logo text
Adicionar à Biblioteca
logo
logo-text

Baixe este livro dentro do aplicativo

4. INIKAH KEHIDUPAN?

"Mommy, daddy ... pulang?"
Cyntia memeluk putranya yang menatapi setangkup roti di tangan, ia menunjukan senyum berharap pancaran takut dari mata Rei yang sewarna dengan dirinya berkurang bahkan menghilang.
"It's ok, Darling," ucapnya mengusap pinggiran bibir Rei, lalu mengambil tisu yang Rei ambil.
Bocah lelaki ini tahu, ia harus mengelap mulutnya bersih jangan sampai ada yang melihat.
"Kamu masuk kamar dan habiskan rotimu di sana. Jangan keluar kalau mommy tak memanggilmu, ok?"
Rei menatap Cyntia ragu, lalu mengangguk pada tatapan lembut nan meyakinkan sang mommy yang memberinya kecupan dan dekapan. Ia lalu berlari keluar dari dapur dan menoleh pada Cyntia sebelum benar-benar menghilang dengan setangkup roti berisi selai coklat yang baru ia gigit dua kali.
Cyntia, membetulkan untaian rambutnya, memastikan tak ada coklat yang menempel di badan ataupun tangannya saat bercermin setelah Rei masuk dan menutup kamar tempat mereka tidur, rapat.
"Apa kau tuli!!"
Umpatan langsung terdengar dari lelaki yang begitu tak sabar, bahkan mendorong tubuh Cyntia yang hendak mengambil tas kerja sang suami, "darimana saja Kau!"
"Aku dari belakang, Hans," jawab Cyntia dengan wajah datar, membuat Hans meliriknya dari atas dan bawah.
"Kuharap kau tak mendekati dapur ibuku!" seru Hans masuk, meninggalkan wanita yang hanya diam lalu berjalan di belakangnya.
"Biar aku," ucap Cyntia saat Hans melepas sepatunya lalu masuk dengan menutup pintu di hadapan muka Cyntia tanpa basa-basi ataupun peringatan.
"Sialan!" seru Hans bersama pintu yang tertutup keras.
BRAKK!
Terkejutkah Cyntia? Tidak, dia tidak akan lagi terkejut dengan sikap kasar Hans. Cyntia, hanya masuk lalu meletakan sepatu berserakan Hans dalam rak sepatu. Hal yang rasanya tak pernah ia bayangkan akan ia lakukan saat ia masih tinggal di dalam mansion berpilar-pilar besar dengan taman luas dan pagar tinggi menjulang. Rumah yang ternyata begitu memanjakan dirinya namun semua itu, kini hanya bisa ia kenang.
"CYNTIA!"
Setidaknya, sampai teriakan Hans terdengar membuatnya lari cepat setelah memastikan sepatu Hans rapi, tertata, tak menyalahi aturan pemilik rumah yang tidak suka pada ketakberaturan. Seandainya saja, pemilik rumah ini menerapkan hal serupa pada mahluk hidup yang tinggal di rumah ini. Tapi, rasanya itu tidak akan mungkin terjadi.
"CYNTIA!!" teriak Hans makin keras dan membanting tangannya di atas meja makan kosong yang bahkan tak meninggalkan jejak satu butir kacang ataupun anggur.
"Kenapa tidak ada makanan? Apa saja yang kau lakukan selama kami semua pergi, hah!"
"Ini belum waktunya memasak makan malam, Hans. Kau tau ibu tak suka jika aku membuka kulkasny-"
"Alasan! Aku tau kau hanya pemalas yang kerjaannya hanya tidur-tiduran sepanjang hari sementara kami semua bekerja siang malam untukmu dan putra sialanmu itu!"
Deg! Rasanya kepala Cyntia dipukul gada yang begitu keras. Bukan karena ia disalahkan. Disalahkan atas segala hal, sudah biasa baginya. Namun, setiap kali mendengar sang suami menyalahkan putra mereka, rasanya ia tak akan pernah bisa merasa biasa.
Putra mereka yang untuk makan selembar roti saja, harus sembunyi-sembunyi dan lelaki di hadapannya ini mengatakan ia bekerja siang malam untuk putra mereka?
"Airmatamu tak akan mempan, Cyntia. Jadi, simpan saja sendiri," ucap wanita berambut pirang yang masuk tanpa ia sadari, berjalan melewatinya yang masih terus berdiri dengan mata tergenang.
"Baby," ucap wanita berambut pirang itu, menjulurkan tangannya yang Hans sambut begitu hangat tanpa perduli istrinya melihat.
"Oh, dan tolong bawakan belanjaanku lalu masukan dalam kamar, please."
Manis, begitu manis dan manja suara wanita berambut pirang itu terdengar. Hal yang kini hilang dari wanita yang hanya bisa menggigit bibirnya keras, merasa jijik pada pemandangan di hadapannya.
Gadis yang datang  itu, tidak! Perempuan berambut pirang itu melumat bibir suaminya begitu lapar, sampai desahan keluar saat tangannya yang berkuteks merah mengkilap menyusuri selangkangan Hans! Dan ia, istrinya, hanya bisa melihat! tak lagi ingin protes ataupun marah.
Lukanya hanya Cyntia simpan sendiri seperti yang selalu ia lakukan selama ini. Menangis hanya jadi pelampiasannya jika ia sudah tak tahan.
"Ow, kau masih disitu?" tanya diikuti tawa manja itu terdengar dari perempuan yang melingkarkan tangannya pada leher Hans, pria yang hanya diam menatapinya yang mematung, "jika begitu, kau ingin lihat kelanjutannya, tentu?"
Ucapan itu seolah menyadarkan Cyntia dari apapun yang membuatnya diam. Diusap pipinya yang basah lalu keluar meninggalkan sepasang binatang yang suara desahannya memenuhi ruang makan.
Cyntia bersyukur, kamar tempat ia tidur ada di bagian belakang rumah jadi putranya tidak akan mendengar apapun.
"Sampai kapan kau akan menyimpan wanita bodoh dan anak sialanmu disini, Hans? Aku sudah muak melihat wajah mereka."
Hans hanya tersenyum melihat gadisnya sudah mulai menggesek-gesekan selangkangan basahnya pada paha Hans, "kau pikir aku tak merasakan hal yang sama, Honey?"
Perempuan yang sudah kepanasan itu, mendengus sebal karena selalu mendapat jawaban sama dari pria yang mengangkatnya dengan gairah yang sudah tersulut.
"Aku bosan mendengarmu mengatakan hal sama setiap waktu, Hans!"
"Oh, come on, Honey. Kita tak perlu membayar housekeeper selama wanita bodoh itu ada di rumah ini, bukan? Dan aku pun tak yakin kau bisa memasak."
Hans mencium dagu perempuan yang menunjukan wajah cemberut, meski tangannya yang melingkar manja di leher Hans, turun untuk meremas selangkangan Hans yang mengeras sambil berbisik, "tapi, aku pandai memanjakan dirimu, Hans"
"Dan kau pun menikmatinya, Honey," ucap pria yang mendorong pintu dengan kaki, tak perduli jika ada telinga yang mendengar.
Cyntia yang masuk dengan berkantong-kantong belanjaan juga tas hanya bisa diam memandang pintu kamar yang lebar terbuka. Menunjukan kegiatan macam apa yang dilakukan dua manusia yang tak perduli jika ia melihat.
Perempuan berambut pirang itu, bahkan sengaja menunjukan wajah kepuasannya pada tiap hujaman Hans yang juga tak perduli istrinya melihat. Suaranya yang melengking tinggi sengaja ia keraskan dan meminta Hans bergerak makin cepat di atas tubuhnya.
Cyntia, hanya bisa menatap dengan perasaan hancur tanpa kata, airmatanya seperti tak ada harganya sama sekali bagi pria yang pernah membuatnya jadi gadis paling bahagia, jadi ratu satu malam dalam pernikahan mereka yang dirayakan besar-besaran bahkan masuk media.
Tapi kini, ia hanya bisa diam melihat suaminya bercinta dengan wanita lain. Wanita berambut pirang yang Hans ajak tinggal serumah dalam rumah dingin yang rasanya jadi seperti neraka jika tak ada Rei.
Bocah lelaki kecil yang menjadi satu-satunya cahaya yang membuatnya bertahan di rumah yang terasa seperti neraka dunia setiap kali lelaki yang ia cintai bercinta dengan wanita berambut pirang itu.
Cyntia sadar, ia tak akan pernah bisa bertahan di luar dan tempatnya hanya di sini, rumah ini! karena ia sudah tak mungkin kembali ke rumah besar yang membuatnya bisa tidur tanpa perduli waktu. Makanan yang tersedia sepanjang waktu tanpa harus merasa was-was dan terpaksa menyembunyikan satu ataupun dua lembar roti untuk perut kecil Rei.
"Iori, bukan kehidupan seperti ini yang kubayangkan untuk kujalani. Tidak seperti ini."

Comentário do Livro (63)

  • avatar
    WarningsihPuji

    24569

    3d

      0
  • avatar
    EfendiErpan

    novel gratis download

    19/08

      0
  • avatar
    Ayu Setia Ningsih

    SERU

    18/08

      0
  • Ver Todos

Capítulos Relacionados

Capítulos Mais Recentes