logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Chapter 7

Kinara terdiam di samping Revan. Dia tidak berani bertanya, hingga dia menoleh saat Revan membuka kata, "Apa kamu ingin bekerja kembali?"
Kinara mengangguk pelan.
"Baiklah. Mulai hari ini, kamu sudah bisa bekerja."
"Tapi, kita akan ke mana?" tanya Kinara saat melihat mobil telah menjauh dari hotel.
"Temani aku makan siang."
Kinara mengernyit. "Kenapa harus aku?"
Revan lalu menatapnya. Namun, tatapannya tidak sama seperti waktu itu. Tidak ada sorot kemarahan atau kekesalan dari tatapan matanya itu.
"Karena sekarang kamu adalah karyawanku yang harus patuh pada perintahku dan temani aku makan siang adalah perintah pertama dariku. Puas?"
Kinara memalingkan wajah dan melihat keluar jendela. Dia tidak ingin menunjukkan wajah kesalnya pada lelaki itu.
Di depan sebuah restoran, mobil itu berhenti. Revan lalu keluar. Begitu pun dengan Kinara.
"Ayo, masuk!"
"Maaf, apa ini tidak berlebihan? Aku tidak biasa makan di tempat seperti ini. Aku ...." Kinara terkejut saat Revan tiba-tiba meraih tangannya dan mengajaknya masuk. Walau menolak, tetapi Revan tidak peduli.
"Duduk!"
Kinara lalu duduk.
"Mau pesan apa?" tanya Revan sambil membuka buku menu.
"Terserah," jawab Kinara.
"Ah, terserah, ya. Baiklah."
Revan lalu memanggil pelayan dan memberikan pilihan menu yang sudah dipilihnya. Tak lama, pelayan itu kembali dengan membawa menu yang dipesan.
"Makanlah!"
Kinara menatap makanan yang diletakkan di depannya. Dia lalu menatap Revan.
"Kenapa? Apa kamu tidak suka?"
Kinara menggeleng. Dia tampak menahan senyum. Melihat nasi goreng spesial di depannya, dia memegang perutnya yang keroncongan.
"Makanlah!"
Kinara tampak ragu. Namun, aroma nasi goreng yang masih hangat itu sangat menggugah seleranya. Dia lalu menyantapnya.
Revan menahan senyum saat melihat Kinara menyantap nasi goreng tersebut. Pilihannya ternyata tidak salah. Padahal, dia hanya memesan mengikuti nalurinya saja.
Baru menyantap beberapa sendok, Kinara lalu menghentikan makannya. Dia menatap Revan sambil mengernyit.
"Tunggu dulu! Apa kamu punya maksud tertentu hingga mengajakku makan di sini?"
"Sudahlah, makan saja dan tidak udah banyak tanya," jawab Revan tanpa menatap Kinara. Namun, Kinara bergeming.
"Kalau begitu, aku pergi saja. Lagi pula, aku tidak punya hak untuk makan bersama denganmu. Bagaimanapun, aku ... aku hanya karyawanmu saja, tidak lebih." Kinara lalu bangkit. Dia bermaksud untuk pergi.
"Apa kamu bersedia makan denganku jika kamu bukan karyawan di hotelku?" Revan menatapnya. "Kalau begitu, kamu tidak usah bekerja di hotelku lagi. Ayo, duduk kembali dan temani aku makan."
Kinara terkejut. "Apa maksudmu?"
"Kinara, apa susahnya temani aku makan? Jangan persulit dirimu sendiri. Aku tidak memintamu untuk melakukan sesuatu di luar batas. Aku hanya ingin ditemani makan siang, apa itu terlalu sulit untuk kamu lakukan?"
"Tapi ...."
"Tidak akan ada yang tersinggung atau cemburu saat melihat kita bersama. Lagi pula, hubungan kita hanya sebatas bos dan karyawan. Lalu, apa yang kamu khawatirkan? Atau, kamu khawatir kekasihmu marah saat melihatmu bersamaku?"
Kinara terdiam. Dia masih berdiri. Revan lantas menghampirinya. "Ayo, duduk kembali. Setelah ini, kita ke hotel dan kamu sudah bisa melakukan kewajibanmu sebagai karyawanku. Oh, iya, apa kekasihmu ...."
"Aku tidak punya kekasih!" seru Kinara dengan kesal. Revan hanya menahan senyum saat melihat wajah Kinara yang memerah.
Kinara lantas duduk. Walau ragu, dia kembali melanjutkan makan siangnya. Selesai makan, mereka lalu kembali ke mobil.
"Ayo, naik!" ajak Revan.
"Maaf, tapi aku tidak bisa."
"Kenapa? Apa kamu ...."
"Pak Revan, terima kasih karena sudah mengajakku makan siang. Aku sangat berterima kasih, tapi apa ini tidak berlebihan? Aku tidak ingin ada yang salah paham saat melihat kita bersama. Aku ...."
"Kinara, aku mengerti apa maksudmu. Baiklah, terima kasih karena sudah bersedia menemaniku makan siang. Maaf, jika kamu merasa tidak nyaman saat bersamaku, tapi aku tidak punya maksud apa-apa. Aku hanya ingin berteman denganmu, itu saja."
"Ah, berteman, ya? Apa kamu tidak keberatan berteman dengan wanita miskin sepertiku? Apa kamu serius ingin berteman denganku?"
"Jangan banyak tanya!" seru Revan sambil melihat jam tangannya. "Sebentar lagi jam makan siang selesai. Kalau sampai jam makan siang selesai dan kamu belum kembali ke hotel, maka aku tidak akan menerimamu bekerja lagi. Jadi, sebaiknya kamu bergegas."
Revan kemudian masuk ke mobil dan pergi begitu saja. Kinara tampak kesal. Dari kaca spion, Revan melihat Kinara berlari ke arah bus yang melintas. Dia lalu naik ke bus itu.
Sesampainya di hotel, Revan lalu masuk ke ruangannya. Sementara Kinara masih belum datang.
"Ah, gadis itu. Kenapa dia lama sekali? Apa dia memang tidak ingin bekerja?" batin Revan saat melihat halaman hotel dari jendela ruangannya.
Sesaat, dia tersenyum saat melihat Kinara berlari dengan napas tersengal. Revan lantas turun.
Melihat Kinara datang, Pak Yunus lalu menghampirinya. "Apa yang kamu lakukan di sini? Apa kamu ingin diusir?"
Kinara tidak menjawab. Dia masih mengatur napasnya yang hampir habis.
"Cepat, keluar dari sini!" seru lelaki itu sambil menarik tangannya.
"Ada apa ini?" tanya Revan saat melihat Kinara dipaksa keluar dari ruangan itu.
"Maaf, Pak. Aku hanya ingin mengeluarkan Kinara dari sini. Dia bukan lagi karyawan di sini. Karena itu, dia tidak bisa ada di sini," jawab Pak Yunus.
"Kinara, kenapa kamu baru datang?" tanya Revan yang membuat Pak Yunus terkejut.
"Maaf, Pak. Tadi ada kecelakaan di jalan dan menyebabkan kemacetan. Jadi, aku terpaksa berlari ke sini," jawab Kinara dengan napas terengah.
Melihat Kinara kelelahan usai berlari, Revan merasa bersalah karena sudah mengancamnya.
"Masuk dan bekerjalah!" perintah Revan.
"Tapi Pak, bukankah Kinara sudah dipecat?" tanya Pak Yunus.
"Apa kamu tidak mendengar perintahku?" tanya Revan sambil melihat ke arah Kinara.
"Baik, Pak!"
Tanpa memedulikan Pak Yunus yang keheranan, Kinara bergegas ke ruangan yang dikhususkan bagi karyawan hotel. Revan pun pergi begitu saja tanpa peduli dengan lelaki itu.
"Apa aku tidak salah lihat? Kenapa Pak Revan memperkerjakan perempuan itu lagi?" keluh Pak Yunus. Dengan kesal, dia pun pergi.
Melihat Kinara, beberapa temannya menghampirinya. Mereka tampak senang saat melihatnya kembali bekerja.
"Asih, mana Riana? Kenapa aku tidak melihatnya?" tanya Kinara pada temannya itu.
"Dia sudah berhenti bulan lalu."
"Kenapa dia berhenti?"
"Karena dia akan menikah dengan lelaki pilihan orang tuanya," jawab Asih dengan wajah sedih.
"Apa maksudmu?"
"Riana harus merelakan dirinya menikahi lelaki pilihan orang tuanya hanya untuk membayar hutang keluarganya. Ah, gadis yang malang."
Kinara tampak sedih. Riana adalah temannya yang paling memahami dirinya. Kini, teman baiknya itu telah menikah dan menempuh hidup baru dengan lelaki yang tidak dicintainya.
"Kinara, ayo, tugas sudah memanggil," ajak Asih. Kinara mengangguk dan mengikuti gadis itu.
Saat melewati koridor, mereka berpapasan dengan Revan. Asih lantas memberi hormat. Begitu pun dengan Kinara. Melihat mereka, Revan hanya mengangguk tanpa ekspresi dan pergi begitu saja.
Kinara melihat Revan yang tak acuh. Dia berhenti sejenak. "Kenapa wajahnya seperti itu? Apa dia tidak bisa tersenyum saat melihat karyawannya? Ah, sungguh aneh."
Kinara berlari pelan mengikuti Asih yang sudah pergi terlebih dulu. Setibanya di kamar, mereka lantas membersihkan kamar itu.
"Setelah ini, kita ke kamar sebelah," ucap Asih setelah selesai membersihkan kamar itu.
Mereka kemudian melanjutkan tugas ke kamar sebelah. Asih lalu mengetuk pintu beberapa kali. Tak lama, pintu pun terbuka.
"Maaf, Pak. Apa ada yang perlu kami bantu?" tanya Asih sesopan mungkin.
"Masuklah," ucap seorang lelaki mempersilakan mereka masuk.
Tampak suasana kamar yang tenang. Tidak terlihat kalau kamar itu berantakan.
"Maaf, Pak. Sepertinya tidak ada yang perlu kami lakukan," ucap Kinara setelah memperhatikan kamar itu.
"Apa kalian yakin?" tanya lelaki itu.
"Maaf, Pak. Apa ada yang kurang memuaskan dari pelayanan kami?"
Lelaki itu lalu menghampiri Asih. Dia berdiri di belakang wanita itu sambil memperhatikan bagian belakang tubuhnya. Sementara Kinara tidak menyadari akan hal itu. Dia tengah memeriksa ruangan kamar mandi.
Saat kembali, Kinara terkejut saat melihat lelaki itu hampir mencium Asih dengan paksa. Kinara lantas berlari dan mendorong lelaki itu hingga tersandar ke dinding.
"Asih, kamu tidak apa-apa?" tanya Kinara sambil memeriksa leher Asih yang memerah karena sempat ditarik paksa.
Asih tampak menangis. Dia begitu ketakutan. Tidak terima, Kinara lalu mendekati lelaki itu.
"Dasar bajingan!" Kinara tampak marah. "Aku akan melaporkanmu pada polisi," ancam Kinara.
Lelaki itu hanya tertawa sinis saat melihat Kinara. Dia lalu mendekatinya. "Jangan berpura-pura suci di depanku. Katakan saja, berapa yang harus aku bayar agar kalian bisa menemaniku di sini. Ah, kalian berdua cukup cantik. Aku bisa memberikan lebih pada kalian. Katakan, berapa yang kalian inginkan?"
Kinara mengepal. Dia lalu menampar lelaki itu. "Lihat saja, aku akan melaporkanmu pada polisi. Kamu sudah melecehkan kami. Apa kamu pikir aku takut padamu?"
"Lapor saja, aku tidak takut," ucap lelaki itu.
Kinara lalu membawa Asih keluar dari kamar itu. Dia bermaksud untuk melaporkan kejadian itu pada Revan. Namun, Pak Yunus segera menahannya.
"Kinara, apa yang kamu lakukan?" tanya lelaki itu sambil mengikuti mereka.
"Aku akan melaporkannya pada Pak Revan. Laki-laki kurang ajar itu pantas untuk masuk penjara," jawab Kinara.
"Apa kamu pikir Pak Revan akan menanggapinya? Apa kamu tidak tahu siapa pelanggan di kamar itu?"
Kinara berhenti. Dia menatap Pak Yunus dengan tatapan tajam.
"Aku tidak peduli siapa dia. Dia sudah dengan sangat berani menyentuh Asih. Apa kita hanya diam saja saat melihat teman kita diperlakukan seperti itu?"
"Jangan bodoh! Jika kamu melaporkannya, itu hanya akan menambah citra buruk pada hotel ini dan itu akan berpengaruh pada reputasi hotel ini. Apa kamu mau hotel ini dinilai buruk di mata semua orang?"
Kinara terdiam. Dia mengepal. Saat melihat Pak Yunus menunduk di depan lelaki itu, Kinara semakin naik darah.
"Kinara, sudahlah. Jangan lanjutkan lagi masalah ini. Aku tidak apa-apa, kok," ucap Asih sambil menyeka air matanya.
"Kenapa bicara seperti itu? Apa kamu akan membiarkannya melakukan hal buruk itu lagi pada wanita lain? Kalau kita hanya diam, dia akan semakin besar kepala."
"Sudahlah, jangan diteruskan lagi. Kinara, aku mohon, jangan katakan apa pun pada Pak Revan atau siapa pun tentang masalah ini. Lebih baik kita diam. Besok, lelaki itu akan check out dan masalah ini jangan diungkit lagi."
Asih lalu pergi. Kinara tidak bisa menerima keputusannya. Dia bermaksud mengejar, tetapi Pak Yunus menahannya.
"Baru masuk kerja sehari saja sudah membuat keributan. Apa kamu ingin mencari perhatian Pak Revan? Ah, aku tahu sekarang. Apa jangan-jangan kalian sengaja merayu lelaki itu dan memfitnahnya biar kalian bisa mendapatkan uang? Begitu?"
Kinara mengepal. Dia menatap lelaki itu dengan tatapan yang tajam.
"Apa maksudmu? Apa kamu pikir kami serendah itu?"
Lelaki itu tersenyum sinis. "Siapa tahu kalian memang seperti itu? Kinara, jangan bertingkah sok suci di depanku. Kamu itu ...."
Kinara lalu menamparnya. Dia sudah tidak tahan dengan sikap dan ucapan lelaki itu.
Tidak terima ditampar, Pak Yunus berniat membalas menamparnya. Namun, melihat beberapa orang melintas di depan mereka, dia menahan diri.
Kinara lalu pergi. Pak Yunus menyentuh pipinya yang terasa panas. Dia mengepal saat melihat Kinara pergi begitu saja.
"Perempuan sialan! Beraninya dia menamparku. Akan aku balas perbuatanmu itu," umpatnya dengan wajah memerah.
Pukul 11.00 malam, Kinara bersiap untuk pulang. Karena permintaan Asih, Kinara tidak jadi melaporkan kejadian tadi pada Revan. Dia terpaksa diam.
Kinara menuruni anak tangga dan keluar lewat pintu belakang. Dia bermaksud untuk menunggu bus yang biasa lewat di jalan itu.
Suasana tampak lengang. Karena menunggu terlalu lama, Kinara lalu berjalan sembari sesekali melihat ke arah jalan.
Tiba-tiba, hujan turun dan memaksanya untuk berteduh di halte. Di tempat itu, hanya dirinya dan dua orang yang duduk tidak jauh darinya.
Hujan turun semakin deras. Terpaksa, dia harus berteduh dan menunggu bus yang belum juga tampak.
Karena menunggu terlalu lama, dua orang itu lalu pergi dengan taksi. Kinara kini sendirian di tempat itu.
"Aku tidak bisa pulang kalau menumpang taksi. Uangku tidak cukup untuk membayar biaya taksi. Ah, kenapa bus-nya belum datang juga?"
Kinara memperhatikan jalanan yang tampak sepi. Karena sudah terbiasa, Kinara tidak merasa takut dengan keadaan seperti itu.
Saat masih menunggu, Kinara melihat seorang lelaki yang berlarian menuju ke tempatnya berteduh. Kinara tampak biasa saja. Dia tidak curiga saat lelaki itu tiba-tiba mendekatinya.
"Maaf, kenapa kamu terus mendekat padaku?" tanya Kinara yang merasa sikap lelaki itu yang aneh.
"Jangan menghindar dariku. Aku tahu kamu juga menginginkannya," ucap lelaki itu. Dia menutupi wajahnya dengan masker hitam dengan jaket tebal yang menutupi kepala dan tubuhnya.
"Apa maksudmu? Jangan mendekat!"
Kinara menghindar darinya, tetapi lelaki itu terus mendekatinya. Karena khawatir, Kinara meninggalkan tempat itu. Dalam guyuran hujan, dia berlari menghindar dari lelaki itu. Namun, lelaki itu terus mengejarnya.
Kinara terus berlari. Suasana tampak lengang. Tidak ada satu pun pengendara yang melintas di tempat itu yang peduli padanya. Kinara tampak ketakutan. Karena terus diikuti, Kinara bermaksud untuk menyeberang jalan. Namun, sebuah mobil dari arah kanan hampir saja menabraknya.
Kinara seketika terjatuh. Dia menangis karena merasakan sakit di bagian kakinya.
"Tidak! Jangan dekati aku!" Kinara mendorong seseorang yang menghampirinya. Dia lalu berdiri dan mencoba menghindar. Dia kembali berlari. Namun, sebuah sepeda motor hampir saja menabraknya. Untung saja orang itu segera menarik tangannya.
"Kinara, apa yang terjadi? Ini aku, Revan."
Kinara menatap Revan yang memegang kedua lengannya. Dalam guyuran hujan dan dinginnya malam, Kinara menggigil kedinginan.
"Revan, tolong aku," ucap Kinara dengan bibir yang membiru. Seketika dia pun ambruk dalam dekapan Revan.
To Be Continued ...

Comentário do Livro (190)

  • avatar
    Jemris

    novel ini adalah salah satu novel terbaik selama saya membaca di NOVELAH. Alur ceritanya rapih tidak tumpang tindih, setiap alur cerita mampu menggugah pembaca. Terimakasih "Mak Halu" buat karya yang satu ini👍

    06/03/2022

      5
  • avatar
    adhityakeefa

    makasih jj

    1d

      0
  • avatar
    SantosoAgung

    keren

    7d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes