logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 5 Sebuah Keputusan

"Kamu tidak menceraikannya dan menikahi aku itu artinya aku ini istri kedua mas," teriak Kania.
"Kamu tega bohongin aku mas, kamu tega."
Tangis Kania semakin pecah, ia tak menyangka lelaki yang sangat ia cintai adalah suami orang. Lebih menyakitkan tak ada seorang pun yang memberitahu Kania soal ini, Kania dan Ilham berpacaran cukup lama sejak Kania masuk kuliah dan selang beberapa bulan bertemu dengan Ilham lalu menikah ketika Kania sudah selesai kuliah.
Perhatian, kasih sayang dan semua yang ia dapatkan dari Ilham membuat Kania tak pernah ragu pada Ilham, Kania tak menaruh curiga sedikit pun pada lelaki itu bahkan ketika Ilham melamar Kania mantap menerima lamaran itu karena hati Kania telah terpaut pada sosok lelaki bernama Ilham.
"Maafkan aku Kania, aku hendak menceraikan perempuan itu. Tapi lagi-lagi aku harus berusaha menjaga hati syurgaku agar tetap bahagia. Mama melarangku untuk menceraikan Naina," ucap Ilham.
Betapa semakin hancur hati Kania mendengar itu semua, teringat ucapan mertuanya betapa sangat besar cintanya bahkan ia rela memberi kue perayaan pernikahan untuk menantu kesayangannya itu. Perih, sakit dan entahlah perasaan apa yang hadir dalam hati Kania. Rasanya tak ada kata yang mampu mengjabarkan apa yang saat ini sedang Kania rasakan.
"Ceraikan aku mas," lirih Kania.
Mata Ilham membulat sempurna, ia meraih tubuh perempuan yang selalu membuat hatinya berdebar ketika memandang kedua bola mata itu, Kania mencoba melepaskan pelukan Ilham tapi tangan kekar Ilham berhasil mempertahankan pelukannya, semakin keras usaha Kania lepas dari pelukan Ilham, semakin kuat Ilham memeluk Kania hingga tubuh Kania pun melemas.
Dicium pucuk kepala Kania, Ilham dapat merasakan apa yang Kania rasakan. Hati kecilnya sudah sejak lama merasakan sakit itu, ia tahu sejak awal menikahi Kania merasa melakukan kesalahan tapi ia menyetujui permintaan mamanya agar bisa bersama dengan Kania. Ya, restu mama Ilham hadir jika Ilham tidak menceraikan Naina.
"Tetaplah bersamaku, jangan pernah memintaku untuk menceraikanmu karena sampai kapanpun aku tak akan melakukan itu."
Kania tak berbicara apa-apa, tangisnya semakin tersedu, napasnya terasa sangat sesak dan bibirnya kelu.
"Aku belum pernah menyentuhnya lagi selepas pemakaman itu, pelukanku hanya kulakukan atas perintah mama bukan dari dalam hatiku. Dan setelah itu aku tak pernah bertemu dengan dia lagi."
***
"Terima kasih Ilham kamu mau mewujudkan keinginan tante Dewi. Om sangat berhutang budi padamu, sebagai balasan nanti jika selesai kuliah om akan memberikan kamu pekerjaan yang layak sesuai kemampuan kamu."
Suara tegas itu membuat senyum mama Ilham merekah, pertemuan keluarga setelah satu bulan kepergian tante Dewi. Tapi tak ada Naina, menurut cerita Om Darmawan, Naina masih bersedih tak bisa semudah itu melupakan ibunya.
"Terima kasih sebelumnya om," ucap Ilham.
"Kalian masih muda, jalan masih panjang. Om tak akan menghalangi kamu untuk melanjutkan sekolah dan fokus pada mimpi-mimpimu begitu pun dengan Naina, impiannya menjadi designer harus tetap terwujud. Maka dengan itu om akan membawa Naina pergi melanjutkan kuliah keluar negeri lagi pula kalau di sini terus khawatir Naina terus teringat ibunya."
"Aku setuju Darmawan, nanti setelah mereka dewasa kita bisa melaksanakan kembali proses akad dan resepsi. Sekarang yang terpenting Dewi sudah pulang dengan tenang," ucap Mama.
Ilham terkejut mendengar ucapan mama itu, ingin membantah tapi mamanya sudah menajamkan matanya.
"Baiklah, kalau begitu. Aku titip menantuku, jaga dia baik-baik."
"Tenang saja, Ilham akan setia menunggu Naina. Iya kan ham?" tanya mama pada Ilham yang seketika terkejut mendengar pertanyaan mama.
"I-iya om, tenang saja."
Terpaksa Ilham menjawab pertanyaan mama, ia seakan terjebak dalam sebuah janji yang tak yakin ia bisa memenuhinya.
Sejak saat itu Ilham dan Naina menjalani kehidupan masing-masing. Mereka asyik dengan dunianya sendiri, tanpa komunikasi, meski mama Ilham sering melakukan panggilan video, memberikannya pada Ilham tapi selalu Ilham tolak dengan berbagai alasan.
Hingga akhirnya Ilham bertemu dengan Kania, adik tingkatnya yang membuat desir di hatinya selalu terasa setiap bertemu dengan Kania, hatinya kuat ingin memjalin hubungan dengan perempuan berhati lembut itu. Tak ada perempuan yang mampu menolak pesona Ilham hingga Kania pun luluh pada Ilham.
***
"Sungguh hanya kamu yang membuatku jatuh cinta. Aku tak pernah bertemu dengannya lagi, malam itu pun aku tak bermaksud menemui. Aku sedang meeting dan makan malam di tempat itu, semua terjadi secara kebetulan."
Kania membisu mendengar semua kisah masa lalu itu, sungguh tak bisa ia terima dengan kenyataan ini bahwa bagaimanapun secara hukum dari keyakinan yang dianutnya, posisinya saat ini adalah istri kedua meski Ilham terus menampim hal itu.
"Aku istri kedua, aku istri kedua."
Kania terus berujar itu, dengan nada suara parau. Luka itu terasa sakit, Ilham dapat merasakannya, ia mengencangkan pelukannya pada Kania, menepis semua ucapan Kania yang terus berujar hal itu.
"Aku tidak pernah mencintainya Kania, sungguh hanya kamu perempuan yang ada di hati ini sejak dulu," ucap Ilham.
"Tapi bagaimanapun dia istri kamu mas, ada hak dan kewajiban yang harus kamu tunaikan mas. Dulu mungkin kalian masih terlalu dini, tapi sekarang kalian sudah desawa, sudah tahu mana hak dan kewajiban sebagai suami istri. Kamu berdosa jika tak menunaikan kewajibanmu sebagai seorang suami mas, dan aku tak mau berbagi. Jadi tolong mas, ceraikan aku kembali lah padanya, bukankah kamu ingin melihat mamamu bahagia. Ceraikan aku dan menikah lagi lah dengan perempuan itu."
"Tidak Kania, selama Naina tak menuntut hak itu dan dia ikhlas semua aman Kania."
"Mas, dia tidak tahu pernikahan ini kan?" tanya Kania, Ilham mengangguk.
"Artinya jika dia tahu mungkin dia pun akan menuntut hal yang sama diceraikan dan memintamu menikahinya. Aku nggak bisa mas, aku nggak bisa."
Kania meraung, dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu mengusapnya, pelukan Ilham yang sejak tadi sudah terlepas membuat Kania leluasa untuk berdiri dan pergi.
"Kania ...."
"Biarkan aku sendiri mas, sampai kamu bisa memutuskan siapa yang akan kamu pertahankan."
Ilham menatap nanar punggung itu, membiarkannya lenyap dari pandangan dan dia berada pada dua pilihan yang disuguhkan oleh Kania.
---
Keputusan apa yang akan diambil Ilham?

Comentário do Livro (232)

  • avatar
    FAHIMRIFA

    bagus,sepertinya kisahnya menyedihkan.baru sedikit membacanya,tapi...sudah sedih duluan.

    15h

      0
  • avatar
    ANCAH JELAJAHANCAH JELAJAH

    ini sangat seruh

    5d

      0
  • avatar
    SianturiSondang

    seruuuuuuuuuuu.....

    14d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes