logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

BAB 7

SELINGKVH ONLINE 7
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Seseorang yang mampu merelakan orang yang kita dambakan menjadi milik orang lain adalah sesuatu hal yang menyakitkan. Apalagi hanya bisa dirasakan sendiri, tanpa ia mengetahui keberadaannya.
Itu adalah kesalahan Byakta terhadap Ayya. Ia sering melihat Ayya terluka berkali-kali. Lalu sekarang menambah rasa kerinduan yang tidak pada tempatnya. Bahkan Byakta kini merasa bahwa Ayya sebenarnya juga memiliki rasa itu, hanya saja membutuhkan waktu yang lama.
Byakta langsung membalas pesan Ayya. Ia takut kalau Ayya tengah merasakan sesaknya napas karena satu kata yang bernama rindu. Biarlah ia saja yang merasakannya, Ayya jangan!
Byakta
‘Aku masih di sini
Masih dengan perasaanku yang dahulu
Tak berubah dan tak pernah berbeda
Aku masih yakin nanti milikimu
Aku masih di tempat ini
Masih dengan setia menunggu kabarmu
Masih ingin mendengar suaramu
Cinta membuatku kuat begini
Aku merindu, kuyakin kau tahu
Tanpa batas waktu, kuterpaku
Aku meminta, walau tanpa kata
Cinta berupaya
Engkau jauh di mata, tapi dekat di doa
Aku masih di dunia ini
Melihatmu dari jauh bersama dia
Walau pasti kuterbakar cemburu
Tapi janganlah kau kemana-mana
Aku merindu, kuyakin kau tahu
Tanpa batas waktu, kuterpaku
Aku meminta, walau tanpa kata
Cinta berupaya
Engkau jauh di mata tapi dekat di doa
Aku merindukanmu
Aku merindukanmu.’
Byakta sengaja membalas pesan Ayya dengan mencuri lirik lagu dari Ade Govinda lewat google. Ia merasa sangat cocok dengan suasana hatinya selama ini. Tentang mencintai sesorang yang bukan miliknya. Melihatnya dari jauh bersama orang lain membuatnya mengerti apa itu air mata dan juga cemburu.
Sementara Ayya, dirinya merasakan sesuatu yang tidak biasa saat membaca pesan dari Byakta. Ada getaran hebat melebihi ketika berbalas pesan dengan Dean. Hatinya diam-diam kini telah terisi oleh seseorang yang bernama Byakta. Ayya membalas lagi pesan dari Byakta dengan senyum yang selalu menghiasi pipi.
Ayya
[ Mengapa yang lain bisa, mendua dengan mudahnya? Namun, hatiku terbelenggu dalam ikatan cinta yang mulai memudar. Salahkah jika aku kini mulai memikiranmu? ]
Ayya menunggu pesan balasan dengan detak jantung yang semakin cepat. Ia ingin memastikan apakah Byakta memang pantas untuk dimiliki atau hanya seķedar menggodanya. Tentang Dean mungkin baiknya jika Ayya mulai mundur secara perlahan. Ia sudah memberikan waktu yang cukup untuk bertahan selama itu di sisinya.
Pesan balasan yang ditunggu Ayya akhirnya muncul di layar ponsel. Ia begitu bersemangat membacanya.
Byakta
[ Jangan salahkan dirimu sendiri, Ay. Ini salahku yang sudah berani menawarkan hatiku pada hati yang sudah ada pemiliknya. Aku hanya ingin berkata jujur akan perasaanku. Itu saja. Aku sayang, aku cinta sama kamu, Ay. Tapi bukan berarti aku harus memilikimu juga. Aku akan menunggu sampai waktu memihakku. ]
Air mata Ayya langsung menerobos kedua kelopak matanya tanpa diminta. Hatinya semakin yakin bahwa rasa yang ditawarkan Byakta bukanlah emosi semata. Satu pesan dari nomor yang sangat dikenal menghiasi layar ponsel saat hendak membalas pesan Byakta. Siapa lagi kalau bukan Dean. Ayya membaca pesan tersebut dengan hati yang telah mengering.
Dean
[ Ay, besok makan siang bareng di tempat biasa ya? Aku kangen sama kamu, udah lama nggak ketemu soalnya. ]
“Ckckck ....”
Ayya berdecak setengah tertawa getir. Ada nyeri yang begitu menusuk ulu hatinya membaca kata kangen dari Dean.
“Setelah selama hampir seminggu kamu sibuk dengan Safira, kini dengan mudahnya menulis kata kangen? Sedangkan sikapmu saja berbanding terbalik,” ucap Ayya kesal. Moodnya seketika lenyap karena pesan Dean.
Ayya memilih membuang ponselnya di atas kasur. Ia melupakan pesan dari Byakta. Hatinya yang mulai tumbuh kuncup cinta untuk cabang baru menambah kegelisahan malamnya.
Ayya mencoba memejamkan matanya, berusaha sekeras mungkin memutar kembali memori kisah kasihnya bersama Dean dari awal. Ia mengingat jelas saat Dean menyatakan isi hatinya lewat es krim kesukaannya yang berbentuk kerucut dengan lambang love. Akan tetapi, bayangan tentang penghinaan ibunya Dean langsung menghapus jejak ingatan yang seharusnya indah.
“Jika bukan demi anakku, Dean, saya tidak akan sudi menerima wanita sepertimu, Ayya. Saya tahu kamu sengaja mendekati Dean karena punya maksud tertentu. Jadi ingatlah baik-baik! Sampai kapan pun, saya tidak akan sudi menerima kamu sebagai mantuku.”
Ucapan itu masih terngiang di kepala Ayya hampir di setiap malam. Hidupnya memang tidak berpunya seperti Dean, tetapi ia selalu berusaha keras agar bisa pantas dan layak untuk berjalan bersama Dean. Raganya sekarang merasa letih untuk memperjuangkan hubungan yang bagaikan batu. Ayya sudah merasa lelah berpura-pura kuat di hadapan Dean.
Tanpa sadar, bayangan tentang memori masa lalu membuat Ayya benar-benar memejamkan matanya. Terlelap dalam buaian alam mimpi. Bahkan hingga pagi menyapa, Ayya masih mencoba bermimpi.
***
Ayya melalui pagi ini dengan hati yang setengah malas. Ia akan bertemu dengan Dean di tempat biasa. Pikirannya tidak fokus karena memikirkan hati yang mulai terbagi. Ayya bergegas menuju kantin biasa yang terletak di depan toserba setelah jam istrihat kerjanya usai. Ayya sengaja langsung menuju tempat yang dijanjikan. Ia tidak ingin melewatkan pertemuannya dengan Dean.
Ayya memilih menghadapinya. Ia ingin mendapatkan kejelasan akan hubungannya bersama Dean. Setidaknya ia bisa mendapat ketegasan sikap prianya.
“Hai, Ay ... Maaf aku terlambat. Apa kamu sudah menunggu lama?” tanya Dean dari belakang dan langsung duduk di depan Ayya. Suara khas Dean pun sudah serasa biasa saja di rungunya.
“Hai juga, De. Aku juga baru sampai kok,” jawab Ayya sedikit cuek.
“Mau makan apa? Sama kayak biasa apa mau yang lain?” tawar Dean.
“Kayak biasa aja.” Ayya selalu menjawab dengan seperlunya. Entah kenapa bertemu dengan Dean membuat amarahnya kembali naik.
Dean bergegas memesan menu yang sudah disetujui oleh Ayya ke penjaga kantin. Saat Dean memesan makanan, Ayya justru merasa gelisah yang luar biasa. Hati dan perasaannya begitu tersiksa.
Bagaimana tidak? Raganya kini tengah bersama Dean, tetapi hati dan pikirannya justru mengembara dan berkelana memikirkan Byakta.
Mungkin inilah yang namanya telepati. Saat Ayya memikirkan Byakta, satu pesan darinya muncul menghiasi layar ponselnya. Senyum pun langsung merekah di bibir Ayya. Ia mulai membuka dan membaca pesan dari Byakta dengan hati yang dipenuhi banyak bunga.
Byakta
[ Selamat istirahat makan siang, Sayang. Jangan lupa baca doa. ]
Ayya
[ Selamat makan siang juga buat kamu. Sama kamu aja aku nggak lupa, apalagi baca doa. ]
Byakta
[ Cie ... yang udah inget aku terus ... ya udah, cepetan makan gih! ]
Ayya langsung meletakkan ponselnya dalam keadaan terbalik di atas meja ketika Dean kembali duduk di depannya.
Kedua tangannya membawa dua porsi fried chicken lengkap dengan nasi dan daun selada. Ketika Ayya akan mulai berdoa, tiba-tiba ia merasa ingin buang air kecil.
“De, aku ke toilet dulu. Kebelet," ucap Ayya dan bergegas berdiri lalu berlari menuju toilet kantin.
Dean melihat Ayya yang terus berlari hingga tidak terlihat lagi. Ada perasaan bersalah selama ini karena waktunya selalu bersama Safira mengurus beberapa pekerjaan. Padahal jauh di lubuk hatinya, ia diam-diam tengah masa pendekatan dengan Safira.
Mata Dean melirik ponsel Ayya yang sedari tadi dalam posisi terbalik. Tangannya mendadak ingin menyentuh benda pipih itu. Saat hendak tersentuh, ponsel Ayya bergetar.
Dean mengambil ponsel dengan ragu lalu meraihnya. Ada satu pesan masuk. Untuk hubungan yang sudah tiga tahun dijalani, Dean bisa tahu pola sandi ponsel Ayya. Baginya itu hal yang wajar jika mengetahui hal semacam ini. Akan tetapi, untuk urusan dunia maya Dean tidak pernah ikut campur.
Byakta
[ Aku sayang kamu. ]
Dean membaca pesan dari Byakta dengan mata melebar. Ada rasa marah bercampur cemburu menggelora dalam dada.
“Jadi selama ini, diam-diam Ayya punya cem-ceman di dunia seperti ini? Pantes aja sering buat puisi di beranda aplikasi biru. Eh, tapi tunggu! Byakta ...? Apakah dia orang yang sama dengan orang yang kukenal?” Dean berbicara pada diri sendiri.
Keraguan dan kecurigaan kini mendominasi kepala Dean.
“Jika benar itu kamu, By ... aku akan buat perhitungan denganmu. Tunggu saja, sampai aku cari tahu kebenaran tentang Byakta yang sudah lancang menyulut api pertikaian ini ....”
---------****----------
Bersambung

Comentário do Livro (111)

  • avatar
    ErnaoneAgoes

    cerita sangat menarik dan bikin penasaran ...

    27/12

      0
  • avatar
    saputritiara

    ya...

    18/02/2023

      0
  • avatar
    s******9@gmail.com

    sangat2 berpuas dengan jalan cerita ini

    12/02/2023

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes