logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Permintaan Ratna

"Dasar, Andre nyebelin!" teriakku.
Sehiingga membuat Mang parkir mendekatiku, dan bertanya. "Ada apa, Non Anisa? Apa yang bisa saya bantu?" Membuatku menjadi malu dibuatnya.
"Oh, gak kok Mang. Gak ada apa-apa, tadi aku hanya kaget, dengan suara klakson mobil itu." tunjukku.
"Oh, kirain Non di apain." sahutnya.
"Gak kok Mang, ya sudah saya permisi, ya. Assalamualaikum," pamitku.
"Waalaikumsalam. Iya, Non, silakan." sahut Mang parkir. Ia pun membantuku, memarkirkan mobil. Setelah itu aku pergi, tidak lupa memberi Mang parkir uang satu lembar senilai lima puluh ribu rupiah. Hanya uang itu yang ada di laci mobil.
Si Mang parkir, mengucapkan terima kasih, sambil mencium uang lembar biru itu. Ia begitu girang mendapatkannya, ternyata membahagiakan hati orang itu tidak susah. Seperti yang barusan aku lakukan, membuat si Mang parkir bergembira.
Aku kemudian melajukan mobil, menuju jalan raya untuk kembali pulang ke rumah. Aku melajukan mobil, dengan kecepatan sedang karena ingat pepatah Papa, supaya aku tidak ngebut di jalan.
Sampai rumah, aku langsung masuk ke dalam rumah, setelah Bi Inah membukakan pintu untukku.
"Non Anisa, mau makan atau mau minum, biar Bibi siapin?" tanya Bi Inah kepadaku.
"Gak Bi, Anisa masih kenyang. Nanti saja, kalau Anisa laper." sahutku.
"Emang sekarang, Bibi masak apa?" tanyaku kemudian.
"Bibi masak semur daging, sama sambal goreng kentang. Kesukaan Non Anisa, sama Bapak. Ada sambal udang, sama kerupuk udangnya juga. Lengkap deh Non, Bibi masak hari ini. Pokoknya masakan kesukaan Non dan Bapak," ungkapnya.
"Oh iya, Bi. Nanti Anisa pasti makan, tapi untuk sekarang, Anisa masih kenyal. Terus Bibi udah makan belum?" tanyaku.
"Sudah dong Non, Bibi makan terlebih dulu. Takutnya masakan yang Bibi masak ada racunnya, jadi sebelum Non Anisa, dan Bapak makan, Bibi duluan yang nyicipin. Kalau ada sesuatu yang dirasa aneh, pasti Bibi tidak akan ngasih makanan itu ke kalian." terangnya.
"Kenapa emangnya, Bi?" tanyaku heran.
"Ya karena makanannya kan beracun, otomatis Bibi bisa meninggal, kalau enggak sampai meninggal, mungkin Bibi bisa sakit. Pasti kalian tidak akan bibi urus makannya, kan?" sahut Bi Inah, membuatku tertawa.
"Oh iya, Bibi pinter. Lagian Bibi bisa aja, jangan sampe makanan mengandung racun kita makan. Bibi harus terus menjaga kesehatan, biar terus bisa memasak makanan enak untuk kami. Bibi bukan hanya seorang asisten rumah tangga di rumah ini, tapi Bibi sudah Anisa anggap, sebagai pengganti Mama." Aku mengungkapkan isi hatiku, kepada Bi Inah. Bahwa aku sudah menganggapnya sebagai pengganti Mama, yang telah tiada.
"Ya ampun Non, terima kasih," ucap Bi Inah, sambil memelukku. Iya menangis di pelukannya, aku pun membalas pelukannya kami menangis bersama.
"Udah Bi, gak usah nangis." Aku mengusap air mata, di pipiku dan mengusap air mata di pipi Bi Inah.
"Bi, Anisa mau masuk kamar dulu, ya! Bibi istirahat, Anisa juga mau istirahat." Aku bicara, sambil mengurai pelukan.
"Iya Non, silakan. Bibi juga pamit ke belakang, ya Non!" Bi Inah pamit kepadaku.
"Iya Bi," sahutku.
Bi Inah pun pergi. dari hadapanku dan aku pun berjalan ke kamarku. Sampai kamar, aku berganti pakaian. Setelah itu, aku membersihkan make up yang menempel di wajahku.
[Ratna, setelah pulang kerja kamu bisa kan kerumahku?] Aku mengirim chat, kepada Ratna.
Selang beberapa menit handphoneku bergetar. Rupanya ada balasan dari Ratna.
[Iya, Nis, bisa. Emang mau ada apa, kamu menyuruhku datang ke rumah? Bukannya, tadi kita baru saja bertemu?] Ratna bertanya padaku. Tetapi ia juga menyanggupi untuk datang kerumah.
[Pokoknya datang saja, nanti aku kasih tahu setelah kamu sampai.] Aku menyahut ucapan Ratna.
[Iya, deh iya. Pakai acara rahasia-rahasiaan segala,] balasan dari Ratna.
[Ok, deh. Jangan sampai lupa ya, Rat.] Aku kembali mengingatkannya.
[Iya, bawel,] Ratna kembali membalas chat dariku.
Setelah itu, aku tidak mengirim chat lagi kepada Ratna. Aku menyimpan benda pipih itu, di nakas. Kemudian aku tidur, aku merasa mataku mulai lengket, mungkin karena kelelahan telah menyetir seorang diri.
*****
"Tok ... tok ... tok!"
"Non ... non Anisa, itu ada Non Ratna menunggu. Katanya dia, di suruh Non untuk datang ke sini." suara Bi Inah membangunkan tidurku.
"Iya Bi, sebentar! Suruh aja Ratna masuk ke kamar, Anisa mau cuci muka dulu." Aku menyahut panggilan Bi Inah. Kemudian segera pergi ke kamar mandi, tanpa mendengar jawaban dari Bi Inah tersebut.
Selesai cuci muka, aku kembali ke kamar dan rupanya, Ratna sudah ada di kamarku. Ia duduk di sofa, sambil melihat album poto yang tadinya di simpan di bawah meja.
"Hai Rat, maaf ya nunggu lama," sapaku.
"Santai aja, Nis, seperti sama siapa aja. Emang, kamu ada apa menyuruhku datang?" Ratna bertanya, tentang maksud dan tuhanku, menyuruhnya datang.
"Begini lho, Rat. Tadi saat aku di jalan, setelah ketemuan sama kamu dan Mas Bagas. Aku di telpon sama Papa, supaya datang ke kantornya. Aku pun datang, ke kantor Papa. Aku kira, ada apa aku di suruh kesana? Rupanya, Papa mau menjodohkanku dengan orang yang bernama Andre. Andre merupakan rekan bisnis Papa."
"Ya terus," ucap Ratna memotong ucapanku. Raut muka Ratna pun berubah serius, ia pun menutup album foto yang sedang di lihat nya.
"Aku gak mau, dijodohkan sama Andre, Rat. Orangnya nyebelin, aku bilang saja sama Papa, kalau aku sudah mempunyai calon suami. Aku bilang sama Papa, kalau calon suamiku adalah Mas Bagas." Aku berkata jujur kepada Ratna, tentang Papa yang ingin menjodohkanku dengan Andre.
"Terus gimana, tanggapan Papamu, Nisa?" tanya Ratna, sambil merubah posisi duduknya, mendekatiku.
"Papa memintaku, supaya Aku mempertemukan Mas Bagas kepadanya, secepatnya! Sedangkan aku dan Mas Bagas, cuma baru pertemuan pertama, belum mengungkapkan rasa. Aku tidak tahu, perasaannya kepadaku. Aku juga belum pasti, kalau aku menyukainya." Aku memberitahu Ratna, tentang keadaan yang sebenarnya terjadi.
"Jadi, gimana Ratna, apa yang harus aku lakukan?" tanyaku kepada Ratna.
"Kamu tenang aja, ya Nis. Sebenarnya, tadi Bagas bilang kepadaku, kalau sebenarnya ia menyukai kamu. Jadi kamu tidak perlu khawatir tentang Bagas, tinggal kamunya aja, Nis. Mau tidak, kamu sama Bagas? Kamu nerima tidak, kalau Bagas hanya orang biasa?" Ratna memberitahuku, kalau ternyata Bagas menyukaiku. Ratna juga bertanya, tentang perasaanku yang sesungguhnya.
"Kalau aku sih ok aja, apalagi ini menyangkut masa depanku. Tapi mau gak, Mas Bagas ketemu Papa secepatnya?" tanyaku.
"Pasti mau Nis, orang Bagas bilang, ia mau serius sama kamu, kalau kamu mau menerimanya. Hanya saja untuk ketemu sama Papamu, Bagas tidak memiliki pakaian yang pantas. Ia bilang sama aku, dia minder karena tidak sepadan denganmu."
"Terus, aku harus bagaimana, dong Ratna?" tanyaku.
"Kalau kamu setuju dan percaya sama aku, beri aku uang untuk memake over penampilan Bagas. Supaya ia tidak malu-maluin, saat ketemu Papamu." jawab Ratna, ia memberiku sebuah usulan.
"Baiklah Ratna, kira-kira kamu buruh berapa?" tanyaku lagi, menyetujui usulan dari Ratna.
"Kurang lebih dua puluh jutaan lah, cukup kayaknya kalau segitu." Ratna menyahut pertanyaanku.
"Waw ... lumayan gede juga, ya Rat? Untuk apa saja itu, Ratna?" tanyaku.
Bersambung ...
Apakah Anisa, mau memberikan uangnya kepada Ratna atau tidak ya!!!


Comentário do Livro (5)

  • avatar
    SDiyah

    wow🥰🥰

    07/02/2023

      0
  • avatar
    Adi Kuncung

    adi

    25/07/2022

      0
  • avatar
    AssulthoniHafsin

    bagus banget

    19/06/2022

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes