosok keningnya. "Maksudnya apa? Saya gak ngerti?"
"Ikuti saja alurnya." Ki Purwagalih tersenyum kemudian berjalan meninggalkan Claretta yang masih kebingungan. "Oh ya," Ki Purwagalih membalikkan badannya, "Setelah pertemuan pertama kita di zaman ini, kamu akan seterusnya bertemu denganku. Kamu akan saya ajarkan membaca dan menulis aksara Kawi."
"Apa itu salah satu cara supaya saya bisa cepat-cepat kembali lagi ke zaman modern?"
"Iya, mungkin. Kamu juga akan saya ajarkan bela diri."
"Hah? Kenapa saya harus belajar bela diri?"
"Kamu sekarang sudah terkenal dengan julukan pendekar panah bercadar. Jika kamu ingin tetap berada di lingkungan istana ini, dan jika kamu ingin berkerja sama dengan saya untuk mengubah sejarah, maka kamu harus mau berjuang keras hidup di sini."
Kepala Claretta makin pusing mendengar ucapan Ki Purwagalih yang tidak langsung pada intinya. "Ngomong-ngomong, sekarang saya hidup di abad keberapa?"
"Abad keempat belas. Besok kamu akan mulai belajar aksara Kawi."
Abad keempat belas?! jerit Claretta dalam hati.
Berarti Claretta meloncati waktu hampir tujuh ratus tahun. Claretta tidak bisa percaya akan fakta ini. Ah... yang paling mengesalkan bagi Claretta yaitu ia tidak tahu sejarah kerajaan Labdajaya. Sejarah kerajaan lainnya juga sama. Pelajaran ketika dirinya masih sekolah menengah sama sekali tidak ada yang menyangkut di kepalanya.
***
Malam harinya Claretta kelelahan gara-gara dari pagi sampai sore ia berlatih terus-menerus.
Paginya Claretta belajar membaca dan menulis aksara Kawi, siang hari sampai sore belajar ilmu bela diri. Cara mengajar Ki Purwagalih yang terlalu keras itu membuat Claretta ingin menyerah. Mana besok ia harus berhadapan lagi dengan Penasihat Kerajaan itu.
"Minumlah jamu ini. Rasa sakit dan pegal di seluruh tubuhmu akan menghilang."
"Terima kasih, Kanjeng Gusti Pangeran Nagata." Meskipun enggan, Claretta meminum jamu yang rasanya amat sangat pahit itu.
"Panggil saja aku Pangeran Nagata jika kau kesusahan memanggilku dengan sebutan sepanjang itu."
Claretta tersenyum kecut ketika sudah menghabiskan air jamunya.
"Baik, Pangeran."
"Sekarang kau tidurlah. Jika kau butuh sesuatu, kau panggil aku dari balik almari itu." Pangeran Nagata menunjuk almari mewah yang posisinya berada di sudut ruangan.
"Kenapa saya harus memanggil Pangeran dari sana?"
"Karena itu adalah pintu penghubung antara kamarku dan kamar ini."
"Oh." Claretta mengangguk-angguk.
Pangeran Nagata menidurkan Claretta dan memasangkan selimut. "Selamat malam." Benar saja, Pangeran Nagata pergi ke kamarnya lewat almari penghubung itu.
Claretta memejamkan matanya. Kepalanya terus berpikir kenapa Pangeran Nagata, Pangeran Gandara dan Menur tidak mencurigai dirinya bahkan malah selalu bersikap baik padanya. Padahal dirinya itu bekas tawanan di istana. Orang asing dari era modern pula.
Kenapa mereka bertiga tidak meragukan keberadaannya? Malah mereka seperti paham dan tahu tentang latar belakang Claretta, sama seperti Ki Purwagalih.
Lalu, tentang Ki Purwagalih yang ingin mengubah sejarah. Maksudnya apa? Ki Purwagalih ini termasuk peran antagonis atau protagonis? Ki Purwagalih ini musuh atau bukan? Mengubah sejarah itu untuk keuntungan pribadi dirinya saja atau untuk kemakmuran rakyat dan kerajaan?
Kalau sejarah berubah, nanti dampak di masa depan seperti apa? Apa yang seharusnya Claretta lakukan? Mengikuti perintah Ki Purwagalih atau menentangnya? Claretta jadi bingung setelah berjalan sejauh ini.
Andai saja ponselnya masih berguna, kebimbangan ini akan hilang ketika ia searching di mesin pencarian tentang sejarah kerajaan Labdajaya.
***
Hari ini Claretta tidak diajarkan membaca dan menulis aksara Kawi oleh Ki Purwagalih melainkan oleh Pangeran Nagata.
Ki Purwagalih sedang pergi ke kediaman Adipati Jaya Kusuma beserta sang Raja Bhupendra.
Cara mengajar Pangeran Nagata sangat berbeda dengan Ki Purwagalih. Pangeran Nagata mengajar dengan cara yang lemah lembut dan sangat pelan, seperti mengetahui kapasitas otak Claretta yang kecepatannya lumayan lambat. Beda halnya ketika tadi Pangeran Gandara ikut mengajar. Dia mengajarnya seperti Menur, cerewet dan terlihat gemas ketika Claretta salah menulis atau mengeja aksara-aksara Kawi.
Claretta menatap Pangeran Nagata dengan lekat. Dalam situasi apa pun, Pangeran Nagata terlihat sangat serius. Tidak berbeda jauh dengan Vito. Hanya saja, Claretta tidak pernah atau belum melihat sisi konyol Pangeran Nagata, seperti yang sering Vito tunjukkan di masa depan. Kakak tingkatnya itu sering melawak ketika selesai latihan memanah.
Kalau dipikir-pikir, jangan-jangan Vito reinkarnasi dari Pangeran Nagata? Wah, beruntung sekali Vito, pikir Claretta.
"Pangeran Nagata!"
Pangeran menoleh ketika Claretta memanggilnya dengan suara yang sangat pelan.
"Kenapa Anda bersikap baik kepada saya?" tanya Claretta.
Terdiam sejenak, Pangeran Nagata lalu menjawab, "Karena aku seorang pangeran dan Putra Mahkota Kerajaan, aku harus bersikap baik kepada rakyat."
"Bukan itu maksud saya, Pangeran. Tapi..., saya ini orang asing. Pangeran pasti tahu kalau saya bukan berasal dari sini. Tapi kenapa orang asing seperti saya dibawa ke dalam kediaman kerajaan dan memperkenalkan saya sebagai calon istri Pangeran?"
"Tidak ada alasan untukku untuk menikahi siapa pun. Aku menjadikanmu sebagai calon istri karena keinginanku sendiri."
"Tidak ada maksud lain yang tersembunyi?" tanya Claretta hati-hati.
Pangeran Nagata memegang pipi kiri Claretta yang terhalang cadar. "Kau akan mengetahuinya nanti."
Claretta memberanikan diri untuk menatap mata Pangeran Nagata. Sorot matanya begitu dalam dan kelam. Claretta tidak tahu tujuannya apa, apakah Pangeran Nagata ini orang jahat atau bukan. Atau, bisa saja ketika Pangeran Nagata sudah mencapai keinginannya dirinya berubah menjadi Pangeran yang jahat. Lalu Claretta harus bagaimana?
Claretta tidak mau orang sebaik Pangeran Nagata menjadi jahat demi menggapai tujuannya.
Apakah Pangeran Nagata berambisi untuk menjadi seorang Raja?

Comentário do Livro (108)

  • avatar
    AlzahraNamira

    mayan.

    1d

      0
  • avatar
    DesfiantorHaikal

    terimakasih

    15/08

      0
  • avatar
    YanaKadek tisna

    seruu banget

    15/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes