logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

BAB 2 Berantem Lagi

Om, Nikah Yuk? 2
Berantem lagi
Oleh: Kenong Auliya Zhafira
Mendapat informasi lebih dari akun Awan Biru membuat Rere bisa menjalani hari tanpa rasa penasaran lagi. Ia bahkan merasa tertantang untuk meluluhkan sikap egonya. Dalam malam ia tidak lupa menyelipkan doa untuk dirinya sendiri agar kuat menghadapi sikap juteknya di lain kesempatan. Siapa tahu obrolan di kolom komentar masih berlanjut ke inbox dan pesan pribadi.
Hiaa ... ada yang mulai ngarep.
Suasana pagi masih sama seperti kemarin, tidak ada yang berubah. Rere hanya rebahan setelah semua tugas rumah ia selesaikan. Sebenarnya Rere juga malu sama ibunya karena tidak punya kegiatan yang berguna. Selama masa penantian ijasah, Rere hanya bisa membantu membersihkan rumah dan piring kotor.
Apalagi kalau bukan makan. Hahaha ....
Bersihin piringnya juga beneran kok, selepas makan pasti Rere selalu mencuci piringnya. Begitu juga dengan peralatan kotor lainnya. Walaupun tidak sehebat sang ibu dalam urusan rumah, setidaknya Rere ingin ikut andil meski hanya setengah. Ia juga ingin membiasakan diri jika nanti punya rumah tangga dan keluarga kecil tidak lagi merasa canggung soal rumah.
Rere adalah anak tunggal. Ibunya seorang ibu rumah tangga biasa. Ayahnya bekerja sebagai supir truk ekspedisi. Hal itu mengharuskan meninggalkan keluarganya untuk sementara jika tengah melakukan pengiriman. Namun, rumah tangganya selalu adem ayem tanpa ada masalah yang berarti. Semua itu karena ada kesadaran dari keduanya yang saling percaya satu sama lain. Rere sering memetik pelajaran berharga dari sikap kedua orang tuanya.
Hidup Rere pun sebenarnya bisa terbilang berkecukupan. Segala keperluan bulanannya tak pernah kekurangan apa pun. Semua sudah diatur oleh sang ibu. Bahkan uang jajan dan jatah kuota selalu tersedia sebelum habis pada waktunya. Namun, Rere sering meminta jajan lebih jika ayahnya berada di rumah. Satu kali pelukan dari sang putri mampu meluluhkan hati ayahnya.
Mungkin karena itulah sikapnya menjadi lebih sensitif jika berhadapan dengan soal hati. Ia akan menjadi lebih perasa untuk sesuatu yang menyentuh hati meski hanya hal sederhana.
Entah kerasukan atau memang jaman semakin tua, Rere menginginkan menikah daripada harus melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Padahal banyak teman sekolahnya yang melanjutkan kuliah dengan mengambil faklutas yang mentereng dan bisa dijadikan suatu kebanggaan. Ayahnya pun sudah pernah menawari beberapa fakultas tapi ditolak dengan halus.
Baginya memikirkan rumus dan menghafal berbagai pelajaran membuat kepalanya sakit. Lebih baik kepalanya buat memikirkan hal yang lain. Hal yang membuatnya bahagia dan berbunga-bunga.
Apalagi kalau bukan memikirkan yang punya akun Awan Biru. Sikapnya yang cuek dan jutek ternyata berhasil membuat rasa penasaran seorang Rere meningkat menjadi ingin tahu. Sejak kejadian drama kemarin, Rere mendadak tidak bisa melupakan sikap dinginnya.
Ketika sedang asyik menggulir naik turun beranda aplikasi biru, matanya langsung berbinar membaca nama akun Awan Biru terpampang di deretan teman yang online.
Kebetulan sekali Rere melihat tanda hijau akun Awan Biru menyala. Itu berarti kini ia sedang online. Rere dengan semangat empat lima menulis pesan terlebih dahulu. Responnya bisa dipikirkan belakangan. Tidak ada salahnya mencoba, siapa tahu hari ini hatinya dalam keadaan baik.
Senyum merekah begitu saja saat satu pesan berhasil ia kirimkan.
Rega Violet
[Om. Masih bete?]
Satu menit berlalu baru mendapat balasan. Rasanya hati sudah deg-degan. Rasa takut menghampiri kala mengingat sikapnya kemarin. Namun, bukan Rere jika harus menyerah sampai di sini.
Awan Biru
[Nggak usah perhatian.]
"Kan, masih sama kaya kemarin," gumam Rere dalam hati. Sebisa mungkin Rere tidak terpancing. Ia tidak ingin menjadi gadis bar-bar. Jemari kembali menari membalas pesan dari Awan Biru. Amarah sudah disimpan rapat dalam lemari hatinya, biar kuat membaca pesan balasan yang lebih menjengkelkan.
Rega Violet
[Sensi amat sama perempuan, Om?]
Awan Biru
[Biarin! Semua wanita sama saja. Pergi setelah melihat yang lebih.]
Rere ingin sekali membuang ponselnya ke tempat sampah menghadapi pria semacam air es dalam freezer. Perlahan, ia menghirup napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan.
"Heran, masih ada orang yang menyamaratakan satu kesalahan wanita. Lalu semua pria yang suka menebar janji palsu apa kabarnya ...?" kesalnya. Emosi yang sudah payah disimpan akhirnya seketika meledak. Darah tingginya lama-lama naik beradu tulisan di kolom komentar. Andai saja sedang berhadapan, ia ingin sekali menginjak kakinya dengan sepatunya.
Rere sebenarnya sedikit tahu sifat para pria yang suka tebar pesona dan mengobral janji dari cerita teman-temannya, tetapi semuanya menguap pergi entah ke mana. Para pria tidak berdosa itu meninggalkan bunga-bunga harapan pada sang gadis tanpa alasan yang pasti. Membuat para gadis menangis dan meraung akan kepergian sang kekasih.
Semasa sekolah Rere sengaja tidak pernah pacaran. Ia memilih berteman baik dengan teman pria di kelasnya.
Baginya menjalin keseriusan dengan seorang siswa sama saja bohong. Uang saku sekolah saja masih dijatah sama orang tua sudah berani ngajakin makan di restoran.
Kan, nggak lucu. Iya, nggak?
Membaca kalimat semua wanita sama saja membuat jiwa penolakan Rere meninggi. Tidak semua wanita bersikap begitu. Dirinya adalah pengecualian. Walau dirinya menginginkan pria mapan sekaligus tampan, tetapi soal hati Rere bisa bertahan. Tidak semudah membalikkan tangan jika urusan menemukan satu sandaran. Kesetiaan itu penting untuknya.
Rere kembali menulis pesan balasan sebagai tanda protesnya. Harga dirinya sebagai gadis yang menunjung kesetiaan seakan ternoda, tercabik, dan berserakan.
Rega Violet
[Nggak semua wanita begitu ya, Om ... Catet!]
Awan Biru
[Halah!]
Rega Violet
[Mau bukti? Aku nggak gitu, Om!]
Awan Biru
[Bebek, ya ... tenggelam.]
Rere semakin geram membaca pesan balasan dari pria di sana. Ternyata kepalanya keras. Mungkin butuh dicelupkan air es satu baskom biar mencair.
"Bebek, ya, tenggelam? Maksudnya apa coba? Ya, kan, emang harus memuji diri sendiri. Kalau bukan aku siapa lagi? Pria itu aja yang nggak tahu kalau wanita memang harus dipuji bukan disakiti," batin Rere kesal. Ponselnya hampir saja ia lempar ke dinding. Namun, sayang ... nanti tidak bisa mencari hiburan lagi.
Rere merasa semakin tertantang menghadapi pria berhati keras nan dingin itu. Ia pasti sedang merasakan kesakitan akut yang luar biasa hingga berpikir semua wanita sama seperti mantannya. Ah, andai saja ia tahu ada banyak wanita di luar sana yang masih setia ....
Walaupun begitu, jauh di dalam hati, Rere merasa kasian. Kasian karena hati itu pasti telah menghitam sebab luka yang teramat dalam.
Ditinggal Bapak seminggu saja, Rere merasakan rindu yang membuat dadanya sesak, hingga kesulitan bernapas. Secara uang jajannya membeku. Padahal itu jelas bahwa perginya untuk kembali.
Sementara si Awan Biru?
Ia ditinggal sendirian dengan sebuah luka yang masih berdarah. Memilih pergi dengan orang lain tanpa pernah merasakan orang yang ditinggalkan.
Hati pasti rasanya sangat sakit. Banget malah. Dirinya saja mungkin tidak akan sanggup. Namun, lagi-lagi kepalanya menolak sesuatu yang bukan ranah pribadinya. Lagian percuma membela wanita pada pria sepertinya yang sudah tidak percaya cinta.
"Ah, sudahlah. Ngapain juga mikirin awan hitam, eh, awan biru," lirih Rere.
Rere menaruh ponselnya di bawah bantal. Ia ingin melupakan sejenak kejadian hari ini. Mungkin baiknya sekarang memejamkan mata lalu bobo cantik. Supaya kepalanya tidak ikut berpikir kalau pria di dunia ini semuanya sama.
Di tempat lain, akun Awan Biru justru merasakan sedikit kelegaan dalam dadanya. Bibirnya terlihat ada sedikit tarikan membuat satu senyuman tipis. Jemarinya tanpa sadar menekan gambar foto profil Rega Violet.
Sang pria baru menyadari kalau berbalas komentar dengan Rega Violet membuat dirinya bisa menumpahkan segala perasaan kesalnya. Kesal karena garis Tuhan yang tidak sesuai dengan impiannya. Impian tentang hubungan rumah tangga yang harmonis, tetapi sekarang itu hanya sisi egois dari ucapan manis semata.
Tangannya mengusap lembut foto profil Rega Violet. Ada rasa yang entah apa menariknya untuk menatap foto itu lebih lama. Berdebat dengannya ternyata mampu menyingkirkan serpihan luka meski sedikit.
"Mungkin dia memang berbeda. Ah, sudahlah. Tapi, wajahnya cukup manis."
------****------
Bersambung

Comentário do Livro (153)

  • avatar
    Rabiatul Adawiah

    Karya yg bagus. Success buat penulisnya 🌹🌹🌹❤️❤️❤️

    21/05/2022

      0
  • avatar
    Sukini Yg Indah

    200

    15/07

      0
  • avatar
    mustikaDD syifa

    bikin pengen baca terus✌

    29/05

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes