logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

CHAPTER 3 : AWAL PERTEMUAN (MEREKA) PART2

Hawa panas datang menyelimuti ruangan kantor, meski air conditioner yang menempel di dinding pojok ruangan itu dihidupkan, tetap tidak banyak membantu. Ditambah lagi, saat ini memang belum waktunya musim penghujan. Aluna tidak mau menyalahkan musim kemarau yang datang lebih lama.
"Hei, gimana kemarin acara nge-datenya?" Marisa setengah berbisik.
"Seru, dong! Kemarin, abis belanja keperluan Bayu, kita makan soto di kampus tempat kita kuliah. Kapan-kapan, kita nyoba makan siang di sana, yuk," jawab Aluna sambil ikut berbisik pelan.
Marisa mengangguk setuju. Lalu buru-buru kembali fokus pada laptop di hadapannya. Kalau ketahuan ngerumpi saat jam kerja, bisa-bisa Pak Danu - supervisor mereka - merepet panjang lebar. Yang berujung, menghukum dengan lembur.
Aluna menahan senyumnya, merasa lucu dengan kelakuannya dan Marisa. Padahal mereka pegawai kantoran, entah kenapa rasanya seperti mahasiswa yang sedang berhadapan dengan dosen killer. Dosen kiler yang diam-diam disukai Marisa.
Entah dimana letak pesona Pak Danu, yang bagi Aluna terlihat biasa saja, tapi entah kenapa di mata Marisa terlihat sangat memukau dan penuh pesona.
Aluna meringis. Dalam hatinya sedang menata hierarki laki-laki yang dia kagumi. Bisa dibilang Pak Danu itu berada dalam urutan ke delapan atau sembilan? Urutan teratas tentu saja adalah Papa, Kakek, Datuk, Abang Surya, eeh dia masuk urutan kelima, deh. Keempat Bayu. Aluna meralat.
Sungguh unik. Aluna menilai perasaannya untuk seorang laki-laki berdasarkan getaran yang dia rasa. Jika tidak ada getaran yang merambat menembus jantungnya, getaran ketika dimana seperti ada kupu-kupu terbang bersentuhan dengan jantungnya, yang akan menghasilkan nada-nada indah. Maka bisa dipastikan,meski tampan dan rupawan laki-laki itu bukan tipenya.
"Lun? Aluna?" suaranya mengagetkan Aluna.
Setengah tergagap dia menjawab, "iya, Pak? Ada apa?" Aluna memutar posisi duduknya menghadap arah meja Pak Danu.
"Laporan meeting hari Kamis minggu lalu udah dibenerin? Yang soal biaya tambahan? Coba bawa sini salinannya"
Buru-buru dia segera mencari berkas yang diminta Pak Danu.
Marisa yang sedang mengerjakan tugas laporannya, mau tak mau teralihkan, "sstt, Lun, Lunaaa..."
Aluna yang masih sibuk mencari berkas yang diminta Pak Danu tak menggubris Marisa.
“Lun, Alunaa ....” Marisa mencoba memanggil lagi.
‘Haduh, dimana, sih?’
Aluna membolak-balik tumpukan berkas di hadapannya. Aneh, padahal dia yakin sudah selesai memperbaiki hitungan biaya tambahan yang diminta. Gawat! Kalau sampai nggak ketemu, bisa-bisa lembur lagi. Padahal hari ini Aluna sudah berjanji untuk menjemput Bayu di kantornya lalu mengantarnya ke stasiun.
Dug!
Aluna bisa merasakan kursinya mendadak bergetar ditendang Marisa.
Aluna berbisik, "apaan, sih?"
"Iniii...," Marisa menyodorkan lembaran kertas dari bawah kursi. Aluna buru-buru mengambilnya. Ternyata berkas laporan yang sedang dicarinya.
Bola mata Aluna membulat, "kebiasaan...."
"Sorii, lupa bilang." Marisa nyengir sambil menangkupkan telapak tangannya.
Aluna segera menyerahkan berkas laporan ke meja Pak Danu.
Pak Danu membolak-balik kertas di tangannya, mengamati deretan angka yang tertera di lembaran yang dipegangnya, lalu mengangguk-angguk. "Oke, good job. Terima kasih, ya."
‘Yes! Nggak perlu lembur.’ Aluna bersorak dalam hati.
***
"Tahu nggak, Bay, aku tadi hampir saja lembur dan nggak bisa jemput kamu," Aluna melirik Bayu yang sedang fokus menyetir mobil miliknya.
"Oh ya? Kenapa?" Bayu mengernyit.
"Kamu tahu, kan, kebiasaan buruk Marisa yang suka diem-diem pinjem berkas laporan punyaku."
"Kenapa lagi sekarang? Dia gitu lagi? Minjem berkas laporan nggak bilang-bilang?"
"Iya, untungnya yang sekarang berkasnya nggak keselip kayak waktu itu. Coba kalau keselip atau Marisa lupa naruh. Bisa disuruh lembur aku, Bay. Nanti yang anter kamu siapa?"
Bayu tertawa, "ya, udah deh. Yang penting, kan, kamu nggak jadi lembur."
Bayu memarkir mobil milik Aluna di dekat pintu masuk stasiun kereta. Keduanya berjalan memasuki stasiun yang terlihat lumayan ramai.
"Tumben-tumbenan sih, kamu nggak pesen tiket dari kemarin, Bay. Biasanya kan beli tiket duluan." Aluna menatap antrian loket. Beruntung, antrian tiket kereta menuju Yogyakarta tidak begitu padat.
"Soalnya belum pasti, Beb. Daripada mubazir, kalo nggak jadi. Kan, lebih baik beli dadakan."
"Kalo misalnya keretanya penuh, gimana?"
"Ya, kamu terpaksa nganterin aku ke sana kalo gitu." Bayu mencubit ujung hidung Aluna gemas. Aluna terkekeh.
"Aluna?" seru sebuah suara, suaranya terdengar tidak asing. Aluna menoleh.
"Lho, Arindi?" Aluna setengah tak percaya. Kebetulan yang sangat tak diharapkannya.
"Ya, ampun, bisa kebetulan banget, ya. Ketemu lagi di sini." Arindi memeluk Aluna yang masih belum siap.
"Kamu mau pulang ke Surabaya?" Aluna menatap Arindi yang membawa ransel di pundaknya.
"Nggak, aku mau nganterin balik dulu ke Yogya, mau ngambil barang-barangnya dia."
Arindi menunjuk saudaranya.
"Ooh, bisa kebetulan banget, ya. Bayu juga lagi ada urusan bisnis di Yogya."
"Oh, ya?" Arindi terlonjak, lalu buru-buru menata suaranya seperti biasa.
Lagi-lagi Aluna tidak menyadari rona merah di pipi Arindi saat menatap Bayu.
"Ehm ... kamu ikut, Na?" tanya Arindi terdengar ragu.
"Ya, nggak lah. Aku cuma nganterin aja. Kalau bisa cuti, sih. Pengennya ikut, tapi di kantor lagi banyak kerjaan." Aluna mengedip manja ke arah Bayu, " ya kan, Bay...."
Bayu tak menjawab hanya tersenyum sambil mengacak gemas rambut Aluna, yang sedang bersandar, memeluk lengannya.
Arindi tersenyum kecut melihat adegan kemesraan Bayu dan Aluna.
***
"Luna, hari ini tugasmu hadir di acara seminar calon klien kita. Usahakan kamu menyimak dengan antusias. Supaya dia yakin dengan kinerja perusahaan kita."
Pak Danu terdengar serius.
"Lho, kok saya sendiri, Pak? Marisa nggak ikut?"
"Marisa saya kasih tugas follow up calon klien kita yang dari Solo." Mau tak mau, Aluna menuruti permintaan Pak Danu. Setengah terpaksa Aluna menghadiri seminar.
Tanpa sadar selama acara berlangsung, jemari Aluna meremas ujung tas ransel berwarna merah maroon, hadiah ulang tahun dari Bayu. Kebiasaan buruk yang selalu dilakukannya tanpa sadar ketika sedang cemas. Meremas sesuatu. Acara seminar masih berlangsung. Pembicaranya kini sedang mengadakan sesi tanya jawab kepada para peserta.
Wajah-wajah yang hadir di sana terlihat bersemangat. Semua peserta seminar sepertinya sangat mengidolakan tokoh motivator yang mengadakan seminar, mereka nampak gembira dan antusias menyimak materi yang disajikan.
Sepertinya, hanya Aluna sendiri yang tak datang dengan alasan tersebut. Aluna hanya duduk dan berakting antusias, padahal sedari tadi fokusnya ada pada ponselnya, dibanding memperhatikan seminar. Sudah seharian Bayu belum membalas pesannya. Padahal tidak biasanya Bayu bersikap begitu.
‘Kenapa, ya?’
‘Apa iya, dia sibuk banget?’
Jemari Aluna kembali meremas ujung tas ranselnya.
***
Pulang ke rumah tak berhasil membuat hatinya tenang. Bahkan sup favorit buatan sang Mama juga gagal membuatnya berselera makan. Baru dua suap, Aluna menyerah. Melangkah gontai masuk ke kamarnya.
[ Bay, sibuk banget kah? Jangan lupa makan, ya. Kalau udah santai, tolong bales pesanku.]
Aluna mengirim (lagi) pesan ke nomor Bayu. Padahal delapan pesan yang sudah terkirim sebelumnya, belum dibaca Bayu.
Aluna meletakkan ponselnya di atas meja di samping ranjang. Tak sampai beberapa detik, diraihnya lagi ponsel itu, mengecek apakah pesannya sudah terbaca oleh Bayu. Masih sama. Mendadak kepalanya terasa pusing, Aluna mencoba memejamkan kedua matanya. Mencoba untuk tetap tenang dan fokus.
Pikiran tidak tenang ditambah rasa letih di tubuhnya membuatnya dengan cepat merasa mengantuk. Seharian duduk di acara seminar, membuat otot bagian belakangnya terasa pegal.
Tak butuh waktu lama, dari balik selimut terdengar suara dengkuran halus Aluna yang tertidur sembari menggenggam ponselnya.
**

Comentário do Livro (57)

  • avatar
    Agnes Diah Lestari Baene

    bagus 💖🥰

    18d

      0
  • avatar
    Haqim Azmi

    best untuk di baca

    07/07

      0
  • avatar
    LizaArna

    ini sangat bagus

    03/07

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes