logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 6 Hipnotis dan Penipuan 1

Besoknya aku sudah berpamitan dengan Via dan keluarganya. Kami berangkulan satu sama lain. Ia berkaca memandangku. Ia juga menepuk-nepuk pundakku. Mata Via sudah berkaca-kaca.
"Kamu yang sabar dan kuat ya," ucapnya padaku. Mata Via terlihat sangat sedih. Mungkin ia juga merasakan apa yang aku rasakan.
"Iya doain ya, kamu juga semoga sukses," ucapku tulus.
Akupun naik ojek ke terminal. Aku naik bus jurusan Surabaya. Disanalah kisah pilu yang lainya berdatangan. Kulihat seorang nenek berdiri melihat ke arah kursi. Kemudian ia mencoba memilah-milah tempat duduk. Ternyata ia memilih duduk di sampingku. Aku sedikit menggeser barangku. Isinya adalah buah pir.
Ibunya Via yang telah membelikan buah itu. Katanya sebagai bekal ketika naik bus. Ada juga nasi yang sudah di persiapkan di dalamnya. Seketika perutku tiba-tiba keroncongan. Aku lagi tidak ingin makan nasi karena tadi sudah sarapan. Kuambil buah pir satu biji. Kubersihkan terlebih dahulu memakai tisu makan. Kumakan buah itu perlahan. Sambil mendengarkan musik dalam ponselku. Aku menikmatinya dan melupakan masalah sejenak.
Aku melirik nenek di sampingku. Aku ingin memberikan sebagian pirku padanya.
"Non saya boleh minta pirnya," ucap nenek tersebut dan aku baru saja mengambilnya.
Kuberikan satu buah pir kepadanya. Ia langsung makan dengan lahap. Tanpa berterima kasihpun aku sangat bahagia. Karena aku bisa membantu nenek yang sedang lapar.
"Nona orang mana?" tanyanya.
Dengan senang hati aku menjawabnya.
"Saya orang Suroboyo Nek," jawabku.
"Oalah orang Surabaya, Nenek juga Surabaya," jawabnya.
"Surabaya mana Nek?" tanyaku penasaran.
"Dekat terminal Purabaya Mbak," jawabnya.
"Wah kebetulan, rumahku juga Purabaya Nek," ucapku. Nenek tersebut bercerita tentang cucunya. Aku mendengarkan dengan seksama. Entah dari mana penjelasanya cerita nenek tersebut sampai kepada masalah patah hati.
"Memang orang patah hati itu kelihatan dari raut wajahnya," ungkapnya.
Aku jadi meraba diriku. Apakah nenek ini tahu kalau aku sedang patah hati.
"Lebih baik segera di lupakan atau melalui jalan pintas," ucapnya lagi.
Dalam batinku bertanya-tanya. Apa maksud dengan jalan pintas?
"Maaf Nek maksudnya apa ya jalan pintas? Tanyaku yang tiba-tiba penasaran. Entah kenapa aku ingin bertanya lebih jauh.
"Aku bisa membuat mantan pacarmu itu kembali padamu bahkan orang tuanya juga menerimamu apa adanya," ujarnya.
Entah kenapa aku merasa tertarik dengan perkataan nenek.
"Kemarin juga ada anak kuliah yang nangis-nangis. Ia pergi ke nenek dan minta tolong. Pacarnya tiba-tiba minta putus padahal mereka sudah menetapkan tanggal pernikahan. Ia kebingungan. Akhirnya meminta tolong nenek untuk membuat pacarnya kembali padanya. Tidak kurang dari dua hari sang pacar menghubunginya. Dan mereka akhirnya menikah satu bulan yang lalu," ungkapnya panjang lebar.
Aku berpikir keras. Dengan cara apa nenek ini bisa membuat orang dalam sekejap berubah. Aku semakin penasaran. Namun tatapan orang yang berada di samping kanan kursi kami memandangku dengan heran. Ia seorang bapak-bapak. Sepertinya bapak itu ingin mengatakan sesuatu padaku namun bibirnya terkunci entah kenapa. Sedangkan aku tetap lanjut mendengar penuturan nenek.
"Kamu mau mantanmu kembali?" tanyanya.
Seketika aku merasa itu benar. Akupun mengangguk meski agak ragu-ragu.
"Baiklah kamu harus bayar dulu sekitar lima ratus ribu," ucap nenek itu.
"Sontak aku kaget namun aku ingin membayarnya. Demi Mas Rendra kembali dalam kehidupanku.
"Kapan itu Nek?" tanyaku.
"Sekarang, nanti kamu simpan nomor nenek. Nenek akan telpon jika pacarmu akan balikan sama kamu.
Tanpa pikir panjang aku langsung setuju. Kuberikan uang lima ratus ribu padanya. Aku juga bertukar nomor ponsel. Handphone sang nenek terlihat sangat tua dari jaman dulu banget. Bus terus melaju hingga nenek memintaku untuk ganti tempat dudukpun aku juga patuh.
Akhirnya sampailah di Purabaya. Aku turun lebih dulu sehingga aku tidak bersama nenek yang tadi. Aku juga tidak bertanya siapa namanya.
Aku bingung mau pulang kemana akhirnya aku naik ojek ke kosan. Meski menempuh satu jam aku tidak masalah asalkan bukan rumah. Aku ingin menangis di kos. Agar ayah dan ibu tidak tahu jika aku sedang sedih. Apalagi ketahuan jika aku berbohong. Lebih baik aku ke kosan.
Satu jam kemudian aku sudah sampai di kos. Ingin kurebahkan tubuhku. Namun aku memilih untuk mandi. Setelah mandi dan ganti pakaian. Kulihat ponsel. Ada panggilan masuk dari ibu dan ada pesan darinya juga.
"Kapan pulang? acaranya sudah selesaikan?" tanyanya.
Akupun langsung menjawab. Agar nantinya ibu tidak khawatir.
"Besok Bu," jawabku singkat.
Kurebahkan tubuhku di kasur. Enak rasanya. Aku melihat langit -langit kamar. Dan terjadi lagi. Semua ingatan berkelebat dalam pikiranku. Aku mengingat kembali Mas Rendra. Air mataku bercucuran. Aku sakit hati meski aku masih mencintainya. Aku patah hati sekaligus berharap ada keajaiban. Meski mengucapkan selamat tinggal aku tidak rela.
Aku benar-benar menumpahkan air mata yang tertahan. Aku menikmati tangisanku.
Kulihat ponsel lagi. Benar-benar tidak ada pesan atau panggilan dari Mas Rendra. Rasanya hampa dan sepi. Aku sudah kehilangan waktu bersamanya. Jika tidak serius denganku kenapa harus di lanjut dari dulu? Kenapa juga aku yang harus di sakiti. Itu tidak adil.
Ponselku berdering kukira dari Mas Rendra. Ternyata nomor tidak dikenal. Aku angkat nomor tersebut.
"Halo ini dengan Mbak siapa ya kemarin nenek lupa?" ucap nenek yang bertemu di bus tadi.
"Oh iya Nek, ada apa?" Dengan santainya aku bertanya.
"Nanti mantan pacarmu akan menghubungimu tunggu saja," ucapnya.
"Iyakah Nek, bagus kalau begitu," jawabku dengan gembira.
"Untuk itu Nenek boleh di transfer pulsa, soalnya nenek tidak punya pulsa untuk menghubungimu. Nenek akan terus pantau hingga mertuamu juga akan hadir besok. Jadi persiapkan jamuan makan yang enak ya," ungkapnya.
Hatiku berbunga-bunga mendengar penuturan nenek. Inikah yang dinamakan keajaiban? Inilah yang aku butuhkan sekarang. Pasti Mas Rendra akan datang melamar. Aku harus memberitahu ibu dan cepat pulang.
"Halo-halo," ucap Nek.
"Iya Nek," jawabku.
"Belikan pulsa dua ratus ribu ya, sekarang. Nenek tunggu ya, nanti nenek telpon lagi," ujarnya.
"Iya Nek," jawabku singkat.
Akupun langsung mentransfer pulsa dua ratus ribu padanya. Pulsa terkirim. Aku berharap apa yang aku lakukan semoga membuahkan hasil. Sehingga ada titi terang tentang Mas Rendra. Sebenarnya dalam lubuk hatiku yang terdalam aku tidak ingin berpisah denganya.
Cukup langka menemukan laki-laki seperti Mas Rendra. Meski ia telah menyakitiku tetapi aku adalah tipe pemaaf sebenarnya. Sehingga sesuatu yang menyakitiku rasanya tambah hari justru terlupakan. Kali ini aku ingin bersama Mas Rendra. Aku akan terus berjuang sebelum jalur kuning melengkung. Entahlah kenapa perasaanku berubah menjadi semakin ingin bersamanya.
Padahal jelas-jelas aku kemarin sangat membencinya dan kuucapkan selamat tinggal.

Comentário do Livro (470)

  • avatar
    KilauKaysan

    baik

    5d

      0
  • avatar
    PramadhaniAlya

    10000 sama aku

    14d

      0
  • avatar
    Anisa Syafana Kalimantana

    ☺️keren

    22d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes