logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

Part 4

"Habis dari toko buku, Mas," ucapku. Aku mengambil tangan Bagas dan menciumnya.
"Assalamualaikum," salamku walaupun telat.
"Waalaikumsalam. Kenapa gak izin dulu?" Bagas memegang tanganku erat.
"Aku lupa mas." Aku berusaha melepaskan tanganku dari tangan Bahas.
"Lupa, kamu bilang lupa! sama suami sendiri kamu lupa! Diajeng … kenapa kamu bisa lupa izin dulu kalo mau keluar, Jeng? Kamu bisa kan telepon aku atau WA aku buat minta izin kalau kamu mau keluar." Bagas menarikku terjatuh dan duduk di pangkuannya. Bagas langsung memelukku posesif.
Aku berbalik menatap wajahnya menghela nafas kemudian mengatakan "Aku minta maaf, Mas. Aku bahkan lupa, Mas, tadi pulang dari rumah sakit dengan siapa, Mas." Bagas langsung melepaskan pelukannya, aku buru-buru berdiri dan menjauh darinya.
"Emang kamu pulang dari rumah sakit dengan siapa?" Suara Bagas sudah berbeda, dengan penuh tekanan.
"Gak, sama siapa-siapa!" Aku beranjak pergi dari tempat ku berdiri, menaiki tangga menuju kamarku.
Aku malas sekali dengan Bagas yang seperti ini, Bagas terlihat cemburu, tetapi seharusnya dia sadar diri kalau dia saja tadi malah tidak ada di saat aku membutuhkannya.
Bagas mengikuti jalan ku menaiki tangga dengan cepat, ya berada di belakangku.
"Diajang, ta-tadi aku ada meeting penting banget jadi aku nggak bisa ninggalin kerjaan aku dan aku minta maaf banget ya aku nggak bisa jemput kamu tadi." Aku tertawa dalam hati mendengar ia berdalih padahal kenyataannya tidak seperti itu hari ini hari hari Minggu mana ada meeting di kantor hari Minggu.
"Mana ada meeting hari minggu, Mas," ucapku seraya membuka pintu kamar.
Bagas menggaruk pelipisnya kebingungan dengan alasannya sendiri.
"Maksud aku ini, mm … klien Aku tuh dari luar negeri dan dia akan take off sore ini juga ke negaranya, jadi kita harus menyelesaikan meeting ini secepatnya hari ini juga, makanya tadi aku buru-buru banget subuh-subuh berangkat pulang ke rumah dulu untuk siap-siap dan aku nggak tahu kalau kamu bakalan pulang dari rumah sakit secepat ini," alasannya.
Aku benar-benar kecewa dengan alasan Bagas bagaimana mungkin dia beralasan seperti itu seakan-akan dia mau aku berada di rumah sakit lama seenggaknya dia menghubungiku.
"Iya, Mas. gak apa-apa aku ngerti kok kalau kerjaan kamu itu emang lebih penting daripada aku," aku menyimpan tasku dan mengambil handuk lalu berjalan ke ke kamar mandi.
"Diajeng, Diajeng bukan begitu, kamu tetap yang lebih penting, cuman kan aku kerja buat kamu makanya aku aku mati-matian kembangin proyek yang sedang aku kerjakan sekarang buat masa depan kita buat impian kita untuk punya anak, 'kan kita harus konsultasi ke dokter dan kita memerlukan uang yang banyak untuk itu," ucapnya seraya mengikutiku masuk ke dalam kamar mandi.
"Kalau kamu nggak percaya sama aku, kamu bisa telepon sekertaris aku," lanjutnya.
"Ya jelas lah, Mas. Wong kamu sama dia dari pagi, Aku tahu kamu tuh sama dia tuh kerja sama, Mas. Percuma aku telepon sekretaris kamu, nanyain kamu kemana aja tadi kamu pergi," ingin aku mengatakan itu depan wajahnya namun aku tak kuasa mengatakan.
"Udahlah, Mas. Gak usah dibahas lagi aku mau mandi,. kamu ngapain juga ikuti aku terus, mending kamu keluar deh," ucapku saat aku menyadari ternyata ada Bagas di kamar mandi.
Bagas malah membuka bajunya tanpa menghiraukan. "Mas kamu mau ngapain?"
"Mau mandi," ucapnya dengan dengan senyuman mesumnya.
Aku menghela nafas, biasanya memang kami selalu mandi bersama, tetapi kali ini entah kenapa aku merasa tak nyaman mandi bersama dengan Bagas setelah mengetahui ternyata Bagas selingkuh di belakangku.
Aku berjalan ke arah pintu dan berniat membuka pintu namun tiba-tiba saja Bagas memelukku dari belakang.
"Kamu mau kemana, Sayang. Kita mau mandi bareng,"
"Kamu duluan aja, Mas. aku mau nanti aja mandinya, setelah kamu," Aku berusaha melepas tangan Bagas dari perutku namun Bagas semakin erat memelukku.
"Kenapa sih, Jeng. Kita 'kan biasanya juga mandi bareng," ucap Bagas sambil membuka kancing kemejaku. Inginnya aku menolak dan berteriak, memakinya dan memukulnya setelah apa yang telah ia lakukan padaku, tetapi aku tak bisa. Aku hanya bisa menerima perlakuannya saat ini. Bagas membalik tubuhku tanpa aba-aba dia langsung mencium bibirku dengan ganas. Tangannya aktif membuka seluruh pakaian yang kukenakan.
Ciuman itu semakin turun ke leherku. Tangannya meremas bokongku, benar-benar membuatku tak kuasa menahan desahan.
Aaaah!
"Bagas," ucapku di antara kenikmatan yang kurasakan. Nyatanya semarah apapun aku pada Bagas, tubuhku tetap merespon dengan cepat serangan Bagas.

*****
Setelah selesai memenuhi hasrat Bagas, Bagas mandi terlebih dahulu dan dan pergi meninggalkanku sendirian di kamar mandi. Sesudah Bagas keluar dari kamar mandi Aku tidak langsung mandi justru aku malah mengguyur tubuhku dengan air shower menggunakan banyak sabun untuk membasuh tubuhku agar benar-benar bersih, dengan lelehan air mata yang tidak kunjung berhenti.
Aku tidak suka dengan keadaan ini, apalagi tadi sejak awal saja aku sudah mencium bau parfum wanita dari baju Bagas. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Bagas dengan wanita itu, yang jelas aku benar-benar merasa jijik dengan suamiku sendiri, meskipun tubuhku tak menampik,aku memang sangat menikmati permainan Bagas. Serba salah memang.
"Aaaah!" teriakku.
Karena sudah terlalu lama di kamar mandi tiba-tiba saja badanku terasa lemas. Perutku kembali sakit seperti kemarin yang aku rasakan sebelum pingsan. Tubuhku menggigil. Entah kenapa setiap kedinginan aku selalu seperti itu.
Tok tok tok
Aku benar-benar lemas, aku sudah tidak kuat menopang tubuhku sendiri ketika aku ingin berdiri dan membuka pintu. Pintu ku sengaja kekunci saat tadi Bagas keluar dari kamar mandi. Aku ingin menyendiri menumpahkan tangisku yang sedari tadi awal aku masuk rumah aku tahan.
"Diajeng, Diajeng."
Tok tok tok
Ketukan pintu itu semakin keras Aku ingin menjawab namun tiba-tiba saja suaraku tidak ada aku bersandar di dinding, mata menatap langit-langit dengan mata sayu.
Hingga perlahan kesadaranku kembali menghilang. Aku kembali pingsan dan ketika sadar aku sudah berada di ranjangku. Aku mengedarkan pandangan ke setiap penjuru kamar namun tidak ada siapa-siapa.
Aku memeriksa tubuhku dengan lemas ternyata sudah memakai pakaian kembali. Mungkin Bagas yang sudah memakaikan pakaian untukku, pikirku.
Tak berapa lama aku mendengar seseorang melangkah masuk ke dalam kamarku.
"Begini dong jadi istri saya tuh tadi berada di kamar mandi mungkin kedinginan terlalu karena terlalu lama berada di kamar mandi jadi dia pingsan," ucap Bagas seraya membuka pintu.
Aku melihat pintu yang terbuka Bagas masuk ke dalam kamar bersama seorang laki-laki berkemeja biru dan jas putih.
"Pak dokter," ucapku dengan spontan saat melihat dokter yang masuk ke kamarku.
Bagas terlihat tidak nyaman saat aku menyebut nama dokter Adrian namun ia segera segera mendekat ke arahku. "Sayang Kamu udah bangun? Gimana ada yang sakit gak?"
Aku tidak menjawab ucapan pertanyaan Bagas aku hanya tersenyum sekilas saja padanya dan kembali menatap dokter itu.
"Boleh, Dok. silakan," ucap Bagas.
"Ibu baru pulang tadi dari rumah sakit ya, Bu. Kenapa bisa seperti ini lagi Ibu tidak meminum obatnya, ya?"
"Saya tadi pagi udah minum dok tapi siang ini belum minum Dok saya lupa." Dokter Ardian melihat ke arah Bagas yang sibuk dengan ponselnya. Ia menggelengkan kepala. Mungkin dokter Ardian merasa heran dengan suami dari pasiennya kali ini.
Bagas memang tidak berperasaan, dia tahu aku baru pulang dari rumah sakit bahkan aku pulang sendiri tapi dia tetap saja mau memuaskan nafsunya denganku apalagi di kamar mandi.

Comentário do Livro (333)

  • avatar
    SajalahImah

    oke baik

    7d

      0
  • avatar
    NibosRipki

    bagus

    17d

      0
  • avatar
    WatiSera

    seru

    23d

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes