logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Abadi

Abadi

Hayanis Kalani


Capítulo 1 Kesal

"Tapi gue masih cinta sama dia."
Claretta mendengus kesal. "Cinta, cinta... kalau cintanya udah sepihak ya lo harusnya buang itu cinta."
"Gue gak bisa, Cla, gak bisa."
"Paksain biar bisa!"
Restu makin terisak. Membuang perasaan cinta tidak semudah berbicara. Apalagi Restu benar-benar sudah jatuh ke bagian paling dalam dari perasaannya untuk Kenan.
"Lo gak ngerti, Cla."
"Justru elo yang gak ngerti, Restu! Lo udah dibutakan sama Kenan. Lo jadi kayak orang bodoh yang bingung harus ngapain ketika lo disakitin sama dia."
"Gue cinta sama Kak Kenan, Cla. Gue sayang banget sama dia."
Claretta tidak habis pikir, kenapa Restu masih bisa bertahan dengan orang seperti Kenan. Kalau dirinya menjadi Restu, Claretta akan langsung membalas perbuatan Kenan dan akan membuang semua rasa dan melupakan untuk selama-lamanya.
Karena, laki-laki seperti Kenan tidak pantas mendapatkan seorang wanita, meskipun wanita itu bukan wanita baik-baik.
Mencari laki-laki lain yang baik dan pantas untuknya ada di mana-mana. Lalu, kenapa masih ingin bertahan dengan lelaki bejat macam Kenan? Sungguh sudah tidak waras otak Restu.
"Gue gak mau tahu. Pokoknya lo harus putusin dia!"
Restu hanya menggeleng lemah. Air matanya tidak bisa berhenti mengalir. Kalau seperti ini terus, terpaksa Claretta harus menginap di kosan Restu. Takut kalau temannya itu melakukan hal yang tidak-tidak yang membahayakan nyawanya.
***
Hari ini hanya ada dua mata kuliah. Rencananya, setelah mata kuliah kedua berakhir, Claretta berencana untuk menemui Kenan lalu melabraknya.
Claretta tidak peduli dengan tingkatan Kenan. Ia juga tidak peduli jika nanti ia menjadi sasaran dendam Kenan. Toh sebentar lagi liburan semester, Kenan tidak akan menemukannya karena Claretta akan pergi ke tempat yang jauh, sekalian mengajak Restu. Hitung-hitung refreshing.
Orang yang dicari Claretta akhirnya muncul juga. Kenan sedang bersama wanita lain yang entah pacar kesekian.
"Dasar!!!" Claretta naik pitam. Ia mengepalkan tangannya sekuat tenaga. Tanpa berpikir panjang ia menghampiri kedua orang itu.
"Kak Ke—" suara Claretta terhenti karena seseorang tidak sengaja menabrak tubuhnya.
"Eh, maaf, maaf."
Claretta tidak jadi mengutuk orang yang menabraknya ketika melihat wajah orang itu. Ah, dia adalah kakak tingkatnya, namanya Vito dari fakultas hubungan internasional. Vito juga wakil ketua UKM Panahan.
"Ah ya maaf." Claretta juga meminta maaf karena ia juga bersalah tidak memperhatikan jalan sekitar.
"Lo mau ke mana?" tanya Vito. Tadi ia melihat Claretta seperti terburu-buru. "Lo gak ke tempat latihan?" tanyanya lagi.
"E-eehhh..." Claretta lupa kalau sekarang ada jadwal kegiatan. "A-anu... iya, iya, gue tadinya mau ke sana. Tapi ada urusan dulu bentar."
"Ya udah kalau gitu. Gue duluan, ya!"
"Iya, Kak."
Setelah Vito pergi, Claretta menghela napas lega. "Hampir, aja," gumamnya.
Claretta tidak jadi membolos. Kenan dan pacarnya yang lain juga sudah tidak terlihat oleh matanya. Tidak ada pilihan lain untuk Claretta, terpaksa ia harus mengikuti kegiatan klub panahan.
***
"Res, lo pucat banget."
"Iya, nih, beberapa minggu ini gue pusing terus."
Claretta langsung memasang wajah kesal. "Pasti lo mikirin mulu si Kenan, kan? Udah deh lo putusin dia aja daripada bikin jiwa sama raga lo tersiksa."
"Kak Kenan janji bakal berubah, Cla. Gue akan kasih kesempatan ke dia."
"Kesempatan apaan? Sinting!" Mulut sarkas Claretta kembali berulah. Entah kenapa jika sedang mengobrol dengan Restu, terutama ketika sedang membahas tentang Kenan, Claretta selalu berkata pedas.
"Lo gak ngerti kalau gak ngalamin. Lo gak pernah jatuh cinta, sih."
Pernyataan yang menohok hati Claretta.
Claretta akui ia sekarang jomblo. Tapi jangan salah, dulu ia pernah berpacaran juga. Meskipun itu sudah lama, sekitar kelas tiga SMP. Setelahnya, ia tidak pernah berpacaran lagi. Katanya malas berpacaran, rumit. Bikin pusing kepala saja.
"Dah ya, gue mau kencan dulu." Restu pergi dari kantin kampus tanpa membayar pesanan makanannya.
Selalu saja Claretta menjadi korban 'ke-kere-an' sahabatnya itu.
"Modal dikit, dong! Dasar!" Claretta meletakkan uang di atas meja setelah itu ia juga berlalu pergi.
Tempat yang akan ditujunya adalah perpustakaan. Claretta akan meminjam lagi buku novel terjemahan kalau tidak ya buku tentang akuntansi dan bisnis.
Di meja dekat jendela di sebelah kanan pintu masuk perpustakaan, Claretta melihat Vito, kakak tingkatnya itu sedang membaca buku tentang sejarah.
Claretta mengerutkan kening. Setiap ia bertemu atau berpapasan dengan kakak tingkatnya itu, pasti selalu saja Vito membaca atau meminjam buku sejarah. Kalau Claretta angkat tangan jika harus membaca tentang sejarah. Isi otaknya tiba-tiba nge-hank, Claretta sama sekali tidak suka pelajaran sejarah dan sosiologi.
Ponsel Claretta tiba-tiba berbunyi. Ada panggilan masuk dari Restu. Ada apa lagi nih anak? pikir Claretta.
"Halo?" ucapnya. "APAAA?!!" Tiba-tiba Claretta berteriak. Orang-orang yang berada di perpustakaan melihat Claretta dengan berbagai macam tatapan. "Lo di mana sekarang?" tanyanya dengan suara pelan. "Oke, gue segera ke sana."
Seluruh mata seisi ruangan perpustakaan mengikuti arah berlarinya Claretta. Mereka penasaran ada hal apa yang sedang terjadi sampai-sampai Claretta berteriak kaget seperti itu. Kalau Vito, sih, tidak terlalu penasaran. Vito menduga pasti terjadi sesuatu hal pada Restu, soalnya siapa lagi orang yang selalu menempel kepada Claretta kalau bukan Restu.
Claretta turun dari motor lalu berlari ke dalam ruangan puskesmas. Di sana, di kursi ruang tunggu Restu tengah duduk sambil menundukkan kepalanya. Di sebelahnya ada teman seangkatannya kalau Claretta tidak salah ingat namanya Dirga.
"Restu kenapa?" tanya Claretta cemas.
"Mbak temannya Mbak Restu?" tanya salah satu pegawai puskesmas.
Claretta mengangguk. "Iya, betul. Kalau boleh tahu Claretta sakit apa, ya?"
Dirga menghela napas. Dokter itu menatap Restu dengan tatapan sendu. "Mbak Restu sedang mengandung, dan kandungannya memasuki minggu kelima."
Bagai disambar petir di siang bolong, Claretta terkulai lemas. Matanya menatap nanar pada Restu. "Jangan bilang kalau Kenan orangnya."
Restu mengeratkan cengkeramannya pada tali tas. Ia benar-benar takut dan malu untuk sekadar menatap Claretta, apalagi menjawabnya.
"Untuk lebih jelasnya silakan nanti pagi sehabis bangun tidur cek menggunakan testpack untuk memperjelas," ucap dokter itu.
"Itu pipi lo bengkak kenapa, Res? Wajah lo juga kok bengkak sama memar gitu, Dirga?" Di atas kekagetan Claretta, ia bingung melihat wajah kedua orang itu yang tidak biasa.
"Kita berdua ditampar sama Kak Kenan. Dia salah paham, ngiranya Restu selingkuh sama gue."
"Dasar orang itu! Gak nyadar apa kalau dia juga tukang selingkuh? Sialan!" Claretta menarik tangan Restu dengan paksa. "Ikut gue, lo harus minta pertanggung jawaban Kenan!"
"Nggak, Cla, nggak. Gue gak mau!"
"Harus!"
Dirga menghentikan langkah Claretta. "Percuma lo minta pertanggung jawaban sekarang, Kak Kenan gak bakal percaya. Yang ada dia nyangkanya janin yang ada di perut Restu itu anak gue."
Claretta melepaskan cengkraman tangannya. Ia menatap Restu dengan tajam. "Lo mau gimana sekarang?"
Restu hanya diam.
"Kita tunggu sampai situasinya reda. Abis itu lo jelasin semuanya ke Kak Kenan, Res."
"Seperti kata lo, Dirga. Semuanya percuma. Sampai mati pun si Kenan itu gak bakalan mau tanggung jawab."
Dirga menatap Claretta dengan kesal. Dirinya bingung kenapa Claretta berbicara kasar dan menusuk kepada sahabatnya sendiri. "Lo jangan ngomong kayak gitu dong, Cla. Lo gak tahu apa perasaannya Restu kayak gimana?"
"Ya itu salahnya sendiri. Dari awal gue udah nyuruh Restu buat putus sama si Kenan. Tapi dianya aja yang buta cinta. Gue udah capek tahu nasehatin lo mulu. Gue udah bosen dengerin lo nangis mulu. Gue nyuruh lo putus sama si Kenan itu buat kebaikan lo sendiri. Gue pengen liat lo bahagia. Tapi kenapa lo malah memilih buat nyiksa diri lo sendiri?!"
Tangisan Restu makin menjadi. Dirga ingin menenangkannya tetapi ia sadar akan posisinya.
"Maafin gue, Cla. Gue nyesel."
Claretta merangkul pundak Restu. Tangisnya juga pecah. Claretta sedih kenapa nasib Restu seperti ini.

Comentário do Livro (108)

  • avatar
    AlzahraNamira

    mayan.

    1d

      0
  • avatar
    DesfiantorHaikal

    terimakasih

    15/08

      0
  • avatar
    YanaKadek tisna

    seruu banget

    15/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes