logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Tukang Minta

Entah kenapa pada akhirnya aku bisa menikah dengan lelaki pelit itu. Padahal sudah jelas untuk urusan  uang sangat sulit keluar dari dompetnya. Bahkan untuk makan pun dia sangat ngirit.
Pagi ini aku kehabisan bahan makanan. Kulkas benar-benar sudah kosong isinya sedangkan uang bulanan dari Bambang tinggal dua puluh ribu. Sebenarnya untukku mengisi perut aku bisa beli via GrabFood, tapi dengan uang pribadiku lho ya. Aku bisa memesan makanan kesukaan ku dengan uang hasil menulis dan jualan onlineku.
Nah, untuk makan Bambang aku masih bingung mau masak apa. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke rumah tetangga sebelah. Mumpung si kecil sedang tidur aku bisa main dengan bebas. Kalau dia sudah bangun sangat susah untukku ngegosip di rumah tetangga.
"Jem, Paijem." Aku memanggil yang empunya rumah. Dialah Paijem, tetangga yang berada di samping rumahku.
"Iya Mbak Nah, ada apa kok pagi-pagi sudah kesini?" Tanyanya ramah.
"Ah, enggak, aku cuma mau main saja. Bosan di rumah terus, kamu masak apa, Jem?" tanyaku basa-basi.
Aku segera masuk rumah dan menuju ke dapur tanpa di suruh yang empunya rumah. Sedangkan Paijem hanya mengikuti ku dari belakang.
"Aku masak…."
"Wah, harum sekali, aku nyoba ya." Tanpa menunggu jawaban darinya aku langsung nyomot perkedel jagung.
'Wah, enak sekali perkedel ini, bisa buat lauk untuk makan siang nanti.'
"Iya mbak, silakan," jawabnya terlihat tidak ikhlas.
"Aku ambil lagi buat orang rumah ya." Tanpa menunggu persetujuan dari Paijem, aku langsung mengambil enam potong perkedel jagung dan memasukkannya ke dalam kantong kresek yang aku bawa.
"Yasudah deh ambil saja." Paijem cemberut melihat tingkahku.
"Ini sayur apa, Jem?"
"Sayur nangka mbak"
"Aku ambil ini juga ya."
Tanpa rasa sungkan aku langsung menuju ke rak piring untuk mengambil mangkok. Dengan segera aku memindahkan sayur tersebut ke dalam mahluk dan hanya menyisakan seperempatnya saja.
"Tapi Mbak, aku cuma masak ini saja, nanti kalau suamiku pulang makan apa dong kalau lauk dan sayurnya Mbak ambil semua," protesnya tidak terima dengan tindakanku.
"Halah, kamu kan bisa masak lagi tho?" 
"Kenapa Mbak tidak masak sendiri saja dan malah merampok di rumahku?"
"Merampok gimana sih, aku kan minta dengan baik-baik," jawabku tidak Terima disebut perampok.
"Tapi Mbak…."
"Bukankah sebagai tetangga itu kita harus saling memberi? Ikhlaskan saja makanan ini ya, aku pulang dulu."
Paijem terlihat gondok sekali menahan amarah dan kekesalan kepadaku. Tapi aku tidak peduli sama sekali dengan sikapnya.
Aku langsung berjalan keluar, saat melewati ruang tamu ternyata di meja aku melihat buah-buahan.
'Wah, ada yang seger-seger nih' seketika jiwa emak-emak pecinta gratisanku langsung meronta.
"Jem, aku minta buahmu ya." Aku mengambil jeruk dan apel di meja, tanpa menunggu jawabannya aku langsung keluar rumah.
"Ja…."
"Terimakasih, aku pulang dulu, lain kali aku kesini lagi ya,"
ucapku sambil melenggang pergi menuju rumahku 
"…ngan Mbak." Samar kudengar jawabannya yang melarangku mengambil buah tapi aku tidak mempedulikannya. Bodo amat.
Aku segera meletakkan hasil rampokanku di lemari makanan. Melihat semua hasil rampokan sepertinya masih kurang untuk makan dua kali.
'Kalau cuma ini saja untuk lauk kami mana cukup, aku harus mencari tambahan lagi. Oh ya, aku lihat kemarin lik Jum menjemur ikan asin, aku mau minta dikit ah.'
Aku bergegas ke rumah lik Jum. Kulihat dia sedang di kebun belakang rumah mengurus tanaman sayurnya.
'Wah, banyak sekali sayur hijaunya, bisalah aku minta untuk isian kulkas yang kosong melompong.'
"Lagi apa lik?" Tanyaku basa-basi.
"Nyiangi rumput Nah, kamu ada keperluan apa kemari?" tanyanya.
"Main saja Lik."
Aku melihat beberapa tanaman sayur sudah siap di panen dan segera menghampirinya.
"Lik aku minta sayurannya ya"
"Ya, ambil saja," jawab Lik Jum sambil terus menyiangi rumput.
Aku langsung memetik sayuran yang ada di sana, terong, kacang panjang, bayam, sawi dan cabai. Segera aku memasukkan semua sayuranku kedalam kresek yang aku bawa dari rumah. Setelah cukup banyak aku mengedarkan pandangan ke segala arah mencari ikan asin kemarin.
'Nah, itu dia dijemur didekat teras rumah.' Aku mendekat ke sana dan melihat ikan kering yang lumayan banyak sedang dijemur.
"Ini ikan apa tho Lik? Kok aku belum pernah melihatnya," tanyaku pura-pura tidak tahu.
"Ikan kembung di keringkan itu, Nah."
"Apa enak tho ikan kayak gini? Pahit paling."
"Enak yo, apa kamu belum pernah nyoba?" tanyanya.
"Belum Lik, tapi sepertinya tidak enak"
"Lha mbok coba dulu baru komentar."
"Lha nanti kalau tidak enak bagaimana Lik?"
"Kamu ini cerewet sekali Nah Markonah, coba kamu bawa pulang sana dan segeralah memasaknya."
'Yes, umpanku ditangkap dengan sempurna oleh si korban, aku memang hebat kan?'
"Beneran aku boleh bawa ini pulang Lik?"
"Iya, dari pada kamu tanya terus enak atau tidak mending kamu nyicipi sendiri."
"Yasudah aku bawa pulang ya Lik."  Aku ambil beberapa ekor ikan dan hanya menyisakan tiga ekor saja. Keluarga lik Jum kan cuma tiga orang, lik Jum, Lik Parmin sama Paminto, anaknya. Sudah pas tho? Masing-masing kebagian sebiji.
"Aku pulang dulu ya Lik" Bergegas aku pulang setelah mendapatkan apa yang kuinginkan.
'Asyik, sekantong sayur dan beberapa ikan kering sudah aku dapatkan, enaknya dapat gratisan tanpa perlu keluar uang.'
'Astaghfirullah....' samar kudengar Lik Jum beristighfar, entah apa yang membuatnya demikian, aku tidak perduli, masa bodo yang penting sayur sudah aku dapatkan. Untuk makan hari ini aku tidak perlu pusing lagi dong.
….
Sore hari waktunya Bambang pulang, dia segera mandi dan menuju meja makan. Memang sudah jadi kebiasaannya setelah pulang kerja langsung makan.
"Mah, makanannya mana?" tanya Bambang yang kaget melihat tudung saji kosong melompong.
"Hari ini aku tidak masak Pa, bahan makanan habis dan uangnya tinggal dua puluh ribu," jawabku berbohong.
"Kok sudah habis sih, gajian masih seminggu lagi loh."
"Lha ya gimana, kebutuhan bulan ini banyak kok."
"Yasudah, ini seratus ribu, cepat kamu beli bahan makanan dan memasaknya, aku sudah lapar."
"Ok bos," jawabku sumringah.
Uang tersebut langsung aku masukkan ke dalam kantong daster lusuh kebanggaan ku. Dengan segera aku keluarkan makanan dari lemari.
"Loh? lha itu sudah ada makanan, dari mana kamu mendapatkannya, Ma?"
"Tadi aku minta Paijem, Pa."
"Kalau begitu mana uangnya, balikin." Bambang merasa ditipu dan meminta uangnya kembali.
"Enak saja suruh balikin, uang yang sudah ada di tanganku tidak bisa diganggu gugat"
"Tapi…."
"Sudah, cepatlah makan, aku mau nengok si gemoy dulu"
"Ealah, kapusan maning!"

Comentário do Livro (60)

  • avatar
    AicaBocil

    ceritanya sangat bagus sekali saya suka

    26d

      0
  • avatar
    NiRa

    bagus ceritanya

    29d

      0
  • avatar
    s******e@gmail.com

    ceritanya sangat bagus

    21/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes