logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 7 Merasa Tersingkirkan

Selama Rayhan berkemas, Anna selalu tersenyum sambil bersenandung ceria. Menunggu seseorang yang sangat berarti baginya dengan perasaan senang.
"Bang Rayhan, sudah selesai belum?" tanya Anna penasaran seraya menghampiri Rayhan yang sedang memasukkan pakaian Anna ke dalam tas jinjing.
"Sebentar, dikit lagi sudah selesai, kok," jawab Rayhan tanpa berbalik badan menatap ke arah Anna langsung.
"Memangnya apa lagi yang belum dikemas? Biar aku yang bantu saja, Bang," tawar Anna yang melongok isi dalam tas jinjingnya.
Rayhan menolehkan kepalanya menatap ke arah Anna yang berada di sampingnya. "Enggak perlu, kamu duduk saja di sana. Abang cuma tinggal ambil peralatan mandi kamu doang, kok," tolak Rayhan secara halus sambil menarik sleting tas jinjingnya.
Raut wajah Anna mendadak berubah cemberut. Anna pun pergi ke arah ranjang pesakitan-nya lagi dengan kaki dihentakkan di lantai kesal.
Rayhan menggelengkan kepalanya takjub. Kedua matanya pun melotot sambil berkacak pinggang.
"Anna, kamu itu masih agak pucat dan lemas. Abang enggak mau nanti kamu kecapean lagi, terus dirawat di rumah sakit yang sama. Emangnya kamu mau tinggal lebih lama di sini?" tanya Rayhan mengangkat sebelah alisnya.
Bibir Anna semakin maju ke depan seperti bebek. "Kalau itu aku sangat tahu bangat, Bang. Tapi aku enggak selemah apa yang Bang Rayhan bayangkan. Masa cuma bantu berkemas enggak boleh. Ya kali jantung aku sudah selemah itu," jawab Anna dengan sewot.
Gerakan tangan Rayhan terhenti di udara mendengar penuturan yang dikeluarin dari bibir pucat Anna. Dada Rayhan berdesir ngilu saat sebuah memori berputar di kepalanya.
"Iya, Abang paham, kok. Maaf sudah bikin kamu jengkel," tutur Rayhan dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Dan Abang juga sangat mengerti, karena dokter sudah menyarankan untuk kamu tidak melakukan hal - hal apapun. Karena kenyataannya jantung kamu sudah tidak sehat seperti biasanya," sambung Rayhan di dalam hatinya.
Hingga sebuah tangan dingin menyentuh lengan kekar milik Rayhan. Wajah polos yang ditampilkan oleh Anna membuat Rayhan tidak mampu menahan keinginannya ingin memeluk Anna dengan erat - erat.
"Jangan takut, ya. Masih ada Abang di sini," ucap Rayhan dengan lirih.
Anna mendongak kepalanya ke atas. "Memangnya kenapa, Bang? Kok, bang Rayhan jadi aneh kayak gini, sih," tanya Anna yang kebingungan.
"Enggak apa - apa. Abang cuma lagi ingin saja ngomong kayak gitu," jawab Rayhan yang berkilah.
"Tapi, bukannya kematian itu selalu menakutkan dan menghantui setiap manusia. Kalau aku disuruh enggak boleh takut, berarti aku bukan manusia dong, Bang Rayhan," celetuk Anna dengan polos mengedipkan kedua matanya.
Tubuh Rayhan menegang seketika. Usapan di balik punggung Anna pun terhenti seketika. "Kamu jangan selalu bawa - bawa maut di dalam obrolan kita. Abang sangat enggak suka dengarnya," sungut Rayhan menatap serius wajah Anna.
"Kenapa lagi 'sih, Bang. Kan, emang maut selalu ditolak kehadirannya sama siapa pun. Tetapi, karena maut juga kita bisa belajar melepaskan dengan ikhlas. Bukan melepaskan karena paksaan," jelas Anna yang mencoba memberikan pengertian pada Rayhan.
"Intinya kamu harus janji sama Abang kalau kamu enggak akan pernah tinggalin Abang," tutur Rayhan.
"Aku enggak bisa janji, Bang," balas Anna dengan lembut.
***
Di meja nomor delapan ada Shea yang terkurung dalam suasana tegang sekaligus v
canggung di antara Arsen, Banyu, dan Bisma. Berulang kali Shea melirik ke kanan, ke kiri, dan ke depan.
"Kalian pada enggak ada yang niatan mau pesan makanan dan minum?" tanya Shea membuka suaranya untuk mengusir rasa tegang dan canggung di antara mereka berempat.
Dengusan kasar keluar dari bibir Banyu. "Pesan saja sendiri. Ngapain nungguin kita, lo 'kan punya mulut sama kaki," sahut Banyu yang berisi kata sindiran untuk Shea.
Shea menekuk wajahnya mendengar sindiran dari Banyu. Lantas saja Shea menarik tangan Bisma untuk mengajaknya memesan makanan dan minuman di meja bar.
"Boleh aku panggil kak Bisma dengan sebutan abang?" tanya Shea yang berjalan menggandeng lengan Bisma.
Samar - samar indra pendengaran Banyu menangkap pembicaraan di antara Shea dengan Bisma. Namun, semua atensi Banyu dihancurkan ketika sebuah bunyi ketukan di atas meja mengalihkan fokusnya.
"Jadi, kenapa lo enggak suka sama Shea? Apa karena dia mirip sama Andrhea atau lo takut kejadian kelam lalu kembali timbul ke permukaan?" tanya Arsen dengan sinis.
Banyu mengangkat sebelah alisnya menatap sinis balik Arsen. "Harusnya gue tanya itu sama lo. Kenapa lo harus bawa dia masuk ke dalam masalah kita yang pelik ini. Lo sengaja mau nostalgia sama dia, tapi lo anggap dia sebagai pengganti Andrhea?" tebak Banyu yang sangat benar menebak rencana Arsen.
Senyuman miring Arsen seketika lenyap tergantikan dengan raut wajah yang terkesan amat dingin. Sedangkan Banyu semakin melebarkan senyumannya.
"Apa perlu gue bongkar makam Andrhea buat bukti kalau lo adalah cowok terberengsek di dunia hingga akhirat. Semuanya ada timbal baliknya, Sen. Jangan anggap remeh sebuah karma," sambung Banyu yang semakin menantang Arsen.
Tawa sumbang dari Arsen mengudara hingga bergema di indra pendengaran Banyu. "Lo enggak usah ikut campur urusan gue. Atau lo juga mau ikut andil dalam rencana yang gue sudah susun?" Arsen mengangkat sebelah alisnya, menatap remeh ke arah Banyu.
"Sialan lo!" seru Banyu marah sambil menggebrak meja hingga mengagetkan pengunjung lainnya.
Merasa ada yang tidak beres antara Arsen dan Banyu. Shea lantas meminta Bisma langsung untuk menyusul ke arah meja di mana ada Arsen dan Banyu. Sedangkan, Shea harus tetap menunggu pesanannya datang.
"Lo berdua kenapa, sih?!" tanya Bisma menunjuk ke dua temannya dengan sewot.
"Asal kalian tahu ya, sikap lo - lo pada kayak bocah kecil tahu enggak! Gara - gara kelebihan makan daging, lo berdua jadinya sering darah tinggi terus," cerocos Bisma yang diakhiri dengan dengusan kasar.
Arsen dan Banyu hanya menghiraukan kicauan omelan dari Bisma. Mereka berdua hanya terfokus pada sosok Shea yang berjalan kesusahan ke arah mereka dengan membawa baki berisi makanan dan minuman yang lumayan banyak.
"Ayo kita makan dulu. Berantemnya ditunda dulu, ya. Biar kalian nanti lanjutin berantemnya ada tenaga yang lebih," celetuk Shea setelah menaruh bakinya di atas meja.
"Terima kasih, Shea. Sorry, gue enggak bisa bantu lo tadi. Nih, dua tikus bangka malah ribut enggak jelas di sini," sahut Bisma dengan rasa sesal, namun berujung menjadi sindiran bagi Arsen dan juga Banyu.
Karena terlalu malas menghadap kebodohan dari Arsen, Banyu langsung saja menyantap makanan yang dipesankan oleh Shea tanpa meminta izin terlebih dahulu.
Hampir menghabiskan waktu dua puluh menit, mereka berempat akhirnya menyelesaikan makanan dan minuman mereka. Dan lagi - lagi Bisma yang menjadi tumbal untuk membayar makanan dan minuman yang dipesan oleh Shea.
"Ayo, aku antar kamu pulang sekarang," ajak Arsen pada Shea yang langsung dihadiahi pukulan di punggungnya dari Bisma.
"Weh, enggak modal bangat lo jajanin anak orang," cibir Bisma yang sangat pedas.
Arsen pun balik menepuk kencang punggung Bisma. "Kalau punya rezeki itu harus bagi - bagi. Jangan pelit, nanti kuburan lo sempit," balas Arsen dengan wajah seriusnya.
Bisma berdecak sinis mendengar balasan dari Arsen.
Tanpa pamit lagi, Arsen menarik tangan Shea untuk keluar dari cafe. Dan menyuruh gadis itu menunggu, karena Arsen ingin memikirkan mobilnya terlebih dahulu.
Selesai memikirkan mobil, Arsen kembali keluar untuk membukakan pintu penumpang mobil. Namun, gerakan Arsen tertahan ketika getaran di kantong celananya memberontak.
"Halo, kenapa Anna?" tanya Arsen langsung pada intinya.
"Kamu lagi di mana? Sudah di jalan, kan?" tanya balik Anna tanpa menjawab pertanyaan dari Arsen.
Seakan teringat sesuatu, Arsen mengumpati dirinya di dalam hati. "Maaf, Anna. Aku enggak bisa jemput kamu, soalnya aku ada urusan mendadak yang sangat penting yang enggak bisa aku tinggal," jelas Arsen yang tentu saja berbohong.
"Oke, aku enggak apa - apa, kok. Have a nice day, ya," balas Anna dengan suara yang mendadak serak dan juga bergetar.
"Kamu enggak marah, kan?" tanya Arsen hati - hati.
"Enggak usah, aku bisa minta bang Rayhan untuk jemput aku," tolak Anna dengan cepat.
"Sekali lagi, maaf ya," ucap Arsen penuh sesal yang langsung diputuskan sepihak oleh Anna.
"Siapa yang nelpon, Kak?" tanya Shea yang memperhatikan wajah Arsen mendadak khawatir.
"Ini, tadi ibuku minta jemput. Tapi 'kan aku enggak bisa, soalnya mau antar 'kan kamu dulu," jawab Arsen yang berusaha tenang.
"Ya sudah, ayo cepat antar 'kan aku pulang. Biar kak Arsen enggak lama diperjalanan," ajak Shea yang langsung masuk ke dalam mobil dan disusul oleh Arsen.
Sedangkan di seberang jalan, ada Anna yang menatap gamang mobil yang terparkir di depan cafe seberang jalan. Handphone miliknya sudah hancur akibat terjun bebas ke aspal. Air mata pun tidak bisa dibendung lagi.
"Loh, kok handphone kamu bisa hancur begini," seru Rayhan memungut kepingan handphone Anna yang berserakan di aspal.
Rayhan terkejut mendengar Anna menangis dengan kedua bahu bergetar hebat. "Sudah, kamu enggak usah khawatir. Nanti kita beli handphone yang baru, ya," ucap Rayhan menenangkan Anna.
Lalu, Rayhan menggiring Anna masuk ke dalam mobilnya. Mencoba menenangkan Anna dari tangisnya.
"Terima kasih, Sen. Kamu sudah memberikan kesan yang paling berharga untuk aku. Dan kami juga sudah sukses mematahkan harapanku," gumam Anna di dalam hatinya.
***
Jangan lupa review, subscribe, and star vote.
See you next bab.

Comentário do Livro (298)

  • avatar
    KhotimahNurul

    aku sangat suka dengan cerita ini

    3d

      0
  • avatar
    Pred

    kata kata ini menarik

    7d

      0
  • avatar
    bagos123toif

    bagus

    18d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes