logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Bunga Tinggi

Seperti biasa, hari minggu Bambang dihabiskan dengan main game online. Bisa seharian dia bermain di kamar, bahkan sampai lupa makan, lupa mandi, lupa cuci muka … pokoknya lupa segalanya. Disuruh bantu-bantu pekerjaan rumah pun tidak mau. Apalagi kalau disuruh momong anak, ada saja alasannya.
Ngegame memang paling asyik ditemani segelas kopi dan rokok. Bambang mencari stok rokok yang ada di saku celananya, cukup lama dia mencari tenyata rokoknya sudah habis.
Dia mengambil dompet dan mengecek isinya, ternyata hanya ada dua lembar uang dua ribuan. 'Alamak … bisa kacau ini acara ngegamenya kalau tidak ada rokok. Sedangkan gajian masih dua hari lagi, tidak mungkinkan kalau harus berhutang rokok ke warung, malu deh, masak orang seganteng aku ngutang.'
Bambang keluar rumah mencari istrinya, berniat meminjam uang untuk membeli rokok. Semoga saja Markonah punya simpanan uang.
Dilihatnya Markonah sedang duduk santai menonton sinetron ikan terbang kesayangannya ditemani setoples cemilan di pangkuannya. Memanglah dia ini sukanya ngemil terus, Cita-cita kurus tapi hobinya makan, dasar Markonah.
Tetapi kali ini ada yang berbeda dengan Markonah. Dilihatnya dari ujung kepala sampai ke ujung kaki tapi tidak ditemukan perbedaannya. Dia mencoba memperhatikannya lagi dengan lebih cermat.
Ternyata oh ternyata, dia baru sadar saat Markonah mengambil cemilan ada yang menimbulkan suara gemerincing. Dia memakai gelang baru, entah dari mana dia mendapatkan uang untuk bisa membeli perhiasan tersebut sedangkan untuk makan saja hanya memasak lauk ikan asin terus. 'Ish … tidak bisa dibiarkan ini, aku harus memberinya pelajaran.'
Padahal Bambang tuh jarang sekali bebelian, uangnya mending ditabung saja. Nanti kalau sudah terkumpul mau dia belikan motor baru.
"Hey, markonah, janganlah berlagak seperti orang kaya jika hutangmu masih ada dimana-mana," ucapku gemas melihatnya.
"Maksud Papa apa sih? Aku benar-benar tidak paham lho," jawab Markonah.
"Itu kenapa perhiasan yang kamu kenakan banyak sekali, gelang dan cincin itu baru kan?" Tanya Bambang menyelidik.
"Ya memang baru Pa, kenapa sih? Kok sepertinya tidak suka istrinya pakai perhiasan," jawab Markonah sewot.
"Jadi ini alasan kenapa setiap hari Papa cuma kamu masakin sayur bayam sama ikan asin terus?" tanya Bambang dengan nafas menggebu.
Dia tidak menyangka jika Markonah bisa membeli perhiasan sebanyak itu.
"Hello Bambang Gentholet, ini perhiasan aku beli dengan uangku sendiri ya, jatah belanja darimu tidak pernah bersisa, bahkan seringnya aku harus nombok," jawab Markonah tidak kalah sengit.
"Kamu punya uang dari mana, Mah? Kenapa tidak pernah bilang kepadaku kalau kamu punya uang?" tanya Bambang mulai melunak.
"Rahasia dong Pa, enak saja, kalau aku bilang pasti kamu tidak akan memberiku jatah uang belanja kan Pa? Atau kalau tidak uangku yang akan kamu minta." Markonah tahu betul watak Bambang jika menyangkut uang pasti dia akan sangat pelit.
"Nah, itu kamu tahu. Kitakan suami istri Mah, uangmu uangku juga dong. Jadi kalau aku sedang tidak punya uang, aku bisa pakai uangmu dulu."
Entah prinsip darimana yang pasti Markonah sangat tidak setuju dengan pernyataan itu.
"Ish … ogah aku Pa, yang namanya uang istri ya tetap uang istri, tidak ada hukum yang menjelaskan uang istri adalah uang suami Mbang Bambang. Tapi uang suami adalah milik istrinya."
"Kok begitu sih mah?" Protes Bambang
"Ya memang begitu kok hukumnya."
"Yasudah kalau begitu, Papa minta uang buat beli rokok Mah, Papa belum gajian nih," ucap Bambang mengiba.
"Minta? Memangnya aku ini Emakmu apa pakai minta-minta uang ke aku," protes Markonah.
'Enak saja dia mau minta uang, ngasihnya ke aku saja dikit kok mau diminta lagi.'
"Yaelah Mah, masak sama suami sendiri kaya gitu."
"Tidak ada ya istilah minta, kalau mau pinjam aku kasih deh, bagaimana Pa?" Markonah memberi penawaran.
'Aku tidak akan mau rugi dong Pa.'
"Yasudah deh, Papa minjam uang untuk membeli rokok. Besok kalau sudah gajian aku ganti."
"Berapa?" tanya Markonah.
"Lima puluh ribu, Mah."
"Ingat ya, gajian ganti, ditambah dengan bunganya."
"Iya Ma, eh … kok pakai bunga segala sih?" Bambang merasa keberatan jika harus berbunga.
"Ya tidak apa-apa dong, uang-uangku sendiri kok, mau atau tidak? Kalau tidak mau tidak usah merokok saja." Markonah memberikan pilihan yang menguntungkan untuk dirinya sendiri.
"Yasudah deh, tidak apa-apa pakai bunga" Akhirnya dia pun pasrah dengan permintaan Markonah. Entah berapa bunga yang akan diberikan Markonah, untuk saat ini Bambang tidak terlalu peduli yang penting dia bisa merokok.
"Nah, begitu dong, Pa."
Bambang pun segera pergi ke warung untuk membeli rokok. Dalam hati dia menyayangkan sikap Markonah yang sangat pelit jika sudah bersangkutan dengan masalah uang.
Setelah sampai di warung dia memesan rokok favoritnya dan segera pulang untuk melanjutkan bermain game online.

Markonah tidak sabar menunggu uang yang akan dikembalikan Bambang. Dia memang berencana mengerjai Bambang yang sangat pelit itu. Kalau tidak dengan cara curang maka jarang sekali Markonah mendapatkan jatah belanja yang lebih.
Saat gajian pun tiba, Markonah sudah menunggu kepulangan Bambang di depan rumah dengan tidak sabar. Rencananya Markonah mau membeli bakso langganannya setelah dia mendapatkan uang.
Akhirnya yang ditunggu pun tiba juga. Terlihat Bambang datang dengan wajah lesunya. Sepertinya dia tahu kalau hari ini akan di rampok Markonah.
"Pa, hari ini gajian kan?"
Bambang hanya diam dan terus berjalan masuk ke dalam rumah. Dia meletakkan tas di meja dan  duduk di kursi. Sedangkan Markonah sedari tadi mengekor dari belakang.
"Pa, ditanyain kok diam saja sih?"
"Iya Ma, ini uang belanja kamu satu bulan" Bambang menyerahkan beberapa lembar uang berwarna merah kepada Markonah.
"Oke Pa, terimakasih, terus uang yang Papa pinjam buat beli rokok itu mana?" tanya Markonah menagih uangnya.
"Oh ya, ini uangnya, kamu ada kembalian lima puluh ribu tidak?" tanya Bambang sambil menyerahkan selembar uang seratus ribuan.
"Ini pas uangnya Pa," jawab markonah sambil mengantongi uang tersebut.
"Loh, hutangku kan cuma lima puluh ribu Ma, kok bisa jadi seratus ribu sih?" Protes Bambang.
"Hutangnya memang cuma lima puluh ribu, tapi bunganya seratus persen," Jawab Markonah santai sambil melenggang ke dalam kamar.
"Kok banyak banget sih Ma?" tanya Bambang sambil mengikuti Markonah.
"Ya memang begitu kok, lain kali kalau mau pinjam yang banyak sekalian ya Pa, biar aku untungnya juga banyak hahaha," Markonah tertawa dengan keras memperlihatkan barisan gigi yang ada bekas cabenya. Dia sangat senang karena berhasil mengelabuhi Bambang.
"Duh dek … Kapusan aku iki!" Bambang mengacak rambutnya dengan kasar, merasa frustasi karena dipermainkan oleh istrinya sendiri.

Comentário do Livro (60)

  • avatar
    AicaBocil

    ceritanya sangat bagus sekali saya suka

    27d

      0
  • avatar
    NiRa

    bagus ceritanya

    29d

      0
  • avatar
    s******e@gmail.com

    ceritanya sangat bagus

    21/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes