logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 4 What’s Wrong?

Pagi harinya, pasca kejadian kemarin. Laisa tak banyak bicara. Ia lebih sering menyendiri di kelas. Bahkan sementara waktu ia bertukar tempat duduk dengan teman lainnya agar tidak berada di samping Dema. Hal ini berlanjut hampir tiga hari lamanya. Dema tidak tahu apa yang terjadi kepadanya.
"Lay, kamu kenapa sih dengan Dema. Kaya tikus sama kucing aja. Lagi berantem ya??"
Ucap Arumi. Teman Laisa yang sekarang duduk di sampingnya. Sementara teman bangku Arumi dulu duduk bersama Dema, namanya Luna. Saat itu Dema sedang tidak di kelas. Ia sibuk bermain bola basket di GOR sekolah sekaligus ingin melepas segala kebingungan yang ia hadapi selama tiga hari ini akibat perempuan bernama Laisa.
Laisa masih diam dan tidak menjawab pertanyaan Arumi.
"Heyy, ditanya kok diam saja ni anak ya. Kamu sudah hampir 3 hari lo ngga bicara sama dia. Macem pasangan yang lagi ngambekan aja."
"Kamu ngomong apa sih Arum, aku benar-benar tidak mood memikirkan dia. Membuat kepala ini pusing saja."
Laisa terlihat memegang kepala sambil menyandarkan siku-siku tangannya di permukaan meja.
"Iya makanya cerita dong, jangan di pendam sendiri. Sebagai teman kamu dari SMP, aku juga ingin memberi solusi buat kamu Lay. Jangan sampai hal ini membuat prestasi kamu menurun lo!"
"Hmm.. Lo bener Arum, tapi aku masih merasa ngga terima dengan ini semua."
“Kamu beneran tidak mau cerita sama aku nih?”
Laisa hanya menggelengkan kepala dan menunduk sembari melipat kedua tangannya di atas meja.
“Oke, aku engga akan maksain kamu untuk bicara Lay.”
“Maafin aku Arumi...”
Laisa di fase bingung. Tidak banyak orang yang mengetahui hal ini kecuali dia dan ibunya. Meskipun sudah berlalu sangat lama, sedari dia berusia 8 tahun tetapi ia masih tidak sanggup membayangkan akibat dari kejadian itu. Ibunya yang mengidap osteoporosis dan ia yang harus hidup seperti itu.
“Oke. Coba kamu omongin baik-baik sama Dema, biar ngga ada salah paham di antara kalian. Dari kemarin tak lihat kamu ngga ada omongan sama sekali dengan dia. At first, Dema bingung karena dia juga merasa engga ngelakuin apa-apa. For the second, kamu sangat terlihat tidak jelas Lay. Mungikin karena naluri sifat introvert kamu atau apa, i don’t know.”
Laisa memikirkan apa yang diucapkan Arumi.
“Aku pengennya begitu Arum, tapi lihat mukanya aja sudah tidak mau.”
“Lay... Come on!”
Arum berusaha membujuk kawan sebangkunya itu.
“Oke, aku coba dulu.”
“Sipp! Good luck. Aku akan membantu kamu biar bisa ketemu sama Dema.”
Arumi memeluk kawan sedari SMP nya itu. Ia jujur merasa kewalahan menghadapi sikap Laisa yang sangat susah ditebak.
***
Tiba waktu istirahat. Arum tadinya meminta Dema untuk ke kantin bersama karena ia sedang tidak ada teman. Arum juga tidak memberi tahu kalau ia akan mengajak Laisa untuk ikut dengannya. Tiba di lokasi Arum meninggalkan mereka berdua. Dema datang dengan ekspresi kebingungan. Ia tidak tahu harus mengatakan apa. Meski dia tidak melakukan kesalahan yang berarti, tetapi menghadapi perempuan yangs elama tiga hari tidak menyapanya sangat membuatnya sungkan. Laisa duduk di pojok kantin. Keadaan kantin masih sepi. Kebetulan kelas mereka sedang kosong, mereka nyelonong pergi ke kantin tanpa sepengetahuan guru-guru.
“Langsung aja, apa sebenarnya masalah lo?” Dema datang menghampiri.
“Kamu bisa tidak duduk dulu, kita bicarakan dengan santai.”
“Buat apa Lay?”
“Lebih baik kamu duduk dulu deh. Aku tidak akan bicara kalau kamu belum duduk.”
“Huft... Aku bingung sama lo. Beneran aneh. Kadang lo kayak gini, kadang terlihat polos, kadang juga penurut dan terlihat cerdas. Bipolar emang lo!”
“Kamu sering mengamati saya?”
Laisa menatap dengan tajam. Ia betul sedang tidak ingin bercanda di siang hari yang bolong.
Dema terpaku. Antara mengakui tetapi malu, atau tidak mengakui tetapi berbohong kepada dirinya dan Laisa.
“Engga juga!” Dema memutuskan untuk berbohong.
Ia kembali menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mengipas-ngipas tubuhnya lantaran udara yang sangat panas usai bermain basket. Ia juga sesekali melihat sepatu yang talinya sudah rapi. Hal itu Dema lakukan karena sungkan saja dengan Laisa.
“Oke. Kita ke intinya. Saya tidak mau berlama-lama dengan anda.”
Laisa berucap dengan nada tegas, namun pelan.
Dema hanya berkata di dalam hatinya, Shittt... apa maksud perempuan ini??
“What’s wrong with you Laisa?” Dema menyela apa yang hendak dikatakan Laisa. Sudah lama ia mengatakan hal itu kepadanya, namun selalu perempuan itu menjauh. Tidak mau menjelaskan. Padahal sikap baik atau buruk Laisa kepadanya itu sangat berpengaruh.
“Haa? Saya tidak suka perkataan saya dipotong. Bisa diam dulu?”
“Okay, i will hear you.”
Dema menghela napas. Sudah tidak tahan dengan cerita Laisa. Dia masih menunggu.
“Dimana ayah kamu sekarang?”
“What? Lo tanya tentang ayah gue? Come on!! Apa hubungannya?”
Dema mulai mengeluarkan nada tinggi. Mbok Yem, penjaga kantin beberapa kali memberi intruksi untuk tenang karena masih jam pembelajaran.
“Saya bertanya sama kamu. Dimana ayah kamu sekarang?”
“Ayahku berada di luar negeri.”
“Apa yang dia lakukan? Sudah berapa lama?” Laisa mendesak.
“Buat apa lo tanya tentang itu?”
“Ya saya ingin tahu saja.”
Dema menghela napas lagi. Ia sangat tidak suka jika seseorang bertanya tentang keluarganya. Apalagi membicarakan semua itu di sekolah.
“Lay, cukupp! Gue tahu lo berniat membicarakan masalah lo dengan gue biar tidak ada salah paham. Tetapi dengan sikap lo yang seperti ini membuat gue semakin berpikir bahwa lo perempuan yang bener-bener aneh. Gue berpikir itu masalah lo dan dengan bodohnya, gue masih aja berpikir bahwa penyebabnya adalah gue. So crazy!!! It’s bullshitt!”
Dema banr-benar naik pitam. Ia berniat meninggalkan tempat duduknya, namun dihalangi oleh Laisa yang juga sama-sama berdiri. Bel istirahat berbunyi. Beberapa siswa sudah terlihat menuju ke kantin untuk melepas penat, lapar dan haus. Namun Laisa masih ingin membicarakan hal tersebut di kantin sekolah. Menahan Dema yang hendak pergi.
“Dema!!! Answer my questions!”
Laisa membentak dan memegang tangan kanan Dema. Ia tidak akan membiarkannya pergi sebelum menjawab pertanyaan tadi.
“Noo! Lepasin tangan gue!”
“Enggak! Kamu jawab dulu pertanyaanku. Itu engga susah kan Dema!”
“It’s my privacy! Lay lepasin! Anak-anak sudah pada di kantin. Lo ngga malu dilihatin mereka?”
“Saya tidak peduli. Kamu harus menjawab pertanyaan tadi dulu!”
BYUURRR!
Air membasahi seluruh seragam Laisa. Ia terkejut dan berusaha mencari tahu siapa yang menyiramnya itu. Ternyata segelas teh berhasil ditumpahkan ke pakaian Laisa. Ia ingin marah dengan sosok yang melakukan itu kepadanya. Sontak, seluruh siswa memperhatikannya. Menyoraki dengan keras dan mengejeknya habis-habisan. Ia dibuat malu saat itu juga.
“Akhirnya lo kembali ke derajat lo yang sebenarnya Laisaa!”

Comentário do Livro (116)

  • avatar
    Dav

    mantap sangat seru dan menarik jadi ga bosen sama novel ini mah semoga bermanfaat buat semua orang lain 😁😁😁😁😁😁😁💗💗😁😁😁💗💗💗💗💗😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️‼️😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😁😃😃😃😃😃😃😃😃😃😃🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿😄😄😄🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿😄😄😄😄😄😄🗿 🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿🗿😄😄😄😄😄😄😄😄😄🗿😄🗿😄😄😄🗿😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄😄🗿🗿🗿🗿🗿

    26/08

      0
  • avatar
    MichelleYan

    terharu dengan cerita nya

    19/08

      0
  • avatar
    AfnaniRafi

    bagus

    04/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes