logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Sesosok Makhluk Menyeramkan

Cerita Mistis di Kapuas Hulu
Part 7
***
Sepanjang jalan menuju ke rumah Bu Samsi, keadaan di sekitarnya teramat gelap gulita. Hanya cahaya dari lampu senter yang kami bawa yang terlihat. Rumah-rumah yang kami lewati pun terlihat gelap. Pasti karena mereka hanya menyalakan satu buah lampu saja untuk mengirit minyak tanah yang diberi dari dinas transmigrasi setempat, agar tidak lekas habis.
Baru kali ini aku keluar pada malam hari selama tinggal di pemukiman transmigrasi ini, jadi baru tahu seperti apa keadaan di luar jika malam hari. Sama sekali tak ada yang bisa dilihat, semuanya hitam dan gelap. Aku berjalan di sebelah Lia. Pak Jimin, suami Bu Samsi berjalan di depan kami. Sedangkan dua orang bapak yang lain, berjalan di belakang kami.
Udara malam yang sangat dingin, terasa menusuk tulang. Aneh, tadi Pak Jimin bilang kalau Bu Samsi pindah ke depan kamar mandi dan tidur di sana karena merasa kegerahan. Atau mungkin memang udara di dalam rumah Bu Samsi terasa panas? Entahlah.
Rumah Bu Samsi berada di paling ujung, dekat dengan jalan utama. Sedangkan rumah yang aku dan Lia tempati juga berada di paling ujung, tapi di jalur belakang. Jadi kami harus melewati beberapa buah rumah yang tiap satu rumah jaraknya lumayan jauh, untuk sampai ke rumah Bu Samsi. Sekitar 10 atau 15 meter. Membuat aku merasa agak kelelahan. Mungkin karena aku belum terbiasa berjalan kaki dengan jarak yang lumayan jauh seperti malam ini.
Ketika kami sampai di depan rumah Bu Samsi, terlihat sudah ramai orang yang datang. Tetangga sebelah kiri dan depan rumah Bu Samsi. Mungkin karena mendengar suara Bu Samsi yang menjerit histeris, sama seperti yang aku dengar sekarang.
Aku dan Lia segera menuju ke pintu depan rumah Bu Samsi, dengan menaiki tangga. Di dalam rumah, tampak Bu Samsi sedang berteriak-teriak histeris. Dia dipegangi oleh beberapa orang ibu. Matanya melotot melihat ke arah kamar mandi. Setiap kali pandangannya dipalingkan ke arah lain, dengan segera Bu Samsi akan menoleh lagi ke arah kamar mandi. Keempat orang anak Bu Samsi hanya bisa menangis di samping ibu mereka.
Aku lalu berjalan menghampiri Bu Samsi. Mencoba berkomunikasi, tapi sepertinya dia tak bisa diajak bicara. Matanya tetap melotot ke arah kamar mandi. Tiba-tiba aku merinding, entah kenapa. Segera aku mengukur suhu tubuh dan tekanan darah Bu Samsi. Hasilnya semua normal.
"Bu, apa yang Ibu rasakan?" tanyaku, setelah selesai melakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
Aku sengaja berpindah duduk yang membuat pandangan Bu Samsi terhalangi dari melihat ke arah kamar mandi. Tiba-tiba Bu Samsi mendorongku dengan sangat kuat, hingga membuat aku terjatuh. Sambil mengeluarkan kata-kata yang aku tak paham artinya. Mirip sebuah umpatan, tapi entah dengan bahasa apa.
Beberapa orang yang ada di situ berusaha menolongku untuk bangun. Sejenak aku tertegun, dorongan Bu Samsi terasa sangat kuat, padahal dia orangnya bertubuh kecil dan kurus. Aku perhatikan dengan saksama kata-kata yang diucapkan oleh Bu Samsi. Ohh … ternyata dia menggunakan bahasa daerah yang aku tak paham apa artinya.
"Pak, semua normal kok. Nggak ada demam dan tensi-nya juga nggak tinggi," kataku pada Pak Jimin yang terlihat bingung.
"Jadi sebaiknya gimana ya, Bu Bidan?" tanya Pak Jimin.
"Sebaiknya panggil Pak Ustadz saja, Pak. Insya Allah beliau lebih paham dengan kondisi yang terjadi pada Bu Samsi," jawabku.
Pak Jimin manggut-manggut. Sebentar kemudian dia berdiri dan menuju keluar rumah. Mungkin akan bersepakat dengan bapak-bapak yang hadir di rumahnya.
Bu Samsi masih saja berteriak histeris sambil matanya melotot menatap ke arah kamar mandi. Lia dan ibu-ibu yang hadir, sibuk menenangkan sembari membaca doa-doa. Ada juga yang melantunkan ayat suci Al Qur'an.
Tak sengaja, aku mengikuti pandangan mata Bu Samsi ke arah kamar mandi. Hampir saja aku melompat dan berteriak saking merasa kaget, saat melihat sesosok makhluk yang ada di depan pintu kamar mandi. Entah makhluk apa itu namanya. Tubuhnya besar dan berwarna hitam. Matanya merah melotot, menatap ke arahku. Sangat menyeramkan. Cepat-cepat aku mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Astaghfirullahaladziim …," ucapku berkali-kali, membuat Lia dan ibu-ibu yang ada di situ menatapku heran.
"Kamu kenapa, Rum?" tanya Lia. Dia menatapku seakan minta penjelasan.
Aku diam saja, tak menjawab pertanyaan Lia. Lalu, aku memandangi satu per satu wajah ibu-ibu yang hadir. Tentu saja hal itu malah semakin membuat mereka bingung dan merasa penasaran.
"Bu Bidan kenapa lihat kami seperti itu? Bikin saya takut aja," kata salah seorang ibu di antara mereka.
Aku berusaha untuk tersenyum, tapi tetap tak menjawab pertanyaan mereka.
[Apa mereka nggak pada lihat kalau ada sesosok makhluk menyeramkan di depan pintu kamar mandi itu ya? Apa Bu Samsi juga melihat makhluk itu? Atau hanya aku saja yang melihatnya?]
Aku bergidik.
"Rum, kamu kenapa? Bikin kami jadi penasaran aja," kata Lia.
"Nggak apa-apa kok, Li," jawabku berbohong.
Meski mungkin Lia dan ibu-ibu itu tak percaya dengan jawabanku, tapi mereka tak bertanya lebih lanjut. Mereka kembali sibuk menenangkan Bu Samsi yang masih saja berteriak histeris.
Tak berapa lama kemudian, Pak Jimin datang bersama dengan seorang laki-laki berperawakan sedang. Usianya sekitar 50 tahun. Belakangan aku tahu, bahwa laki-laki itu adalah Pak Ustadz. Setelah mempersilakan Pak Ustadz duduk, Pak Jimin lalu menceritakan apa yang telah terjadi dengan Bu Samsi. Aku melihat Pak Ustadz mendengarkan cerita Pak Jimin dengan saksama seraya manggut-manggut.
Beliau lalu menarik napas panjang, setelah Pak Jimin selesai bercerita.
"Bapak dan Ibu sekalian yang berada di sini, mari kita bantu dengan memanjatkan doa untuk kesembuhan Bu Samsi. Kita memohon kepada Allah agar Bu Samsi diberi kesembuhan, karena hanya Allah-lah yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit. Saya hanya berusaha membantu, bagaimana hasil akhirnya, kita bertawakal saja kepada Allah. Kita serahkan saja semua masalah ini kepada Allah," kata Pak Ustadz.
Beliau lalu mulai membaca doa-doa seraya menengadahkan kedua telapak tangan. Kami yang berada di situ turut juga membaca doa sebatas yang kami bisa. Selama Pak Ustadz membaca doa, Bu Samsi terlihat semakin histeris. Dia berteriak semakin keras, suaranya sangat memekakkan telinga. Aku mendengar suara teriakan itu bukan suara Bu Samsi.
Entah kenapa, udara di dalam rumah Bu Samsi tiba-tiba terasa panas. Gerah sekali rasanya. Tak sengaja, aku melihat ke arah kamar mandi. Ya Allah … sesosok makhluk menyeramkan itu masih berada di sana. Matanya merah menyala.
***
Bersambung

Comentário do Livro (845)

  • avatar
    Afzy Afzy

    sangat bagus

    13d

      0
  • avatar
    fadilahsaidatul

    kenapa aku tidak ada

    20d

      0
  • avatar
    XxyghMinah

    suka sama cerita tentang horor Kalimantan gini

    28d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes