logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Bagian 2

Namaku Jaira Hameeda Lestari, aku seorang anak bungsu dari dua bersaudara. Kakakku bernama Fajar Syafaruddin Amar, dia adalah seorang lelaki yang baik, dan, juga tampan. Dia, juga begitu setia dengan pasangannya Kak Melinda Diana Sari. Tidak seperti suamiku, mas Zidan Al-Ghifari, dia mempersunting aku hanya karena ingin melupakan mantan kekasihnya Elena Haura Sucipto. Wanita yang cantik, anggun, dan juga seksi, lelaki manapun akan tergoda dengan semua hal yang dimilikinya. Apalagi dia mantan model ternama di Asia ini , tentunya Mas Zidan begitu mencintai maduku tersebut.
Apalah dayaku, hanyalah seorang gadis biasa. Sebenarnya, kami bertiga hidup penuh dengan kebohongan, dimana aku sering di ejek oleh maduku tersebut, dia selalu mengatakan kalau penampilanku terlalu kolot untuk wanita seusiaku, tidak stylish, dan, juga merusak citra kecantikan hingga terkesan kuper. Berhijab lebar seperti ini memang sudah biasa dicemooh kolot dan kuper, tetapi apa masalahnya? bukankah berhijab adalah suatu kewajiban bagi setiap muslimah, pun di dalam Al-Qur'an sangat jelas adanya ayat yang menerangkan tentang hijab. Diantaranya, didalam Surah Al- Araf : 26, An-Nur: 31, dan Al- Ahzab : 59.

Aku heran dengan orang-orang seperti itu, lebih suka mengedepankan fashion daripada syariat Islam. Padahal, agama mereka sendiri di KTP tertulis Islam, tetapi, sepertinya begitu membenci dan asing dengan agamanya sendiri, Astaghfirullah, ya bukannya aku mengurusi hidup orang lain, hidup aku saja masih jauh dari kata baik, aku hanya menyayangkan saja sikap seperti itu.
Sebenarnya, aku sering kali jengkel dengan maduku tersebut, akan tetapi aku lebih memilih diam, atau mengalah, daripada urusannya menjadi panjang. Dia akan berpura-pura perhatian padaku, dia akan tersenyum begitu manis, jika saja ada Mas Zidan. Sehingga dia, menyangka jika kami berdua itu akur, padahal, sebaliknya.
Alhamdulillah, beberapa bulan yang lalu, aku mendapatkan tawaran menjadi seorang guru ngaji privat. Jelas saja aku menerima tawaran tersebut, walaupun aku memiliki toko pakaian muslim, lebih baik memiliki kegiatan lainnya, supaya aku tidak bosan. Jika pagi sampai pukul 12.00 aku membuka tokoku, dan, pukul 13.00 aku beristirahat, lalu, setelahnya aku serahkan kepada pegawaiku Ani, dia bekerja dari pukul 13.00 sampai pukul 19.00 .
Kegiatan aku di sore hari pukul 15.00 hingga 16.00 adalah mengajar mengaji, karena dulu sempat mondok jadi, aku bisa mengamalkan apa yang sudah ku pelajari. Aku sempat bertanya pendapat Mas Zidan, tentang kegiatan aku, tetapi, dia selalu menanggapi perkataanku dengan acuh tak acuh.
" Mas, Jaira izin mau menjadi guru ngaji privat nya Hilmi boleh enggak ? "
" Aduh, Jaira apasih yang kurang dari Zidan. Kok ngotot banget pengen cari pekerjaan . Kamu kan sudah dikasih toko pakaian muslim sama Zidan, apa masih kurang ? "
" Mbak Elena, Jaira sedang berbicara dengan Mas Zidan . Tolong, hargai Jaira, maaf jika lancang! "
" Apa-apaan sih kamu, Elena benar. Kamu udah aku kasih toko, masih aja mau cari pekerjaan lain. Aku enggak setuju, kamu sebaiknya menurut . Kalau tidak... "
" Kalau tidak, kita cerai itu kan yang mau Mas katakan. Oke, Jaira mau kok cerai dari Mas ! "
Dia tidak pernah mempedulikan aku, selalu membela Elena. Dan, aku baru sadar, disini aku adalah istri pertama, tetapi, seperti orang asing dimatanya. Bahkan hingga saat ini, aku masih suci belum pernah tersentuh sama sekali. Mungkin, dia tidak mau menyentuhku karena aku tidak secantik istri keduanya, aih memikirkannya saja aku begitu kesal. Tidak henti-hentinya hati ini beristighfar, jika pikiran buruk menghampiri. Aku juga tidak se-sholehah yang orang lihat, apalagi pria yang aku cintai tidak mencintai aku yang notabenenya istri sahnya secara hukum negara dan agama. Maka, wajar bila aku cemburu, dan, kesal pada Mas Zidan yang berlaku tidak adil pada kami. Aku sudah lelah, rasanya aku ingin pergi saja, dan kini aku sudah membulatkan tekad.
lni sudah tahun ketiga kami bersama, mungkin menuntutnya cerai bisa membuatnya leluasa agar memberikan segalanya untuk Elena. Tidak usah memikirkan aku lagi, Insyaallah, aku bisa menghidupi diriku sendiri.Pikiranku menerawang jauh, saat itu, Elena datang ketika aku, dan, mas Zidan akan menjalani malam pertama kami. Dia menghubungi suamiku melalui sambungan seluler, tepat ketika Mas Zidan bersiap untuk melepas hijabku. Mas Zidan meminta izin untuk mengangkat panggilan masuk tersebut lebih dahulu, entah apa yang dikatakan oleh seseorang diseberang sana, tanpa berucap sepatah katapun Mas Zidan dengan tergesa-gesa pergi meninggalkan aku seorang diri di kamar pengantin.
Aku melihat ada kekhawatiran di wajahnya, tetapi ku coba untuk berpikir positif. Mungkin saja, suamiku ada pekerjaan yang mendesak yang tidak bisa ditunda. Aku, menunggunya selama satu jam, ketika, mendengar suara mobilnya tengah terparkir di halaman, aku dengan hati gembira menyambutnya, membukakan pintu.
Namun, apa yang kulihat? Yang aku lihat bukan hanya suamiku seorang, tetapi disampingnya ada seorang wanita yang mungkin usianya lebih tua dariku. Sepertinya, dia sepantaran dengan Mas Zidan. Lidahku kelu tidak dapat berkata apapun, hanya bisa menunjuk tubuhnya, sembari gemetaran aku meminta penjelasan dari suamiku. Dengan mengulas senyumannya, tanpa rasa bersalah dia berkata " Perkenalkan dia adalah Elena Haura, dia adalah kekasihku. Mulai hari ini, dia dan aku sudah resmi menikah siri. Malam ini aku tidur bersamanya, kamu nggak keberatan kan ? "
Dengan bodohnya, aku mengangguk. Ketika dia berlalu, aku terduduk di lantai . Rasanya aku ingin berteriak, tapi aku masih punya iman. Aku mencintai dia sejak pertama kali dia datang ke rumah orang tuaku, memintaku menjadi istrinya. Kenyataan itu begitu pahit, ternyata dia tidak bersungguh-sungguh, bagai diiris dengan sembilu, ketika aku mengetahui bahwa aku hanyalah pengganti.
Semua yang dia lakukan adalah kebohongan, dia ingin melupakan mantan kekasihnya tetapi, kenyataannya dia tidak bisa berpaling ke lain hati. Aku, sempat berpikir jika Mas Zidan bodoh, padahal wanita itu yang meninggalkannya, dan sekarang dia kembali, anehnya Mas Zidan justru menikahinya. Padahal, dia sudah menorehkan luka ,dalam hatinya. Memang benar ya kata orang, bucin dan bodoh itu beda tipis, saking bucinnya , otak Mas Zidan tidak dapat berpikir jernih.
Kuhela napasku, segera aku mengambil air putih di dapur, dan, meminumnya. Setelah itu, aku kembali ke kamar pengantin, mengambil air wudhu dan segera melaksanakan shalat taubat, karena manusia letaknya kesalahan, aku meminta pengampunan dari-Nya. Sembari menangis pilu, ku ungkapkan semua rasa sakit, dan, kekesalanku pada Tuhan Yang Maha Segalanya.
Setiap hari ku jalani hari-hari dengan penuh kepalsuan, jika ada mas Zidan wanita itu akan melayani suamiku, ah tidak suami kami maksudku, dengan sangat telaten. Aku hanya diam, dan, menyaksikan keromantisan mereka, terlihat sekali mereka tidak menganggapku ada. Sering kali, setiap malamnya aku mendengar suara-suara aneh, jeritan atau mungkin desahan seorang pria dan wanita, yang tidak lain adalah suara maduku juga suamiku. Suara-suara menjijikkan itu, terdengar merasuk ke dalam kamarku.
Ah, aku tahu itu suara yang biasa digunakan ketika pasangan sedang melakukan hubungan intim. Dulu aku polos, karena mereka berdua aku sampai tahu adegan apa yang mereka lakukan. Tidak sengaja saat pintu kamar mereka terbuka, aku mengintipnya, dan, disana menampilkan adegan pria dan wanita yang tidak mengenakan sehelai benangpun. Membuat air mata ini menetes begitu saja, tanpa bisa ditahan lagi, aku menangis. Ku berlari menuju kamar, dan, segera berwudhu. Lagi dan lagi, kumemohon ampun kepada Allah Ta'ala, karena, tidak sengaja mengintip mereka yang sedang bercumbu mesra.
" Aih, kenapa aku jadi teringat masa-masa itu, sekarang lupakan itu. Mari kita mengajar mengaji , semangat Jaira ! " batinku.
Ya, aku memang seperti itu, selalu menyemangati diri sendiri.
" Jaira ! "
Aku menoleh ketika mendengar seseorang memanggilku, dia tersenyum manis padaku, lalu kubalas pula senyumannya tersebut.
" Assalamualaikum, Raka ! "
" Waalaikummussalam ! "
Entah mengapa, pria itu menggaruk tengkuknya, dia seperti salah tingkah saat menatapku, dia begitu manis, dan juga tampan. Astaghfirullah, aku ingat dirumah aku masih punya suami, ya walaupun dia tidak pernah menyentuhku sekalipun.
" Em, Hilmi ada kan ? "
" Ada, Ja ! "
" Kalau begitu tolong antar saya ke tempat Hilmi ! "
Dia mengangguk,
" Mari ! "
Setelah beberapa menit, akhirnya kami sampai di ruangan Hilmi. Lalu aku mulai mengajarinya, dan waktu berlalu begitu cepat, setelah selesai mengajarinya aku bertanya padanya.
" Kamu sudah paham, yang bagian ini ? "
" Sudah Kak ! "
" Alhamdulillah, semakin hari semakin bertambah ilmunya. Kamu cepat sekali paham ya Hilmi, Masyaallah. Bismillah, semoga kedepannya kamu semakin lancar mengajinya ! "
" Aamiin Yaa Rabbal'alamiin! "
" Kalau begitu, hari ini sampai disini dulu ya, Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh ! "
" Waalaikummussalam Warahmatullahi wabarakatuh!"
Aku mengelus rambut Hilmi, karena dia masih kecil jadi aku mengelus puncak kepalanya. Kalau lelaki yang sudah baligh, aku tidak berani menyentuhnya.
" Kakak Sampai jumpa besok ya ! "
" Insyaallah ! "
Aku membalikkan tubuhku, Raka saat itu menawarkan untuk mengantarkan aku pulang tetapi, aku menolaknya. Bukan apa-apa, aku takut hatiku ini berpaling padanya. Raka adalah, orang yang lembut dan perhatian, maka dari itu aku takut aku zina hati padanya. Akan lebih baik, jika aku memang sudah bercerai dengan mas Zidan. Tetapi, nyatanya aku belum bercerai darinya, maka dari itu tidak baik berlama-lama dengan pria lain sedangkan kita masih bersuami.
" Raka saya pamit ya, Assalamualaikum ! "
Raka mengangguk, meskipun terlihat kekecewaan di wajahnya, mungkin karena penolakan dariku. Dia, tetap sopan dan menjawab salam ku. Ketika sampai di luar kediaman Hilmi, suamiku sudah berada di depan mobilnya sembari memainkan kunci mobil.
" Ya Allah, ada apa dengan lelaki itu, mengapa tiba-tiba datang menjemputku ? " batinku.
" Hai... "
" Assalamualaikum ! "
" Ketus banget sih, sama suami sendiri ! "
" Ya habis, nggak ngucapin salam malah Hai doang, apa-apaan itu ? " ujar sembari bersedekap.
" Iya deh maaf, kalau begitu Assalamualaikum Khumaira ! " ujar Mas Zidan.
" Sejak kapan dia gombal kayak gitu ? " batinku.
" Ya udah masuk yuk, nggak enak diliatin orang tuh ! " ujarnya lagi.
Aku hanya menuruti perkataannya, dan, memasuki mobil. Setelah memasang sabuk pengaman, aku meliriknya sekilas, sebelum akhirnya mengutarakan isi hatiku.
" Mas Zidan ! "
" Kenapa Hem ? " tanyanya lembut.
Aku menunduk, mencoba menata kata demi kata untuk mengatakannya.
" Bolehkah aku bicara sama Mas, tapi bukan dirumah ! "
" Kenapa? "
" Kalau di rumah, ada mbak Elena. Aku nggak enak, ngomongnya ! "
Mas Zidan mengangguk,
" Baik, nanti kita pergi ke kafe sebentar ya ! "
" Nggak, terlalu rame. Di sini saja ! "
" Apa yang mau kamu bicarakan sih ? " tanyanya kesal.
Aku menghela napas, membuang rasa gugupku.
" Em..., Mari kita bercerai ! "
" APA ! "
Guratan di wajahnya menggambarkan bahwa dia begitu terkejut, dan tidak percaya dengan ucapanku. Entahlah, ini kali pertamanya dia berekspresi seperti itu. Pria ini sulit sekali untuk ditebak, dia seolah-olah tidak ingin bercerai dariku. Aku benar-benar lelah, akhirnya aku menyerah juga. Karena aku tahu, aku mencintainya, dan, mencintai seseorang, bukan berarti harus memilikinya juga kan, aku tidak mau hatiku semakin terluka. Karena aku sadar, cintaku tak pernah dihargai olehnya.
~ Bersambung...
with ❤️ A-yen94 ~

Comentário do Livro (105)

  • avatar
    BskDion

    sangat bagus

    21h

      0
  • avatar
    KuminDonnycia

    bagus bangat novalnya

    8d

      0
  • avatar
    MatnorNorfazira

    bagus

    10d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes