logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Capítulo 3 JANGANKAN NILAI RENDAH

Vienna sekarang ini masih menyantap makanannya ditemani teman-teman yang menatapnya dengan lahap, Aldo selaku teman yang baik membela apa yang benar, kesal tak kira-kira karena guru yang katanya terkenal dengan nilai bagusnya di universitas ternama.
"Najis gue, jadi guru baru belagu banget. Mentang-mentang terkenal, hukum murid seenak jidat aja," ucap Bima yang juga ikut kesal, namun Vienna yang masih lapar tetap saja melahap mie ayamnya.
"Jidat kuda ya Bim?" tanya Tasyanto yang mulai lagi, tak lama ia mendapat sentilan di keningnya.
"Jidat Lo noh lebar udah kayak lapangan bola," geram Bima.
"Jahat ih. Tapi dia ganteng kok," ucap Tasyanto sambil tersenyum membayangkan Leon ada di depannya.
"Ganteng doang, kelakuan kek dajal, gue yakin pas di universitas dia cuma belajar ilmu dong dan gak belajar cara ngasih hukuman yang tepat ke murid."
"Kamu pikir saya begitu?" tanya Leon yang tiba-tiba datang entah dari mana membungkam mulut Bima yang tadi berkicau kayaknya burung pagi hari.
Leon datang duduk di samping Bima sambil tersenyum, Tasyanto dan Vienna seperti menahan tawa tapi Aldo masih saja kesal seperti sebelumnya.
"Bapak ngapain di sini?" tanya Aldo yang masih marah.
"Cuma mau minta maaf, ternyata saya ada yang ngomongin, palingan aja sepanjang jalan saya bersin-bersin." Vienna dan Tasyanto kembali tertawa, tapi Bima yang terdiam takut dihukum seperti Vienna hingga pingsan.
Gadis itu mending ada yang menolong lah dia laki-laki, cewek mana ada yang mau menggendong dia, paling si Tasyanto yang pria jadi-jadian yang angkat, membayangkannya saja membuat tubuhnya merinding.
"Bapak gak usah minta maaf, emang saya kok yang salah. Jadi cewek selalu bikin ulah, gak ada anggun-anggunnya kayak yang lain," ucap Vienna sambil melahap lagi mie ayamnya.
"Tuh kamu tau, jadi selama di sini saya yang akan didik kamu jadi pribadi yang lebih baik, supaya kamu gak nakal kayak temen kamu ini," ucap Leon yang menatap kearah Aldo.
"Jadi bapak bakalan lama dong di sini?" tanya Vienna yang kecewa.
"Tentu aja."
"Yah hilang dah ketenangan," ucap gadis itu mendapat tatapan mematikan langsung dari pria di depannya.
"Maaf pak, khilaf," lanjutnya lagi yang takut, walau tampan tapi si guru satu ini benar-benar galak.
"Sebagai tanda permintaan maaf saya antar kamu pulang," ucap Leon yang beranjak dari duduknya.
Semua orang kini menatapnya, lagi tadi tegas dan bikin kesal tapi sekarang kok tiba-tiba baik.
"Pak," ucap Vienna sebelum pria benar-benar pergi.
"Iya?"
"Bapak lagi kerasukan setan?" tanya gadis itu lagi.
"Saya gak kerasukan, saya Itu bertanggung jawab atas apa yang saya perbuat, lagi kalo kamu gak mau saya juga gak rugi kok." Setelah mengucapkan hal itu Leon pergi begitu saja, diiringi tatapan siswa yang terpesona walau tau sifat guru itu begitu menakutkan.
"Gue rasa gak usah deh Vi, gue takut Lo di apa-apain lagi," ucap Aldo yang khawatir.
"Iya, mending Lo pulang sama gue aja, klo gak dijemput kakak Lo, khawatir gue. Sifatnya aja begono," ucap Bima yang juga tak setuju.
"Kalo Vi gak mau, Tasya rela kok gantiin Vi," ucap pria setengah jadi itu.
"Heh Tasya, kalo elo bareng sama tuh guru belom naik aja udah ditendang." ucap Bima yang mendapat tawaan dari ketiga temannya, bahkan Aldo yang tadinya memberikan tampang serius berubah menjadi tertawa kecil karena ulah temannya itu, intinya keempatnya saling melengkapi satu sama lain dan beruntung Tasyanto tak pernah marah walau sering dibully oleh mereka.
.
.
Pulangnya Vienna menunggu di depan gerbang, ia menolak ajakan temannya karena ini permintaan maaf dari pria itu.
Ya beruntung saja dia masih saat dia mau minta maaf, kalau enggak besok ia akan kerjain guru itu habis-habisan.
Selang beberapa menit klakson mobil mengagetkannya hingga ia loncat karena saking terkejutnya, Vienna menoleh ke mobil ternyata terlihat dari kaca depan itu mobil Leon, keren juga baru jadi guru udah punya mobil.
Dia memberikan kode pada Vienna agar masuk, beruntung pria itu memiliki mobil kalau tidak, ia pasti akan kepanasan dan berlanjut pingsan lagi nanti.
Gadis cantik itu masuk kedalam mobil dengan senyuman, dia menaruh tasnya di dada seakan anak sekolah yang baru dijemput bapaknya.
"Yuk pak!"
"Rumah kamu dimana?"
"Jalan mustika ratu, nomer 33."
Tanpa menunggu lama lagi, pria itu langsung menjalankan mobilnya, angin sejuk langsung mengarah ke tubuhnya membuat dia mengantuk, ya Vienna mempunyai kebiasaan kalau ada angin pasti tidur, tidak bisa membayangkan kalau ada angin topan bukannya lari dia malah tergeletak di tanah untuk menikmatinya.
"Kamu kenapa gak ikut temen kamu?" tanya Leon yang membuka percakapan.
"Oh jadi bapak ngarep saya gak nerima permintaan maaf bapak? Enak aja, saya itu sudah dihukum sampai pingsan, masa bapak diam gak berbuat apa-apa, jadi saya anggap aja impas."
"Emang kalo saya gak berbuat apa-apa, kamu mau ngapain?" tanya Leon seperti menantang.
"Ya, misal suruh loncat dari gedung, lem bangku guru saat bapak ngajar, atau bikin mobil bapak kempes saat pulang."
Tak lama Leon menatapnya geram. "Kamu mau ngerjain saya gitu?"
"Ya iyalah, keenakan bapak dong kalo gitu."
"Apa kamu gak ngerasa bersalah atas apa yang kamu perbuat?"
"Nggak," balas Vienna dengan wajah angkuh, dia ini anak keras kepala yang maunya benar sendiri.
"Kalau begitu liatin aja kenakalan kamu, tapi jangan salahkan saya, jika saya berbuat lebih sama kamu."
"Bapak gak takut hukuman ya?"
"Saya bukan gak takut, cuma saya mau tau seberapa besar kamu nakal sampai gak mau jera sama hukuman saya."
"Oke siapa takut, saya siap dengan hukuman bapak tapi saya harap bapak gak jera untuk saya kerjain nanti."
"Nilai kamu saya turunin kalau begitu." Mendengar itu kesal bukan kepalang di wajah Vienna, sedang Leon tersenyum menyeringai sambil menantang.
Vienna memasang wajah memendam amarah, ingin rasanya menonjok muka songong itu yang sayangnya kelewatan tampan. "Ba-bapak gak bisa kaya gitu dong mainnya, gak asik."
"Kata siapa? Saya guru disini, walau kamu punya nilai seratus tapi tingkah kamu kayak orang gak pernah sekolah, saya turunin jadi nol besar, kalau perlu saya coret muka kamu biar puas."
"Bapak kok jahat sih?" tanya Vienna dengan suara hampir mirip teriakan.
"Saya gak jahat, saya tegas dalam segala hal, walau itu banyak mengandung resiko."
Vienna termenung, tapi apa jadinya jika ia menjadi anak yang baik, apa pria itu akan baik hati juga padanya.
"Pak!"
"Hhhmmm."
"Kalau saya belajar jadi baik, gak bolos dan gak bikin ulah, apa nilai saya akan bapak naikin."
"Kalau kamu pengen belajar dan ada kemajuan, saya akan senang hati ngasih nilai lebih ke kamu."
"Bapak serius?" tanya gadis cantik berlesung pipi itu tersenyum senang.
"Jangankan nilai rendah, kalau emang kamu baik sama saya, nilai seratus aja saya tambah lagi, dan saya gak pernah main-main dalam ucapan saya."
Gadis itu tersenyum senang, pokoknya ia harus berubah menjadi lebih baik, supaya namanya bangga dan gak lagi bandingin sama si Saga kakaknya.
Ia pun mengangguk mempunyai rencana yang matang.

Comentário do Livro (2471)

  • avatar
    Saidatul Syuhada

    i like it very much, cause the statement is good and meaningful, i like to read

    07/04/2022

      3
  • avatar
    Syazwani Latif

    terbaik .. tapi bahasanya ada faham ada yang xfaham.. kena translate juga . tapi bagus jalan cerita lawak ..

    29/03/2022

      4
  • avatar
    HelenLen

    cerita nya bagus banget , ada terharu ny jga ada seneng ny jga pokoknya bagus lh ceritanya

    07/03/2022

      43
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes